Revitalisasi KUA Se-Babel, Ombudsman Babel Bahas Standar Pelayanan Publik Hingga Perceraian

PANGKALPINANG,www.wowbabel.com -- Kementerian Agama Kepulauan Bangka Belitung menggelar Focus Grup Discussion (FGD) tentang Revitalisasi KUA di tingkat provinsi pada Senin (23/5/2022).
Dalam kegiatan tersebut Kemenag Babel menggandeng Ombudsman Perwakilan Babel untuk menjelaskan fungsional Ombudsman sebagai magistrature of Influence khususnya di Provinsi Bangka Belitung.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kepulauan Bangka Belitung, Shulby Yozar Ariadhy memaparkan peran dan fungsi Ombudsman sebagai magistrature of influence atau lembaga pemberi pengaruh yang berfokus pada perbaikan sistemik, bukan sebagai magistrature of sanction atau lembaga pemberi sanksi seperti lembaga penegak hukum.
"Ombudsman merupakan lembaga yang fokusnya berorientasi pada penyelesaian dan perbaikan sistem jangka panjang. Dalam menjalankan tugasnya, Ombudsman RI juga memiliki superioritas kewenangan sebagaimana ketentuan UU 37/2008 diantaranya hak imunitas, upaya paksa dengan berkoordinasi dengan Polri, konsekuensi pidana penjara paling lama dua tahun dan denda 1 milliar rupiah bagi yang menghalang halangi pemeriksaan Ombudsman, dan Kepala Daerah dapat dibina apabila tidak menjalankan rekomendasi Ombudsman. Sebagaimana pasal 351 ayat (5) UU 23/2014," terang Yozar dalam rilis resminya, Selasa (24/5/2022).
Dalam sesi diskusi kegiatan tersebut, terdapat beberapa pertanyaan dari peserta FGD kepada Ombudsman. Salah satu peserta mempertanyakan perihal proses penyelesaian laporan kepada Ombudsman jikalau ada pasangan yang ingin menikah akan tetapi Kantor Urusan Agama (KUA) setempat tidak membuka jam pelayanan atau tidak buka.
Menanggapi hal tersebut, Yozar menyampaikan bahwa pada dasarnya ada verifikasi formil dan materiil yang dilakukan Ombudsman. Setelah lolos verifikasi tersebut Ombudsman akan menentukan mekanisme apa yang tepat.
"Misalnya terkait masyarakat ingin menikah namun KUA nya tutup terus. Ini kan ada standar pelayanannya, baik mekanisme, syarat dan waktunya. Berkenaan dengan waktu penyelesaiannya, maka Ombudsman dapat menindaklanjutinya dengan mekanisme Respon Cepat Ombudsman (RCO), sebab pelayanan pernikahan termasuk hal yang terbatas waktunya atau perlu cepat penyelesaian," jelas Yozar.
Sementara itu, salah seorang peserta yang merupakan seorang Kepala KUA Kabupaten Bangka Tengah juga mempertanyakan kewenangan Ombudsman dalam menyelesaikan proses perceraian yang dilakukan oleh oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berpotensi mengabaikan hak istri dan anaknya.
Menurut Yozar tidak hanya urusan pernikahan, Ombudsman juga berwenang dalam menindaklanjuti proses perceraian yang dilakukan oleh ASN selagi hal tersebut belum pernah masuk ke ranah pengadilan.
"Terkait dugaan pengabaian hak istri, hal itu perlu kita dalami lebih lanjut dengan merujuk ketentuan yang ada pada PP 10/1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS, PP 45/1990 (perubahan PP 10/1983), serta peraturan turunannya yaitu SE Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 48 Tahun 1990 tentang juklak pelaksana PP 45/1990. Disana kita dapat melihat bagaimana peran atasan ASN tersebut, mekanismenya, dan hal krusial lainnya," tukas Yozar.(gn/wb)








