• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Tujuh Pemda di NTB Masuk Zona Kuning Nilai Kepatuhan Pelayanan Publik
PERWAKILAN: NUSA TENGGARA BARAT • Selasa, 27/12/2022 •
 
Kepala Ombudsman RI perwakilan NTB Dwi Sudarsono (Didit/Lombok Post)

MATARAM-OPD lingkup Pemprov NTB tidak melakukan pembenahan untuk mematuhi standar pelayanan publik. Terlihat dari hasil penilaian yang dilakukan Ombudsman di tahun 2022.

"Skor poinnya 80,71. Turun dibandingkan tahun 2021 yang 83,89," kata Kepala Ombudsman RI (ORI) NTB Dwi Sudarsono.

Pemprov bukan satu-satunya pemda yang nilai kepatuhan standar pelayanan publiknya anjlok. Ombudsman bahkan mencatat 10 pemda lainnya mengalami hal serupa. "Turun semua. Bahkan 7 pemda masuk zona kuning," ujarnya.

Hasil penilaian Ombudsman, pemda yang masuk zona kuning di 2022 antara lain, Kota Mataram 64,68 dari sebelumnya 85,97; Lombok Utara turun ke 60,98 dari 84,61; Lombok Timur menjadi 68,82 dari 88,29.

Kabupaten Sumbawa di 2021 mendapat penilaian 79,65, harus kembali turun menjadi 67,24. Sumbawa Barat di 2022 nilainya 74,08 dari sebelumnya 88,38. Dompu 66,32 dari sebelumnya 71,34 pada tahun 2021. Kabupaten Bima 57,22 dari sebelumnya 69,01.

Sementara untuk pemda di zona hijau angka tertingginya berada di Kota Bima, namun hanya 82,11 poin, turun dibandingkan tahun sebelumnya 97,5 poin. Setelah itu ada Lombok Barat 81,02 dari sebelumnya 95,72; Pemprov NTB 80,71; dan Lombok Tengah 80,36 turun dari 89,91.

Anjloknya nilai kepatuhan standar pelayanan publik, membuat tidak satupun pemda di NTB berada dalam 10 besar nasional. Padahal di tahun lalu, Kota Bima masuk tiga besar nasional.

Dwi menyebut ada empat faktor yang membuat kepatuhan pelayanan publik di NTB terjun bebas. Pertama, adanya peruban instrumen penilaian dari tahun sebelumnya. Di tahun 2021, penilaian hanya fokus pada standar pelayanan. Tapi di 2022 ini, ada tiga dimensi penilaian tambahan, seperti kompetensi penyelenggara serta sarana prasarana.

"Termasuk persepsi maladministrasi dari masyarakat pengguna layanan dan pengelolaan pengaduan," ungkap Dwi.

Kedua, pelayanan di OPD belum dilengkapi standar pelayanan secara manual dan elektronik. Pada tahun 2021, beberapa OPD memiliki standar pelayanan lengkap, tapi di tahun ini sebagian besar justru tidak tersedia.

Dwi mengatakan, beberapa OPD tidak memberikan dokumen pendukung standar pelayanan, meski telah diminta Ombudsman. Ini turut mempengaruhi penilaian.

Kemudian faktor keempat, Ombudsman masih menemukan ada OPD yang tidak mencatat dan mengelola pengaduan. Padahal pengaduan dari pengguna layanan menjadi poin penting dalam perbaikan pelayanan publik. "Ini masuk dalam salah satu instrumen penilaian," ungkapnya.

Lebih lanjut, Dwi berharap kepala daerah di Provinsi NTB terus membangun komitmen meningkatkan kualitas pelayanan publik. Sehingga penilaian di 2022 bisa menjadi penyemangat untuk perbaikan pelayanan publik pada tahun depan.

"Ombudsman juga berkomitmen untuk tetap melakukan asistensi dan monitoring, agar ada perbaikan untuk pelayanan publik di pemda," tegas Dwi. (dit/r5)





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...