• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Angka Perceraian Meningkat, Ombudsman Aceh dan Mahkamah Syariah Ajak Semua Bersinergi
PERWAKILAN: ACEH • Jum'at, 08/08/2025 •
 
Halo RRI Meulaboh edisi 8 Agustus 2025

Siaran Pers

Nomor: 012/PW.01/VIII/2025

Jumat, 08 Agustus 2025


Banda Aceh - Sebanyak 145 kasus perceraian yang terjadi di Kabupaten Aceh Barat memicu keprihatinan banyak pihak. Menanggapi kondisi ini, Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Aceh bersama Mahkamah Syar'iyah mengajak semua elemen, baik pemerintah, ulama, media, organisasi masyarakat sipil untuk terus bersinergi dalam mencari solusi. Pernyataan ini disampaikan dalam dialog bersama RRI Meulaboh pada Kamis (8/8/2025). 

Pada kegiatan tersebut, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Aceh, Dian Rubianty menyampaikan ada beberapa laporan terkait perceraian yang disampaikan ke Ombudsman RI Perwakilan Aceh. Secara substansi, kasus ini merupakan kewenangan Mahkamah Syariah. Jadi berdasarkan fungsi Ombudsman sebagai lembaga negara pengawas penyelenggaraan pelayanan publik, pihaknya fokus pada pelayanan. Misalnya, ketika ada penolakan penandatanganan dokumen untuk keperluan pernikahan atau perceraian, Ombudsman Aceh akan melakukan pemeriksaan untuk memastikan terdapat maladministrasi atau tidak.

"Setiap warga berhak mendapatkan layanan sesuai ketentuan yang berlaku, tanpa diskriminasi," ujar Dian.

Sementara itu, Hakim sekaligus Humas Mahkamah Syariah Ansharullah menyampaikan bahwa perceraian merupakan bagian dari persoalan ketahanan keluarga yang rentan terhadap konflik. Mahkamah Syariah mencatat adanya tren peningkatan angka perceraian setiap tahunnya.

Data dari Januari hingga Juli 2025 menunjukkan sebanyak 145 permohonan perceraian diajukan di Aceh Barat, dengan 109 perkara di antaranya merupakan cerai gugat, diajukan oleh pihak istri.

"Yang kami utamakan adalah perdamaian. Keberhasilan seorang hakim bukan pada jumlah putusan cerai yang dikabulkan, tetapi ketika ia berhasil mendamaikan pasangan yang berselisih," ujarnya.

Ansharullah menjelaskan, upaya mediasi dilakukan sejak awal perkara diajukan. Mahkamah juga berpegang pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2023 yang mensyaratkan adanya perselisihan dan pisah rumah selama 6 bulan sebagai dasar dikabulkannya perceraian. Ia juga menekankan bahwa sebelum sampai ke pengadilan, penyelesaian melalui mekanisme adat di gampong sebaiknya dilakukan lebih dahulu.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Aceh menjelaskan bahwa peningkatan angka perceraian ini tidak bisa hanya dilihat dari hasil akhirnya saja. Perlu juga dicermati akar permasalahannya, termasuk berbagai layanan yang mungkin bisa diakses pasangan suami-istri, sehingga upaya pencegahan dapat dilakukan sejak dini.

"Saat ini ada berbagai layanan yang tersedia untuk peningkatan ketahanan keluarga. Juga layanan konsultasi. Kita berharap melalui berbagai kegiatan dan media sosial lembaga pelaksana, informasi ini tersampaikan dengan baik, sehingga mereka bisa mengakses layanan yang dibutuhkan."

Selanjutnya Ansharullah menambahkan bahwa penyebab perceraian didominasi oleh tidak terpenuhinya kewajiban suami terhadap istri, seperti nafkah, serta meningkatnya kasus perjudian online yang merusak ekonomi keluarga. Perselingkuhan juga menjadi penyebab, namun jumlahnya tidak sebanyak faktor ekonomi dan konflik rumah tangga lainnya. Perceraian bukan hanya urusan hukum, tetapi juga berdampak luas terhadap sosial, ekonomi, dan psikologi keluarga terutama anak. Hak asuh, nafkah anak, dan trauma keluarga menjadi bagian dari kompleksitas pascaperceraian yang perlu perhatian serius.

"Status ayah dan ibu tetap melekat meskipun sudah bercerai. Yang paling terdampak dari perceraian adalah anak," ujar Ansharullah.

Kedua narasumber sepakat bahwa perlu ada sinergi dan kebijakan bersama untuk menekan angka perceraian. Dian Rubianty menegaskan bahwa perceraian bukan hanya persoalan pribadi, tetapi merupakan tanggung jawab sosial yang berdampak pada kondisi sosial, ekonomi, dan pendidikan anak-anak.

"Kita berharap bahwa persoalan keluarga tidak hanya menjadi keprihatinan pasangan, tapi menjadi tanggung jawab kita bersama. 'Baiti Jannati' bukan hanya slogan, tapi komitmen untuk menjadikan keluarga sebagai pondasi bangsa," tegasnya.

Ombudsman RI Perwakilan Aceh menyatakan siap untuk terus bersinergi dengan lembaga dan instansi terkait demi menjamin pelayanan publik yang berkualitas di sektor keluarga dan pernikahan. Permasalahan perceraian tidak boleh dianggap sepele, karena dari keluarga yang kuatlah lahir masyarakat dan bangsa yang sejahtera.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...