Pemberantasan Pungli Di Sekolah
Fungsi sekolah dapat dilihat dari berbagai aspek. Dilihat dari aspek sosiologis, fungsi sekolah adalah lembaga pendidikan yang menempatkan guru sebagai pendidik menggantikan peran orang tua sebagai pendidik sejati. Hal ini merupakan konsekuensi kesibukan orangtua terhadap pekerjaan dan kegiatan masing-masing. Guru sebagai pendidik utama dituntut untuk memiliki profesionalisme dalam melakukan tugas pokoknya yaitu mendidik, mengajar dan membimbing peserta didik.
Dari aspek psikologis, fungsi sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang mengajari, mengelola dan mendidik peserta didik agar memiliki kepribadian dan tingkah laku yang baik melalui bimbingan yang diberikan sebagai bekal untuk menjadi makhluk sosial dan memecahkan berbagai problematika sosial kelak. Lembaga pendidikan formal dilengkapi sarana dan prasarana yang menunjang proses pendidikan seperti ruang belajar, perpustakaan, sarana olahraga, perkantoran dan laboratorium.
Dari aspek pelayanan publik, fungsi sekolah adalah tempat memberikan pelayanan akademik kepada para peserta didik. Pelayanan yang diberikan dalam bentuk pemberian pendidikan, pengajaran dan pembimbingan. Pelayanan pendidikan terkait dengan aspek sifat dan tingkah laku yang baik sebagai pelajar, lalu pelayanan pengajaran terkait dengan pemberian ilmu pengetahuan sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dan pelayanan pembimbingan terkait dengan keterampilan teknis dan psikologis tertentu.
Fungsi sekolah menurut Muhammad Ali (2009:355), ada empat yakni : pertama, memberi layanan kepada peserta didik agar mampu memperoleh pengetahuan atau kemampuan-kemampuan akademik yang dibutuhkan dalam kehidupan. Kedua, memberi layanan kepada peserta didik agar dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan. Ketiga, memberikan layanan kepada peserta didik agar dapat hidup bersama ataupun bekerja sama dengan orang lain. Keempat, memberi layanan kepada peserta didik agar dapat mewujudkan cita-cia atau mengaktualisasikan dirinya sendiri.
Pelayanan Peserta Didik
Dalam konteks pelayanan publik ada dua pihak yang berperan yakni pelaksana layanan dan penerima layanan. Dalam kaitan pelayanan publik di sekolah, pelaksana layanan adalah manajemen sekolah meliputi tenaga pendidik (guru) dan tenaga kependidikan (tata usaha) sedangkan penerima layanan adalah peserta didik (siswa).
Pendidikan adalah salah satu ruang lingkup pelayanan publik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 25/2009. Karena itu guru sebagai tenaga pendidik dan tenaga kependidikan mengemban tugas sebagai pelayan publik di lembaga pendidikan (sekolah dengan berbagai tingkatan). Keberadaan guru sendiri adalah pemberi jasa publik kepada peserta didik. Pengertian Guru dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, adalah tenaga pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Terdapat dua jenis layanan di sekolah kepada peserta didik yakni pelayanan akademik dan pelayanan non akademik. Pelayanan akademik adalah pelayanan yang terkait pendidikan, pengajaran dan pembimbingan di sekolah yang bisa disebut pelayanan primer, sedangkan pelayanan non akademik adalah layanan yang menunjang proses akademik di sekolah seperti layanan perpustakaan, dan layanan laboratorium yang bisa disebut layanan sekunder, sedangkan layanan kantin, layanan kesehatan (UKS), layanan transportasi sekolah, layanan asrama, dan layanan koperasi bisa disebutkan layanan tersier.
Bentuk-bentuk Pungutan Di Sekolah
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang pungutan di sekolah melalui Peraturan Mendikbud No. 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar. Dalam peraturan tersebut dibedakan antara pungutan, sumbangan, pendanaan pendidikan dan biaya pendidikan.
Pengertian Pungutan dalam peraturan tersebut adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar. Sedang pengertian Sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorang atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.
Dari dua pengertian diatas, secara jelas dibedakan Pungutan bersifat wajib dan mengikat, sementara Sumbangan bersifat sukarela dan tidak mengikat. Demikian pula Pungutan diperbolehkan asal memenuhi ketentuan pada Pasal 8 dan larangan dilakukan Pungutan jika tidak sesuai pada Pasal 11 pada Permendikbud No. 44/2012. Karena pada dasarnya Pungutan dan Sumbangan dari masyarakat pengejawantahan tanggung jawab pada pendidikan selain tanggungjawab pemerintah (pemerintah pusat dan daerah).
Pembatasan pungutan pada lingkungan sekolah karena satuan pendidikan tingkat dasar sudah mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Besar dana BOS peserta didik tingkat SD sebesar Rp 800.000/siswa/tahun, pada tingkat SMP sebesar Rp 1.000.000/siswa/tahun, sedangkan pada tingkat SMA sebesar Rp 1.400.000/siswa/tahun yang disalurkan setiap tiga bulan yakni periode Januari-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-Desember.
