• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

PPDB Jalur Khusus Berbayar Merupakan Mal Administrasi
PERWAKILAN: KEPULAUAN BANGKA BELITUNG • Rabu, 07/06/2023 •
 
Shulby Yozar Ariadhy, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kep. Bangka Belitung

POSBELITUNG.CO, BANGKA - Temuan Harian Bangka Pos tentang adanya potensi penerimaan peserta didik baru (PPDB) jenjang SD melalui jalur khusus berbayar.

Untuk penambahan rombongan belajar atau siswa di luar kuota yang ditetapkan, juga kerap ditemukan oleh Ombudsman sejak tahun 2020.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bangka Belitung, Shulby Yozar Ariadhy mengatakan pihaknya telah menemukan hal serupa sejak tahun 2020, bahkan tidak lagi bersifat potensi tapi sudah dalam bentuk mal administrasi pada kegiatan penerimaan siswa baru.

 

Beberapa persoalan yang ditemukan di antaranya, adanya penambahan rombongan belajar (rombel) atau kelas dengan alasan seperti agar tidak ada anak yang tidak bersekolah dan kesepakatan bersama antara wali murid dan pihak sekolah untuk biaya mobiler, misalnya.

 

Padahal, menurut Shulby secara normatif alasan-alasan itu tidak bisa membenarkan jalur khusus berbayar yang jelas-jelas telah melanggar regulasi PPDB yang telah diatur oleh kementerian.

"Dasar hukum jelas, Permendikbud nomor 1 tahun 2021 pasal 27 ayat 2 huruf b, menyatakan bahwa sekolah negeri dilarang melakukan pungutan dan atau sumbangan yang terkait dengan pelaksanaan PPDB, atau perpindahan peserta didik," kata Shulby, Selasa (6/6/2023).

 

Terkait adanya kesepakatan ketika wali murid membayar mobiler ke pihak sekolah agar dapat memasukkan anaknya di luar kuota rombel yang telah ditetapkan, Ombudsman Babel justru mempertanyakan bagaimana prinsip akuntabilitas dari tindakan tersebut.

Artinya, Shulby meragukan pihak mana yang mampu mengontrol dan menjamin bahwa kesepakatan jalur khusus tersebut dapat bersifat adil bagi semua wali murid tanpa ada kriteria tertentu.

 

Menurut Shulby, kesepakatan jalur khusus tersebut justru menimbulkan permasalahan baru yang awalnya mekanisme zonasi pada PPDB diharapkan dapat meniadakan sekolah favorit tidak akan tercapai dan terbukti sampai saat ini juga belum terselesaikan.

Sehingga, Ombudsman menilai proses penerimaan siswa baru ini hanya ditinjau pada saat momentum PPDB saja, padahal harusnya berkaitan dengan design kebijakan pendidikan secara umum.

 

Misalnya, tentang distribusi kualitas guru dan sarana prasarana sekolah secara merata.

Jika tidak ada peninjauan demikian, maka wajar-wajar saja jika masyarakat kemudian memfavoritkan sekolah tertentu ketika pemerintah daerah tampak berpihak ke sekolah tertentu juga.

"Pada kenyataannya kami juga masih melihat loh, sebenarnya ada justru siswa yang jarak tempat tinggal dengan sekolah tertentu dekat malah tidak bisa mengakses," ungkapnya.

 

Sama halnya dengan jalur khusus berbayar, persoalan tersebut juga hampir ditemukan oleh Ombudsman Babel di setiap tahun pelajaran baru.

Sehingga seharusnya hal-hal tersebut bisa diantisipasi sejak awal melalui design kebijakan pendidikan soal sarpras dan kualitas guru yang terencana dengan baik.

 

Shulby menyarankan, jika memang pemerintah daerah atau sekolah-sekolah merasa sistem zonasi mempunyai kekurangan yang harus dievaluasi sebaiknya disampaikan ke kementerian terkait yang mengatur tentang PPDB.

"Ya harus disampaikan evaluasi kepada pihak terkait misalnya ke kementerian pendidikan kalau memang dirasa ada suatu sistem yang tidak cocok di daerah tertentu yang diatur Kemendikbud terkait PPDB, harusnya disampaikan," jelasnya.

 

"Sehingga kemudian persoalan lapangan, teknis lapangan bisa diatasi, kemudian kami kira memang permasalahan PPDB itu didesign pada saat PPDB saja, tapi tidak design pendidikan secara umum terkait dengan pemerataan kualitas dan sarana serta distribusi siswa," demikian kata Shulby Yozar Ariadhy.

 

(Bangkapos.com/Sepri Sumartono)

 





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...