Tanpa Sosialisasi, Ombudsman Kepri Kritik Rencana Kenaikan Pajak Kendaraan
batampos - Ombudsman Perwakilan Kepri mengkritik rencana Dinas Pendapatan (Dispenda) Kepri yang akan menaikan pajak kendaraan baru mulai 5 Januari 2025 mendatang. Kebijakan itu terkesan tergesa-gesa, tanpa melibatkan pihak terkait dan sosialisasi kepada masyarakat.
Ketua Ombudman Kepri, Lagat Siadari menilai rencana Dispenda Kepri menaikan tarif pajak kendaraan baru mulai 5 Januari 2025, terlalu cepat. Sebab penerapan itu tanpa melibatkan pihak terkait (seperti showroom) dan sosialisasi ke masyarakat.
"Seharusnya ada sosialisasi yang jelas kepada masyarakat dan juga harus berumbuk dengan pihak terdampak seperti showroom atau dealer, ini kan tidak," ujar Lagat.
Menurut dia, selama ini masyarakat hanya membayar pajak tanpa tahu untuk apa pajak tersebut digunakan. Prinsipnya, pajak itu harus memberikan manfaat timbal balik, misalnya untuk pembangunan infrastruktur seperti perbaikan jalan.
"Kami mengecam rencana kenaikan ini. Yang mana pajak memiliki timbal balik untuk masyarakat, contohnya pembangunan jalan. Nah ini, sejak tahun 2023, Pemrov Kepri tak lagi melakukan perbaikan jalan, jadi uang pajak itu dikemanakan dan untuk apa bagi Dispenda," ujar Lagat.
Lagat menyoroti bahwa pengelolaan dana pajak kendaraan selama ini tidak transparan, khususnya di wilayah Batam. Ia menyebut bahwa masyarakat masih mengeluhkan kondisi jalan yang buruk, meskipun kontribusi pajak kendaraan di daerah tersebut cukup besar. Berdasarkan data yang ada, setiap tahunnya sekitar 250 ribu kendaraan roda empat dan 400 ribu kendaraan roda dua terdaftar sebagai wajib pajak di Kepri. Namun, alokasi anggaran hasil pajak ini tidak dirasakan masyarakat.
"Kalau pajak itu benar-benar dimanfaatkan untuk pembangunan, seperti jalan yang baik, masyarakat tentu akan mendukung. Tapi, kalau tidak ada timbal balik yang jelas, ini tidak adil. Apalagi mau menaikkan pajak, itu justru semakin membebani masyarakat," ujarnya.
Ia juga mempertanyakan Surat Keputusan Gubernur Kepri Nomor 485 Tahun 2023 yang menjadi dasar kebijakan ini. Menurutnya, Kepri tak lagi melakukan perbaikan jalan, begitu juga nasional. Perbaikan jalan di Kepri hanya dilakukan pemerintah daerah, contohnya Batam hanya di Pemko ataupun Badan Pengusahaan Batam.
Lagat juga mengingatkan bahwa masyarakat membutuhkan kejelasan dan tanggung jawab dari pemerintah terkait pengelolaan pajak yang sudah dipungut.
"Jangan sampai pajak ini hanya menjadi beban tambahan. Pemerintah harus memastikan bahwa dana yang diambil dari rakyat benar-benar dikembalikan dalam bentuk layanan dan fasilitas yang lebih baik," tambahnya.
Lebih lanjut, Lagat menggarisbawahi bahwa prinsip keadilan menjadi hal utama dalam pengelolaan pajak. Menurutnya, pemerintah tidak boleh hanya berfokus pada target penerimaan pajak tanpa memikirkan manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Pada prinsipnya, pajak itu harus menguntungkan kedua belah pihak.
"Negara menerima pajak untuk pembangunan, sementara masyarakat mendapatkan manfaatnya. Kalau tidak ada keadilan dalam kebijakan ini, masyarakat akan terus mempertanyakan, dan ini bisa menimbulkan ketidakpercayaan," ujarnya.
Lagat meminta agar Dispenda Kepri meninjau ulang rencana kenaikan pajak kendaraan baru ini. Ia menekankan pentingnya adanya dialog terbuka dengan semua pihak, terutama masyarakat sebagai wajib pajak. Selain itu, ia juga meminta pemerintah untuk memprioritaskan pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Kepri sebelum memutuskan untuk menambah beban pajak.
"Jangan hanya memikirkan cara menambah pemasukan. Tanggung jawab pemerintah adalah memastikan dana pajak digunakan dengan baik dan masyarakat mendapatkan manfaat yang nyata. Kalau tidak, kebijakan seperti ini hanya akan menjadi beban tambahan bagi rakyat yang sudah kesulitan," tutupnya. (*)