• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman Ungkap Temuan Hasil Pengawasan Pelaksanaan Program Sekolah Gratis (PSG) di Provinsi Banten
PERWAKILAN: BANTEN • Senin, 08/12/2025 •
 

Siaran Pers

Nomor: 671/HM.02.07-10/XII/2025

Senin, 8 Desember 2025


SERANG - Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten menyampaikan hasil pengawasan terhadap implementasi Program Sekolah Gratis (PSG) di Provinsi Banten dalam kegiatan Media Gathering bertajuk 'Peran Serta Pers dalam Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik' pada Senin (8/12/2025) di Serang, Banten.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten, Fadli Afriadi, menjelaskan bahwa pengawasan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya penguatan kualitas pelayanan publik di sektor pendidikan, melalui metode tinjauan lapangan langsung, penyebaran kuesioner, serta koordinasi dengan asosiasi sekolah swasta di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Banten. Fadli juga memaparkan bahwa hasil pengawasan Ombudsman dalam proses PPDB tingkat SMAN selama tiga tahun terakhir menunjukkan persoalan daya tampung pada sekolah negeri yang ditandai dengan penambahan rombongan belajar melebihi kapasitas. Kondisi ini menyebabkan ketimpangan jumlah peserta didik antara sekolah negeri dan sekolah swasta, serta meningkatnya risiko putus sekolah.

Untuk menjawab persoalan tersebut, Ombudsman menilai bahwa hadirnya Program Sekolah Gratis (PSG) dari Pemerintah Provinsi Banten menjadi formula yang baik dalam menyelesaikan problem kesenjangan tersebut. Dari hasil pengawasan, pelaksanaan PSG telah menunjukkan capaian positif berupa peningkatan minat pendaftaran ke sekolah swasta, dengan kenaikan jumlah peserta didik sebesar 24 persen pada tahun ajaran 2025/2026. Fadli menegaskan bahwa peningkatan ini menunjukkan PSG sebagai alternatif pendidikan yang diminati masyarakat, namun tetap perlu dibarengi dengan peningkatan fasilitas dan kesiapan sekolah. Ia menambahkan bahwa meskipun program ini membawa dampak positif dalam membuka akses pendidikan bagi masyarakat, sejumlah persoalan mendasar masih ditemukan di lapangan dan perlu segera ditangani agar pelaksanaannya semakin optimal.

Ombudsman Banten menemukan beberapa catatan penting terkait implementasi PSG, antara lain ketimpangan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah swasta. Berdasarkan kuesioner dan tinjauan lapangan, sebanyak 75,6 persen sekolah swasta masih memiliki sarana prasarana pendukung pengajaran yang belum lengkap, dan hanya 24,4 persen yang telah memenuhi standar memadai. Ketimpangan ini menunjukkan perlunya perhatian serius dari pemerintah melalui dukungan peningkatan sarpras.

Temuan lainnya adalah keterbatasan akses sekolah swasta terhadap sistem SPMB sehingga sekolah tidak dapat mengetahui jumlah calon siswa yang memilih sekolah mereka, yang berdampak pada ketidakpastian data saat proses daftar ulang. Selain itu, Ombudsman juga mencatat belum adanya Petunjuk Teknis (Juknis) sebagai turunan Pergub Nomor 15 Tahun 2025, sehingga sekolah hanya menerima paparan sosialisasi tanpa pedoman tertulis, yang menyebabkan pelaksanaan PSG tidak seragam di lapangan.

Dalam aspek pembiayaan, pengawasan Ombudsman menemukan tiga persoalan utama, yakni perbedaan interpretasi biaya yang boleh dan tidak boleh dipungut dari peserta didik, pencairan dana PSG yang tidak dilakukan secara serentak sehingga di awal periode hanya mencapai 60 persen dari total alokasi, serta periodisasi pencairan yang tidak dilakukan setiap bulan sehingga mengganggu stabilitas arus kas sekolah swasta. Ombudsman juga mencatat persoalan tunggakan biaya pendidikan dan penahanan ijazah yang masih menjadi tantangan serius, di mana 55,1 persen sekolah swasta masih memiliki tunggakan SPP siswa dengan rata-rata piutang mencapai Rp136.103.743,59 per sekolah, dan 41 persen sekolah masih menahan ijazah akibat tunggakan.Kondisi ini menunjukkan bahwa tujuan PSG untuk menuntaskan persoalan piutang siswa dan penahanan ijazah belum sepenuhnya tercapai. Persoalan lain muncul terkait siswa non-KK Banten yang tidak terakomodasi dalam pendanaan PSG, terutama bagi peserta didik yang bersekolah di wilayah perbatasan namun tidak tercatat dalam Kartu Keluarga Banten. Hal ini perlu diselesaikan dengan prinsip keadilan dan pemerataan pendidikan untuk mencegah meningkatnya angka putus sekolah.

Sebagai bentuk perbaikan pelayanan publik, Ombudsman Banten memberikan sejumlah saran kepada Pemerintah Provinsi Banten, di antaranya perlunya mempertegas regulasi administrasi PSG karena program ini terbukti memberikan dampak positif dan layak dilanjutkan pada tahun berikutnya dengan ketentuan yang lebih jelas. Pemerintah juga perlu mempercepat penyusunan Juknis PSG secara detail sebagai panduan operasional yang seragam, melakukan sosialisasi yang lebih aktif kepada sekolah swasta terkait mekanisme dan ketentuan teknis PSG, serta mengintegrasikan sekolah swasta dalam sistem atau aplikasi SPMB.

Dari sisi pendanaan, Ombudsman mendorong agar pencairan dana PSG dapat dilakukan setiap bulan untuk menjaga stabilitas arus kas sekolah, dan berharap PSG menjadi solusi untuk memutus rantai persoalan piutang serta penahanan ijazah. Di sisi akses dan pemerataan kualitas, PSG diharapkan dapat mencakup peserta didik non-KK Banten dengan ketentuan tertentu, serta pemerintah perlu memberikan dukungan untuk mengatasi kesenjangan sarpras di sekolah swasta agar kualitas pendidikan tetap setara dan inklusif.

Pada akhir pernyataannya, Fadli menyampaikan harapan agar pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan menindaklanjuti temuan Ombudsman RI demi meningkatkan kualitas layanan pendidikan bagi masyarakat. Selanjutnya, Ombudsman RI berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan dan mendorong perbaikan pelayanan publik guna mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang transparan, akuntabel, bebas maladministrasi, dan berkeadilan di Provinsi Banten.


Humas Ombudsman RI
Perwakilan Banten





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...