Tradisi Maulid dan Kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW

KBRN, Gorontalo: Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Gorontalo, Muslimin B. Putra menilai tradisi Maulid Nabi di Gorontalo menjadi salah satu bentuk nyata kecintaan umat Islam kepada Nabi Muhammad SAW. Senin (15/09/2025).
Hal itu Ia sampaikan usai menghadiri peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Mesjid Al-Mutmainnah, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, belum lama ini.
Peringatan Maulid di Gorontalo diwarnai dengan tradisi walima, yakni wadah tempat menggantung berbagai makanan kecil yang dibawa oleh warga ke masjid. Makanan tersebut kemudian dibagikan kepada peserta pengajian dan anak-anak yang hadir. Tradisi ini menjadi salah satu ciri khas masyarakat Gorontalo dalam merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
"Saya bersyukur bisa menyaksikan kegiatan pengajian sepanjang malam hingga pagi hari dan menyambut baik partisipasi warga dalam membawa makanan dalam wadah walima. Ini adalah wujud kecintaan warga terhadap junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi uswatun hasanah, suri tauladan umat hingga kini," ujar Muslimin.
Alumni FISIP Universitas Hasanuddin tersebut juga mengatakan, peringatan Maulid bukan sekadar seremonial, melainkan momentum untuk meneladani kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat yang adil dan inklusif.
"Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW mengingatkan kita akan kepemimpinan beliau dalam membentuk Negara Madinah dan menyebarkan ajaran Islam yang pengaruhnya masih terasa hingga ke seluruh dunia saat ini. Sebagai pemimpin umat sekaligus kepala negara, beliau telah meletakkan dasar-dasar bernegara yang kini kita kenal sebagai prinsip pelayanan publik," tuturnya.
Muslimin menambahkan bahwa nilai-nilai kepemimpinan Nabi yang demokratis, partisipatif, dan berkeadilan relevan untuk diimplementasikan dalam pelayanan publik masa kini.
"Nabi Muhammad SAW berhasil menjalankan peran sebagai pemimpin agama dan politik. Beliau memimpin masyarakat yang majemuk secara karismatis dan demokratis. Dalam struktur Negara Madinah, beliau membentuk masyarakat inklusif, membangun sistem ekonomi dengan mendirikan pasar, serta merancang perekonomian yang adil dan berkelanjutan," tambahnya.
Ia melanjutkan, kepemimpinan Rasulullah tidak hanya bersifat religius, tetapi juga bersifat politis dan sosial. Setelah hijrah dari Mekah pada tahun 622 Masehi, Nabi Muhammad mendirikan Negara Madinah sebagai pusat dakwah dan kekuasaan Islam. Ia kemudian menyusun Piagam Madinah yang menjadi konstitusi Islam pertama, mengatur prinsip keadilan, persaudaraan, dan toleransi dalam masyarakat majemuk.
Di bawah kepemimpinannya, Madinah tumbuh menjadi pusat peradaban dan basis penyebaran Islam. Piagam ini juga menegaskan pentingnya relasi yang harmonis antara Muslim, Yahudi, dan non-Muslim lainnya.
"Rasulullah juga berhasil menyatukan kaum Muhajirin (dari Mekah) dan Anshar (penduduk Madinah) dengan menanamkan semangat persaudaraan serta menolak sentimen kesukuan," pungkasnya.








