• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Peran Pengawas Internal dan Ombudsman selaku Pengawas Eksternal dalam Pemerintahan
PERWAKILAN: KEPULAUAN BANGKA BELITUNG • Jum'at, 29/08/2025 •
 

Dalam sistem pemerintahan, pengawasan merupakan elemen penting yang tidak dapat diabaikan. Tanpa adanya mekanisme pengawasan yang efektif, penyelenggaraan pemerintahan akan rawan penyalahgunaan kewenangan, kebocoran anggaran, hingga praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, pengawasan hadir sebagai alat untuk memastikan bahwa setiap kebijakan, program, dan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah benar-benar sesuai dengan aturan hukum, prinsip akuntabilitas, serta kepentingan rakyat. Di Indonesia, pengawasan dibagi menjadi dua bentuk utama, yaitu pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Keduanya memiliki karakteristik berbeda, tetapi saling melengkapi dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Pengawasan internal adalah mekanisme yang dilakukan oleh lembaga atau unit yang berada di dalam tubuh birokrasi itu sendiri. Artinya, pengawasan dilakukan oleh instansi yang masih berada dalam garis komando pemerintahan. Contohnya adalah Inspektorat Jenderal di tingkat kementerian, Inspektorat Daerah di tingkat pemerintah provinsi atau kabupaten/kota, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang memiliki kewenangan melakukan audit dan pengawasan secara lebih luas di tingkat nasional. Pengawasan internal biasanya menyasar hal-hal teknis seperti tata kelola administrasi, keuangan, maupun efektivitas pelaksanaan program. Dengan demikian, pengawasan internal memiliki fungsi preventif dan korektif agar kesalahan birokrasi tidak berlarut-larut dan dapat segera diperbaiki dari dalam.

Sebagai bagian dari struktur birokrasi, pengawas internal memiliki keunggulan dalam hal kedekatan operasional dengan unit-unit pelaksana kebijakan. Ini memungkinkan mereka untuk mendeteksi masalah sejak dini dan menyarankan langkah-langkah korektif secara cepat sebelum permasalahan menjadi lebih besar. Selain itu, pengawas internal juga memainkan peran preventif dalam mencegah terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) melalui penilaian risiko, pembinaan teknis, serta penguatan tata kelola organisasi. Namun, karena berada di bawah satu atap dengan institusi yang diawasi mengakibatkan adanya potensi konflik kepentingan, mengingat pengawas dan pihak yang diawasi masih berada dalam satu organisasi. Tidak jarang, pengawas internal merasa sungkan atau bahkan takut untuk memberikan laporan yang objektif jika pihak yang diperiksa adalah atasan atau pejabat berpengaruh dalam birokrasi. Hal ini dapat menyebabkan lemahnya pengawasan internal sehingga hanya menjadi formalitas, tanpa mampu mendeteksi dan mencegah terjadinya maladministrasi atau penyalahgunaan kewenangan yang merugikan publik. Keterbatasan lain adalah keterikatan pada struktur birokrasi yang sering membuat pengawasan internal lebih fokus pada aspek administratif ketimbang kepentingan masyarakat luas

Di sisi lain, pengawasan eksternal hadir sebagai mekanisme kontrol yang dilakukan oleh lembaga independen di luar birokrasi pemerintah. Keberadaan pengawas eksternal dimaksudkan untuk mengimbangi potensi kelemahan pengawas internal yang cenderung terikat pada hierarki organisasi. Di Indonesia, lembaga yang memiliki fungsi pengawasan eksternal antara lain adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengaudit keuangan negara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berfokus pada pemberantasan korupsi, lembaga peradilan yang memiliki kewenangan mengadili penyimpangan hukum, serta Ombudsman Republik Indonesia yang mengawasi pelayanan publik.

Fungsi pengawas eksternal sangat krusial karena memberikan jaminan bahwa pemerintah tidak hanya bekerja secara efisien secara internal, tetapi juga adil, transparan, dan berpihak pada rakyat. Pengawas eksternal dapat menerima laporan dari masyarakat, melakukan investigasi independen, dan menyampaikan rekomendasi untuk memperbaiki pelayanan publik. Dengan demikian, pengawas eksternal berperan sebagai penyeimbang dalam sistem demokrasi, sehingga negara tidak dibiarkan berjalan tanpa kontrol publik yang efektif.

