• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman Aceh Awasi Pendirian KMP Ikuti Ketentuan
PERWAKILAN: ACEH • Senin, 14/07/2025 •
 
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Aceh, Dian Rubianty

Siaran Pers

Nomor: 011/PW.01/VII/2025

Senin, 14 Juli 2025


Banda Aceh - Program nasional Koperasi Merah Putih (KMP) yang diluncurkan pemerintah bertujuan memperkuat ekonomi desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendirian 80.000 koperasi di seluruh Indonesia, termasuk di Aceh.

Ombudsman, sebagai lembaga negara yang diberi mandat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik, turut memastikan proses pendirian koperasi ini sesuai dengan ketentuan, terutama jika dana pendiriannya menggunakan bantuan yang bersumber dari APBN, APBA, maupun APBK. Hal ini disampaikan oleh Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Aceh, Dian Rubianty, dalam Program Halo RRI Meulaboh, Jumat (11/7/2025).

"Kami akan berkoordinasi dengan beberapa dinas terkait, terutama Dinas Koperasi, memastikan partisipasi publik dalam mekanisme pendirian koperasi sesuai juknis." ujar Dian.

Menanggapi pertanyaan masyarakat terkait minimnya pelibatan warga dalam pembentukan koperasi di beberapa desa, Khairuzzadi selaku Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi, dan UMKM Aceh Barat menjelaskan bahwa pendirian koperasi dilakukan melalui Musyawarah Desa Khusus (Musdesus), yang melibatkan masyarakat secara terbuka.

"Pemerintah desa bertugas mengundang masyarakat dalam Musdesus (Musyawarah Desa Khusus). Jika masyarakat tidak hadir saat musyawarah, mereka tetap bisa menjadi anggota koperasi kapan saja," katanya. Ia menambahkan bahwa pengurus koperasi juga berkewajiban melakukan rekruitmen anggota yang berbasis penduduk setempat."

Namun demikian, Ombudsman Aceh mencatat masih adanya kebingungan di masyarakat terkait status keanggotaan koperasi, kontribusi biaya, dan pengelolaan unit-unit usaha di bawah koperasi, yang mungkin tumpang tindih dengan usaha milik desa (BUMDes) atau usaha mandiri masyarakat.

"Ini tantangan besar yang harus dijawab dengan sosialisasi dan keterbukaan. Masyarakat berhak tahu siapa yang membentuk koperasi, siapa pengurusnya, dan bagaimana alur pengaduan jika ada masalah," jelas Dian Rubianty.

Dian juga menekankan pentingnya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penunjukan pengurus koperasi. Seperti halnya dalam BUMG, aparatur desa seperti kepala desa, perangkat gampong, dan tuha peut tidak boleh menjadi pengurus atau pengawas koperasi, serta tidak boleh ada hubungan sedarah antara pengurus dan pengawas.

Sampai saat ini, Ombudsman Aceh belum menerima laporan resmi dari masyarakat selain yang disampaikan melalui Program Halo RRI. Untuk itu, Dian mengimbau adanya kanal pengaduan yang jelas di tingkat dinas agar masyarakat dapat menyampaikan keluhan secara resmi dan memperoleh penyelesaian.

Khairuzzadi menambahkan, dengan keterbatasan personel pendamping koperasi di Dinas Koperasi dan UMKM Aceh Barat (hanya menangani 321 gampong), pihaknya mengandalkan peran kecamatan dalam proses sosialisasi dan pendampingan pendirian koperasi.

Sebagai penutup, Dian Rubianty menegaskan bahwa tantangan terbesar program ini adalah membangun kembali kepercayaan masyarakat yang sempat terkikis akibat pengalaman negatif dengan pengelolaan dana desa dan BUMDes sebelumnya. Pihak terkait perlu membuktikan kepada masyarakat bahwa program ini berpihak pada mereka. Kuncinya adalah pelibatan masyarakat secara nyata dan mekanisme pendirian yang berjalan sesuai aturan. Hanya dengan begitu, cita-cita presiden terpilih bisa kita wujudkan lewat program koperasi Merah putih di gampong-gampong.

"Harus dibuktikan kepada masyarakat, mekanisme pendirian KMP berjalan sesuai ketentuan, yang mana dalam proses itu seluruh elemen masyarakat gampong merasa diikutsertakan," pungkas Dian.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...