• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman Aceh Sampaikan Temuan Pada Proses Daftar Ulang PPDBM
PERWAKILAN: ACEH • Kamis, 21/08/2025 •
 
RRI Banda Aceh, Kamis 21 Agustus 2025

Siaran Pers

Nomor: 013/PW.01/VIII/2025

Kamis, 21 Agustus 2025


Banda Aceh - Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Aceh menemukan adanya praktik pungutan di luar ketentuan pada proses daftar ulang Penerimaan Peserta Didik Baru Madrasah (PPDBM) Tahun 2025 di Kota Banda Aceh. Temuan ini diperoleh dari hasil pemeriksaan terhadap laporan masyarakat yang masuk dan diverifikasi secara formil maupun materiil. Sebanyak 12 dari 18 madrasah yang ada di Kota Banda Aceh dilaporkan dan terbukti memenuhi syarat formil maupun materiil untuk ditindaklanjuti Tim Pemeriksa. Hal ini disampaikan Kepala Keasistenan Bidang Pemeriksaan Laporan Ombudsman Aceh, Ayu Parmawati Putri melalui RRI Banda Aceh (Kamis, 21/8/2025).

Hasil Pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Aceh menunjukkan adanya pungutan di luar ketentuan, berdasarkan waktu dan mekanisme pemungutan, yaitu sekitar Rp 11 miliar.

Ayu menyampaikan bahwa rekapitulasi pungutan ini diperoleh dari hasil pemeriksaan terhadap Terlapor, yakni Kepala Madrasah, Ketua Komite, dan Ketua Panitia Pelaksana PPDBM.

"Hal ini jelas menunjukkan adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menentukan seberapa besar kerugian masyarakat, diperlukan audit atau pemeriksaan lebih lanjut oleh lembaga yang berwenang," ungkap Ayu.

Pungutan yang ditemukan meliputi biaya daftar ulang yang diwajibkan pihak madrasah/komite, seperti dana sarana dan prasarana (musala, pagar, kamar mandi, parkiran, penimbunan, plang nama madrasah, renovasi ruang kepala madrasah, renovasi laboratorium komputer dan pengadaan komputer), uang perpisahan, serta pembelian seragam dan atribut yang dipaksakan. Ombudsman juga menemukan bahwa penyediaan seragam tidak melalui koperasi, melainkan pihak ketiga rekanan madrasah/komite, sementara harga pasar lebih murah.

Menurut Ayu, investigasi ini merupakan tindak lanjut atas laporan masyarakat. Legal standing Pelapor jelas sesuai dengan UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, yaitu korban langsung atau pihak yang dikuasakan. Ia menekankan bahwa item yang dicantumkan sebagai "sumbangan" pada kenyataannya mengandung nominal dan batas waktu yang ditentukan serta dijadikan syarat pendaftaran ulang.

"Ini bukan lagi sumbangan, tetapi pungutan. Sumbangan bersifat sukarela tanpa penentuan jumlah dan waktu, sementara pungutan sebaliknya," jelasnya.

Ayu menambahkan, selain ditentukan jumlah dan waktunya, sejumlah biaya yang dipungut pada masa PPDMB tersebut, juga dijadikan bagian dari syarat pendaftaran ulang bagi peserta didik yang sudah dinyatakan lulus.

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menilai praktik pungutan ini sudah menjadi pola yang berulang saban tahun, baik di madrasah maupun sekolah di bawah Dinas Pendidikan.

"Di Banda Aceh masih banyak masyarakat yang tergolong kurang mampu. Negara seharusnya memberi ruang agar anak-anak mereka bisa bersekolah tanpa hambatan biaya masuk. Jika praktik pungutan dibiarkan, maka akses pendidikan bagi anak dari keluarga kurang mampu akan tertutup," ujar Alfian.

Ia berharap praktik ini dapat dihilangkan dengan melibatkan seluruh pihak agar masyarakat tidak lagi permisif terhadap pungutan pendidikan.

Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Banda Aceh, H. Salman, menyatakan bahwa pihaknya belum pernah melakukan kalkulasi nilai pungutan sebagaimana temuan Ombudsman.

"Selama ini, komite bertanggung jawab langsung kepada wali murid terkait penggunaannya, dan besarannya berbeda di tiap madrasah," katanya.

Salman menambahkan, Kankemenag Kota Banda Aceh telah mengeluarkan surat himbauan agar setiap pelanggaran pungutan dikembalikan, serta mencari format baru dalam bentuk bantuan kegiatan yang tidak dikaitkan dengan daftar ulang. "Dengan demikian, seluruh murid yang lulus tetap dapat bersekolah, dan peran komite tetap ada," jelasnya.

Ombudsman Aceh menegaskan bahwa pengawasan tidak hanya difokuskan pada madrasah, melainkan juga sekolah di bawah Dinas Pendidikan yang saat ini sedang dalam tahap pemeriksaan. Terkait tindak lanjut, Ayu menjelaskan bahwa rekomendasi merupakan kewenangan Ombudsman RI Pusat.

"Ombudsman Perwakilan Aceh sebatas menyampaikan laporan hasil pemeriksaan. Jika tindakan korektif tidak dijalankan dalam batas waktu yang diberikan, maka laporan akan bergulir ke tahap Resolusi Monitoring hingga keluarnya rekomendasi dari pusat," terang Ayu.

Kepala Keasistenan Bidang Pemeriksaan ini menutup dengan mengingatkan bahwa praktik pungutan yang tidak segera ditangani dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan, serta menimbulkan ketidakadilan dalam pemerataan kualitas pendidikan.

"Pendidikan adalah hak dasar setiap anak dan merupakan pilar keistimewaan Aceh. Menjadikan pendidikan Aceh bebas pungutan adalah wujud dari cita-cita Aceh Mulia," tegas Ayu.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...