• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman RI Awasi Ketersediaan Pasokan dan Harga Beras di Gorontalo
PERWAKILAN: GORONTALO • Jum'at, 12/09/2025 •
 
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika (kanan) saat melakukan pemantauan beras pada penggilingan padi di Gorontalo

Siaran Pers

Nomor : 012/HM.02.07-24/IX/2025

Jumat, 12 September 2025

 

Gorontalo - Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika melakukan pengawasan lapangan terhadap ketersediaan pasokan dan harga beras di wilayah Gorontalo pada Kamis (11/9/2025).

"Pemantauan dilakukan pada 2 hari ke petani padi, penggilingan padi, pasar tradisional dan gudang Perum Bulog," ucap Yeka.

Ia menjelaskan, hasil pemantauan di tingkat petani dan penggilingan padi menunjukkan jika petani di Gorontalo rata-rata tidak menjual gabah kepada penggilingan padi maupun tengkulak, namun menjual beras secara langsung.

"Petani memiliki stok beras yang cukup, dalam hal ini tidak ada masalah dalam isu produksi padi. Hasil temuan lainnya yaitu petani menjual beras kepada tengkulak, penggilingan padi, atau pedagang beras, rata-rata sebesar Rp15.000/kg," katanya.

Hal tersebut menunjukkan bahwa ongkos produksi usaha tani pada petani padi tidak sesuai dengan nilai Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang ditentukan oleh Pemerintah. Untuk hasil pemantauan di pasar tradisional, Ombudsman menemukan jika beras dijual secara curahan, tidak ada pengkategorian beras medium dan beras premium sebagaimana yang diatur oleh pemerintah.

Harga beras ditemukan di atas HET beras yang telah ditentukan oleh Badan Pangan Nasional, berdasarkan fakta lapangan harga beras termurah senilai Rp 13.500/liter atau Rp 15.500/kg, dan harga beras termahal senilai Rp14.500/liter atau Rp16.500/kg. HET beras untuk wilayah Gorontalo adalah Rp 13.500/kg untuk beras medium dan Rp 14.900/kg untuk beras premium, sebagaimana Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional nomor 299 tahun 2025 tentang penetapan HET beras.

Yeka menjelaskan bahwa harga beras di pasar mengalami kenaikan sejak bulan lalu, yaitu Rp1.500/liter untuk berbagai jenis beras. "Pedagang kesulitan menjual Beras SPHP dari Pemerintah, karena terdapat perbedaan harga jual antara pedagang beras dengan instansi Polri dan TNI yang saat ini membantu Pemerintah dalam penyaluran beras SPHP dengan harga jual Rp60.000 untuk 5 kg, sedangkan pedagang beras menjual di harga Rp 62.500 untuk 5 kg," tambah Yeka.

Menurut temuan Ombudsman, terdapat kejanggalan terhadap fluktuasi harga beras di Gorontalo, yaitu pada saat adanya panen lokal, harga beras mengalami kenaikan. Namun pada saat tidak ada panen, harga beras justru menurun.

"Untuk pemantauan di gudang Perum Bulog Cabang Gorontalo, stok beras di gudang beras Talumolo cukup baik ketersediannya dengan kualitas mutu yang masih dapat dijaga," ucap Yeka.

Stok beras yang ada di gudang sebanyak 2.531.184 kg, dengan rincian beras luar negeri sisa tahun 2024 sebanyak 1.835.834 kg dan beras dalam negeri sebanyak 695.350  kg.

"Target penyaluran beras SPHP sampai bulan Desember 2025 adalah sebesar 4.090.000 kg, namun realisasi penyaluran beras SPHP baru sebesar 1.127.860 kg," ucap dia.

Mitra Perum Bulog seperti Rumah Pangan Kita (RPK), retail tradisional dan retail modern diwajibkan oleh Pemerintah untuk menjual beras SPHP di angka Rp 62.500/5 kg atau Rp 12.500/kg, namun hal ini berbeda dengan pengaturan HET beras yang telah ditetapkan sebesar Rp 13.500/kg.

Untuk kesimpulan dari pengawasan tersebut adalah, HET beras yang ditetapkan saat ini belum efektif dalam mengendalikan harga beras, karena fakta di lapangan menunjukan bahwa harga beras masih di atas HET. Selain itu, ongkos produksi usaha tani pada petani padi belum mencukupi jika harus mengikuti HET beras yang ada.

Selanjutnya, penyaluran beras SPHP belum efektif juga dalam mencapai target realisasi penyaluran beras oleh Perum Bulog. Fakta di lapangan menunjukan pedagang kesulitan menjual beras SPHP dari Pemerintah, karena terdapat perbedaan harga jual antara pedagang beras dengan Instansi Polri dan TNI yang saat ini membantu Pemerintah dalam penyaluran Beras SPHP dengan harga jual Rp 60.000/5 kg, sedangkan pedagang beras menjual di harga Rp 62.500/kg.

Hal tersebut membuat beras SPHP yang berada di Pasar Tradisional kurang diminati oleh masyarakat dan lebih memilih membeli beras curahan di pasar tradisional.

Saran yang diberikan oleh Ombudsman yaitu Pemerintah perlu melakukan review kembali terhadap kebijakan HET beras. Selanjutnya yaitu Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan perubahan mekanisme penyaluran beras SPHP.

Diantaranya penentuan harga beras SPHP dengan memastikan tidak ada pelaku usaha yang berpotensi dirugikan, penentuan kemasan beras (curah, kemasan, dll) yang menyesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaan Masyarakat pada wilayah tersebut. (FK)





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...