Solusi Pelayanan Publik yang Prima

NEGARA menjamin pelayanan publik bagi masyarakat dalam Undang-Undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009 yang menandakan bahwa pelayanan publik merupakan hak warga negara dan kewajiban negara dalam penyelenggaraannya. Bercerita mengenai pelayanan publik, maka tidak akan jauh dari hal yang bersifat administratif di mana negara membangun sistem administrasi sebagai arah kebijakan dan pemerintahan.
Kenyataannya, sistem administrasi yang dijalankan oleh aparatur negara dalam penyelenggaraan pelayanan publik saat ini sedikit banyak masih dipengaruhi oleh peninggalan pemerintah kolonial. Patologi birokrasi masih muncul dalam penyelenggaraan pelayanan publik di daerah.
Proses dan struktur sistem administrasi yang telah dibangun dijadikan sebagai sebuah instrumen untuk lebih mengatur masyarakat dan mengawasi perilaku masyarakat dibanding mengatur dan mengawasi pemerintah dalam menjalankan tugasnya memberi pelayanan pada masyarakat. Banyak masalah penting yang masih terjadi dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik, misalnya, diskriminasi pelayanan, belum adanya kepastian waktu dan biaya, serta tingkat kepuasan masyarakat yang masih rendah terhadap pelayanan publik itu sendiri (Arnita, dkk 2020).
Dilansir dari laman menpan.go.id, pada tahun 2020, dalam indikasi Ease of Doing Business (EoDB,) Indonesia berada di peringkat ke-73 dari 190 negara terkait standar pelayanan meliputi waktu, biaya, dan prosedur. Peringkat ini masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah yaitu di peringkat 40 di tahun 2022 ini untuk mewujudkan pelayanan yang prima.
Standar pelayanan dalam UU 25/2009 didefinisikan menjadi tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan teratur. Sesuai dengan kata standar maka penyelenggara layanan harus memenuhi setidaknya batas minimum komponen-komponen pelayanan yang sudah terstandardisasi sebagaimana diatur dalam ketentuan ini. Lantas, bagaimana pelayanan dapat dikatakan sangat baik atau prima?
Pelayanan yang Prima
Menurut Sinambela, 2008 (dalam Arnita dkk, 2020) pelayanan yang prima harus memiliki transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, dan kesamaan hak. Transparan bermakna pelayanan bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses semua pihak yang membutuhkan, penyediaan pelayanan harus memadai dan mudah dipahami. Akuntabilitas bermakna pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan. Kondisional bermakna pelayanan harus sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan, bersifat efektif dan efisien.
Partisipatif bermakna pelayanan dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat. Terakhir, kesamaan hak bermakna pelayanan tidak diskriminatif dari aspek apapun. Salah satu upaya mewujudkan pelayanan prima untuk keterjangkauan dan kemudahan layanan kepada masyarakat adalah melalui reformasi administrasi publik.
Reformasi Administrasi Publik
Reformasi administrasi publik adalah suatu upaya perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana dari segala aspek kehidupan, terutama aspek penyelenggaraan administrasi negara sehingga dapat mencapai tujuan secara rasional. Reformasi administrasi publik diharapkan dapat mendorong terwujudnya pemerintahan yang baik, memperbaiki kinerja, dan memperbaiki praktik administrasi yang tidak sehat (Intan, 2017).
Indonesia melalui Kemenpan RB kemudian gencar melakukan upaya reformasi administrasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik mulai dari program mal pelayanan publik (MPP), kompetisi pengelolaan pengaduan pelayanan publik, kompetisi inovasi pelayanan, dan sebagainya. Sedikit kita ulas masing-masing bentuk reformasi ini.
*Mal pelayanan publik. Mal pelayanan publik mengubah struktur dan prosedur birokrasi menjadi lebih efisien kemudian mengubah pelayanan ini menjadi istimewa dan berkualitas. Mal pelayanan publik (MPP) diadopsi dari program public service hall (PSH) milik negara Georgia.
PSH merupakan pusat pelayanan terpadu dan terintegrasi antara pemerintah pusat serta pemerintah daerah untuk melayani masyarakat Georgia. Saat ini Pemerintah Georgia telah membangun 26 PSH di negerinya yang menyediakan lebih dari 450 layanan, serta diakses oleh 20.000 lebih masyarakat Georgia dan warga negara asing yang menetap di sana.
Kehadiran PSH di Georgia telah mampu meningkatkan peringkat Ease of Doing Business (EoDB) atau kemudahan berusaha. Dalam ranking EoDB yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, Georgia mampu menempati posisi 7 pada tahun 2020 dari posisi ke-16 pada tahun 2017. (ald/HUMAS MENPANRB, 8 Juni 2022)
* Inovasi pelayanan publik. Inovasi pelayanan publik bermakna memperkenalkan ide baru, barang baru, pelayanan baru, dan cara-cara baru yang lebih bermanfaat untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik. (Ahmad, 2020). Kini, inovasi pelayanan publik bersifat lokal dan detail disesuaikan dengan kebutuhan, kapasitas, dan kearifan daerah demi mempercepat dan meningkatkan kemudahan dan jangkauan layanan. UU 25/2009 membuka peluang partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraannya makin menguatkan sifat inovasi pelayanan yang lokalitas namun dengan mutu global.
* Pengelolaan pengaduan. Pengelolaan pengaduan merupakan amanat UU 25/2009 yang tertuang dalam Pasal 8, 21, 36, dan 37 yang menjadikan pengelolaan pengaduan sebagai roh dalam pelayanan publik. Pengaduan tidak boleh dianggap sebagai pelengkap atau tugas tambahan namun merupakan bagian dari keseluruhan layanan.
Pemerintah meregulasikan kewajiban pengelolaan pengaduan pelayanan publik melalui Perpres 76 Tahun 2013 dan kemudian mengintegrasikan pengelolaan melalui Permen PAN & RB 62/2018 tentang Pedoman Sistem Pengaduan Pelayanan Publik Nasional agar tercipta pelayanan yang efektif, efisien, dan mudah. Pengaduan dipercaya pemerintah sebagai sarana kritik yang konstruktif, aspiratif, dan apresiatif, serta menjadi ruang partisipasi pengawasan masyarakat.
Pengawas pelayanan publik
Selain masyarakat, salah satu pengawas eksternal pelayanan publik adalah Ombudsman Republik Indonesia. Dalam UU 37/2008 tentang Ombudsman RI, Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Ombudsman menginvestigasi apakah terjadi malaadministrasi dalam pelaksanaan pelayanan publik dan mengeluarkan produk hukum.
Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan
Keberadaan Ombudsman kemudian membulatkan keseriusan pemerintah sebagai pelayan masyarakat. Ombudsman menjadi alternatif lembaga penyelesaian di luar pengadilan, yang lebih fleksibel dan cepat untuk menguraikan permasalahan pelayanan publik. Ombudsman juga dijamin independensinya yang dapat dikategorikan sejajar dan tidak di bawah pengaruh satu kekuasaan lain. Siapa pun yang memegang kartu identitas WNI atau WNA dan di mana pun di 34 provinsi di Indonesia bisa melapor ke Ombudsman RI pusat atau perwakilan masing-masing provinsi.
Keberadaan Ombudsman kemudian membulatkan keseriusan pemerintah sebagai pelayan masyarakat. Masyarakat kemudian diberikan ruang partisipatif untuk menggunakan haknya untuk memanfaatkan layanan Ombudsman melalui kanal pengaduan yang telah disediakan dan turut mewujudkan pelayanan publik yang prima. (*)