Ada 13 komponen yang dibiayai oleh dana BOS yakni: pengembangan perpustakaan; kegiatan penerimaan peserta didik baru; pembelajaran dan ekstrakurikuler; ulangan dan ujian; pembelian bahan habis pakai; langganan daya dan jasa; perawatan/rehab dan sanitasi; pembayaran honor bulanan; pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan; membantu siswa miskin; pengelolaan sekolah; pembelian dan perawatan komputer; dan biaya lainnya. Biaya lainnya yang dimaksud misalnya pembelian peralatan UKS dan darurat bencana.
Batas-batas penggalangan dana yang boleh dilakukan Komite Sekolah diatur dalam Peraturan Mendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Pada Pasal 10 ayat (2) penggalangan dana dan sumber daya pendidikan berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan. Jadi bantuan dan/atau sumbangan yang digalang Komite Sekolah untuk mendukung peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah dengan azas gotong royong sesuai fungsi Komite Sekolah dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan. Bantuan pendidikan yang dimaksud dalam Peraturan Mendikbud No. 75/2016 adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orangtua/walinya, dengan syarat disekapati para pihak.
Ada beberapa bentuk-bentuk pungutan di sekolah, baik pungutan resmi maupun pungutan liar. Pungutan resmi adalah pungutan yang memiliki dasar hukum dan tidak melanggar peraturan yang ada, sementara pungutan liar (pungli) adalah pungutan yang tidak memiliki dasar hukum meski telah didahului dengan kesepakatan para pemangku kepentingan. Karena pada dasarnya kejahatan juga bisa dilakukan melalui sebuah kesepakatan dan pemufakatan (pemufakatan jahat).
Beberapa pungutan dilakukan sejak tahap pendaftaran masuk sekolah, kegiatan belajar mengajar hingga lulus sekolah. Pungutan yang sering dilakukan saat pendaftaran sekolah seperti uang pendaftaran, uang bangku sekolah, uang baju sekolah, uang daftar ulang dan uang bangunan. Sementara pungutan yang sering dilakukan saat kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah uang SPP/uang komite, uang les, uang buku ajar, uang LKS, uang ekstrakurikuler, uang OSIS, uang study tour, uang perpustakaan, uang pramuka, uang PMI, uang kalender, dana kelas, uang koperasi dan uang denda tidak mengerjakan PR. Pada tahap jelang lulus sekolah, terdapat berbagai pungutan seperti uang UNAS, uang try out, uang bimbingan belajar, uang perpisahan, uang foto, uang membeli kenang-kenangan, dan uang wisuda.
Pemberantasan Pungli Di Sekolah
Selain sumbangan dan bantuan pendidikan, pungutan di sekolah yang tidak memiliki dasar hukum akan dipantau oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Satgas Saber Pungli dibentuk pada 20 Oktober 2016 ketika Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Tugas utama Satgas Saber Pungli adalah melakukan pemberantaran pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja dan sarana prasarana yang ada di Kementerian/lembaga maupun di pemerintah daerah. Sedang kewenangan Satgas Saber Pungli adalah: (a) Membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar; (b) Melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi; (c) Mengoordinasikan, merencanakan, dan melaksanakan operasi pemberantasan pungutan liar; (d) Melakukan operasi tangkap tangan; (e) Memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga, serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (f) Memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas lain unit Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayaan publik kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintah daerah; dan (g) Melakukan evaluasi pemberantasan pungutan liar.
Hukuman pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 E dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Pelaku pungli berstatus PNS dengan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.
Sedangkan hukuman administratif bagi pelaku pelanggaran maladministrasi termasuk bagi pelaku pungli bisa dikenakan Pasal 54 hingga Pasal 58 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, penurunan gaji berkala, hingga pelepasan dari jabatan.
Pemberantasan pungli di sekolah dapat dilakukan dengan dua cara yakni pencegahan dan penindakan. Pencegahan dapat dilakukan dengan menempuh berbagai cara seperti melakukan sosialisasi praktik-praktik pungli di sekolah dan upaya pencegahannya, menegakkan norma-norma kesusilaan di sekolah, mempraktikkan tata kelola sekolah berintegritas, menghindari penyimpangan anggaran, dan mengupayakan transparansi pengelolaan anggaran sekolah. Sedangkan Penindakan dilakukan dengan cara menjerat para pelaku pungli sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kanal pelaporan pungutan liar tersedia pada berbagai instansi. Untuk pelaporan pungli dibidang pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyediakan kanal: laporpungli.kemdikbud.go.id. Lalu Tim Saber Pungli menyediakan kanal: lapor@saberpungli.id, Call Center 0821 1213 1323, SMS 1193. Sedangkan kanal pengaduan Ombudsman RI pada: pengaduan@ombudsman.go.id, Call Center 082137373737, dan SMS Center 137. (ORI-Sulsel)