Salah satu lembaga pengawas eksternal yang memiliki peran penting dalam pelayanan publik adalah Ombudsman Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, Ombudsman diberi mandat untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maupun lembaga swasta yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu. Fungsi Ombudsman ini lahir dari kebutuhan masyarakat akan lembaga yang dapat menjadi jembatan antara rakyat dan pemerintah, khususnya ketika masyarakat merasa hak-haknya diabaikan atau dilanggar oleh birokrasi

Ombudsman berwenang menerima berbagai laporan dari masyarakat terkait maladministrasi. Maladministrasi sendiri mencakup beragam praktik, mulai dari penundaan pelayanan tanpa alasan jelas, prosedur berbelit-belit, diskriminasi, pungutan liar, hingga penyalahgunaan wewenang yang merugikan warga. Misalnya, ada masyarakat yang mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan administrasi kependudukan karena adanya pungutan di luar aturan resmi, atau warga yang permohonan perizinannya berlarut-larut tanpa kepastian. Dalam kasus seperti itu, Ombudsman memiliki kewenangan untuk memanggil instansi terkait, melakukan investigasi, meminta klarifikasi, dan akhirnya mengeluarkan rekomendasi perbaikan.

Kelebihan Ombudsman sebagai pengawas eksternal terletak pada independensinya. Berbeda dengan pengawas internal yang masih berada di bawah kendali birokrasi, Ombudsman berdiri sebagai lembaga negara yang independen dan tidak berada di bawah kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Hal ini membuat Ombudsman lebih bebas dalam melakukan pengawasan tanpa takut intervensi dari pihak yang diawasi. Selain itu, Ombudsman juga berorientasi langsung pada perlindungan hak masyarakat, sehingga pengawasan yang dilakukan benar-benar menempatkan kepentingan publik sebagai prioritas utama.

Dalam praktiknya, Ombudsman menjadi penghubung penting antara masyarakat sebagai pengguna layanan dan pemerintah sebagai penyelenggara layanan. Ketika masyarakat mengalami keterlambatan pelayanan, diskriminasi, perlakuan tidak adil, pungutan liar, atau prosedur yang tidak jelas, mereka dapat melapor ke Ombudsman untuk mendapatkan perlindungan hukum dan administrasi. Keputusan atau rekomendasi yang diberikan Ombudsman memang tidak bersifat memaksa seperti putusan pengadilan, namun memiliki kekuatan moral dan politis yang tinggi, serta wajib ditindaklanjuti oleh instansi terkait sesuai Pasal 38 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Ketidakpatuhan terhadap rekomendasi Ombudsman dapat menjadi dasar bagi pengawasan lebih lanjut oleh lembaga negara lainnya, termasuk DPR dan aparat penegak hukum.

Dengan demikian, keberadaan Ombudsman sebagai pengawas eksternal tidak hanya menjadi alat koreksi terhadap penyimpangan, tetapi juga menjadi katalisator bagi perbaikan sistem pelayanan publik secara menyeluruh. Keunggulan Ombudsman terletak pada independensi lembaga, pendekatan non-yudisial dalam penyelesaian masalah, dan aksesibilitas yang tinggi bagi masyarakat luas. Ombudsman juga aktif melakukan kajian kebijakan, menyusun laporan tahunan yang disampaikan kepada Presiden dan DPR, serta memberikan rekomendasi sistemik untuk perbaikan pelayanan publik lintas sektor.

Meski demikian, Ombudsman juga memiliki tantangan. Salah satu kelemahan yang sering disoroti adalah keterbatasan kewenangan eksekutorial. Rekomendasi Ombudsman pada dasarnya bersifat korektif, namun tidak selalu memiliki kekuatan hukum yang memaksa. Artinya, instansi yang diawasi dapat saja menunda atau bahkan mengabaikan rekomendasi tersebut. Kondisi ini membuat efektivitas Ombudsman terkadang bergantung pada kemauan baik dan komitmen instansi pemerintah untuk menindaklanjuti hasil pengawasan. Walaupun begitu, posisi moral dan legitimasi publik yang dimiliki Ombudsman membuat rekomendasinya tetap memiliki bobot penting dalam mendorong perubahan kebijakan maupun perbaikan pelayanan publik.

Dengan demikian, peran pengawas internal dan eksternal dalam pemerintahan bukanlah sesuatu yang bisa dipisahkan. Keduanya adalah pilar penting dalam membangun tata kelola negara yang baik. Internal menjadi benteng awal untuk menjaga disiplin birokrasi dari dalam, sedangkan eksternal, melalui lembaga seperti Ombudsman, memastikan adanya kontrol independen yang berpihak pada rakyat. Sinergi keduanya diharapkan mampu memperkuat demokrasi, meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Hanya dengan pengawasan yang efektif, pemerintahan dapat berjalan sesuai dengan prinsip keadilan, transparansi, serta kepentingan bersama.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...