Sekolah Rakyat 17 Tabanan Dipantau Ombudsman Bali, Soroti Kesejahteraan Guru dan Fasilitas Sekolah
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Bali, Ni Nyoman Sri Widhiyanti melakukan kegiatan monitoring ke Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 17 Tabanan pada hari Selasa, 21 Oktober 2025, sebagai bagian dari upaya memastikan kualitas pelayanan publik di bidang pendidikan berjalan dengan baik.
Kunjungan ini menyoroti sejumlah aspek penting mulai dari fasilitas sekolah, kesejahteraan guru, hingga kondisi siswa yang membutuhkan perhatian khusus.
Sekolah Rakyat 17 Tabanan saat ini menampung 75 siswa dari berbagai daerah, seperti Tabanan, Badung, Denpasar, dan Buleleng. Mereka dibina dalam tiga rombongan belajar dengan dukungan 13 guru dan 16 tenaga kependidikan. Para siswa tinggal di asrama yang disediakan sekolah, dengan ruang belajar yang dinilai cukup memadai.
Namun demikian, hasil pemantauan menunjukkan masih terdapat sejumlah sarana dan prasarana yang perlu dilengkapi. Fasilitas seperti laboratorium IPA, laboratorium TIK, ruang bimbingan konseling, serta peralatan olahraga belum tersedia.
Pihak sekolah menjelaskan bahwa pengadaan fasilitas tersebut telah diajukan ke pemerintah pusat, sementara peralatan dasar seperti meja dan kursi saat ini berasal dari bantuan Kementerian PUPR.
"Untuk sementara, sekolah hanya diperbolehkan membeli kebutuhan habis pakai seperti alat tulis kantor," ujar Kapala TU I Wayan Budi Artawan, Selasa (21/10/2025).
Meski dengan keterbatasan, semangat belajar siswa tetap tinggi. Sekolah menyediakan kegiatan ekstrakurikuler Pramuka, Futsal, dan Tari sebagai sarana pengembangan minat dan karakter. Guru Bimbingan Konseling (BK) juga berperan penting dalam menjaga kesehatan mental siswa. Tidak sedikit siswa yang mengeluhkan rasa jenuh dan rindu terhadap orang tua, mengingat seluruh siswa di asrama jauh dari keluarga.
Sebagai solusi, pihak sekolah mengadakan kegiatan outing ke tempat wisata dan kawasan konservasi penyu untuk memberi suasana belajar yang lebih menyenangkan.
Untuk menjaga kedisiplinan, sekolah menerapkan sejumlah aturan, antara lain batas penggunaan gawai hanya di jam-jam tetentu antara pukul 16.00 hingga 21.00, serta kewajiban membuat surat izin resmi bagi siswa yang ingin keluar lingkungan sekolah. Orang tua juga diberikan jadwal kunjungan rutin setiap Sabtu dan Minggu.
Dalam aspek inklusivitas, terdapat dua siswa disabilitas yang mengalami Down Syndrome dan kecemasan tinggi, yang memerlukan pendampingan khusus. Selain itu, 10 siswa masih mengalami kesulitan membaca, sehingga guru memanfaatkan jam kosong untuk memberikan bimbingan tambahan.
"Anak-anak ini perlu perhatian lebih, dan kami berusaha semampu kami untuk mendampingi agar tidak tertinggal," tutur salah satu guru dengan nada haru.
Dari sisi kesejahteraan tenaga pendidik, para guru menyampaikan bahwa gaji rutin diterima dengan lancar, namun tunjangan tambahan belum diberikan. Sebagian guru mulai bertugas sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sejak 14 Juli 2025.
Selain persoalan internal, identitas Sekolah Rakyat belum banyak diketahui oleh publik. Plang nama Sekolah Rakyat sebenarnya telah tersedia, namun belum terpasang di jalan utama. "Saya harap plang bisa segera dipasang di depan agar sekolah ini lebih mudah dikenal masyarakat," ungkap Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Bali.
Melalui kegiatan monitoring ini, Ombudsman RI Perwakilan Bali menegaskan pentingnya pemenuhan hak-hak dasar siswa dan guru, serta memastikan seluruh sekolah rakyat di Bali mendapat perhatian dari pemerintah.
Monitoring semacam ini menjadi langkah nyata untuk memastikan bahwa pendidikan di daerah, khususnya di sekolah rakyat, tidak hanya berjalan secara administratif, tetapi juga memberi ruang tumbuh bagi anak-anak dalam lingkungan belajar yang sehat, aman, dan inklusif. (Rls)








