Pengaruh Gen Z sebagai Pengawas Penyelenggaraan Pelayanan Publik
GENERASI Z, sering disingkat menjadi gen Z dan dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai zoomers, adalah orang-orang yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012. Sebagian besar generasi Z adalah anak-anak dari generasi X atau milenial yang lebih tua. Generasi Z lahir pada awal abad ke-21 dan menjadi generasi pertama yang tumbuh dengan akses internet dan teknologi digital sejak usia muda (Wikipedia, 2025).
Menurut David Stillman dan Jonah Stillman, gen Z adalah generasi kerja terbaru, disebut juga generasi net atau generasi internet. Sementara menurut Jean M. Twenge, gen Z adalah generasi pertama yang tumbuh dengan smartphone dan media sosial. Jadi dapat disimpulkan gen-Z adalah anak-anak yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012 yang tumbuh pada era perkembangan internet dan teknologi digital seperti smartphone dan sebagainya.
Dewasa ini kita sudah tidak asing mendengar kata gen Z baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Dalam pelbagai sektor kehidupan acapkali kita berinteraksi dengan gen-Z, di dunia maya misalnya, gen Z memegang pengaruh penting sebagai pengguna aktif media sosial (medsos).
Kita sebut saja kasus-kasus yang viral di medsos seperti kasus Vina Cirebon, penganiayaan David oleh Mario Dandy anak pejabat pajak, kasus Ronald Tannur yang menganiaya kekasihnya hingga tewas dan banyak lagi kasus lainnya. Semua kasus tersebut menjadi viral dan mendapatkan perhatian khusus dari berbagai kalangan masyarakat, instansi pemerintah, dan lembaga-lembaga terkait yang tentunya tidak lepas dari campur tangan gen Z ikut meramaikan dan menaikkan kasus tersebut ke permukaan. Fenomena ini kemudian kita kenal dengan istilah "No Viral No Justice".
Mengingat perkembangan teknologi yang makin maju dan pengaruh sosial budaya yang makin beragam sangat memungkinkan terjadinya disrupsi teknologi dalam tahapan komunikasi dan sosial masyarakat. Adapun disrupsi teknologi yang saat ini terasa adalah perkembangan informasi di media sosial. Media sosial tidak dipandang sebagai sarana komunikasi, namun juga dapat dipandang lebih luas semisalnya sebagai sarana mencari keadilan.
Sebagai contoh disrupsi teknologi terkait kasus viral awal tahun 2025 ini di mana YouTuber asal Singapura Joanna diduga dilecehkan di kawasan Jalan Braga Kota Bandung oleh oknum pengunjung di kawasan tersebut saat malam tahun baru. Hal tersebut viral di medsos setelah pasangan YouTuber Joanna dan Darien mengunggah pernyataan di akun YouTube darienandjoanna dengan judul "please help. i was molested in Indonesia by Indonesian men. Bandung, Braga Street on 31 Dec 24" yang diunggah pada 2 Januari 2025. Dalam unggahan tersebut, mereka meminta bantuan warganet untuk mencari tahu informasi mengenai oknum yang diduga melakukan pelecehan tersebut agar mereka mendapatkan keadilan. Tidak lama setelah kasus tersebut viral, oknum yang diduga melakukan pelecehan tersebut berhasil diamankan Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung.
Gen Z dan pengaruhnya
Gen Z tidak bisa dipisahkan dari media sosial sudah tidak terbantahkan. Gen Z, media sosial, dan pengaruhnya menjadi satu kesatuan yang saling terikat. Pemaparan teknologi sejak dini dan kemudahan dalam mendapatkan informasi merupakan sebuah perkembangan dalam membentuk generasi Z.
Media koran, radio, dan berita di televisi merupakan cara konvensional dalam memperoleh informasi. Adanya perkembangan internet yang menghasilkan media sosial membuat cara-cara konvensional tergeserkan dengan cara yang lebih mudah diakses yakni dengan menggunakan media sosial. Dengan kemudahan dengan mengunduh aplikasi, maka informasi yang ingin dicari menjadi mudah (Firamadhina dan Krisnani, 2020).
Dapat dikatakan, gen Z mempermudah akses informasi yang sedang hangat menjadi pembicaraan dengan bersosial media. Selain itu, di era serba modernisasi teknologi memungkinkan kecepatan akses berita sangat dibutuhkan dalam mentransfer informasi terkini.
Jagat maya didominasi gen-Z dengan berbagai aktivitas digital seperti konten mengenai gaya hidup, hiburan, edukasi, marketing produk, konten peduli akan bencana (donasi), kampanye terbuka, sharing tips dan trik serta banyak lagi konten lainnya. Dominasi ini bisa memengaruhi (influence) banyak pengguna media sosial dengan isi konten-konten yang variatif dan menaikkan tagar-tagar tentu yang muncul di laman explore media sosial atau biasa disebut fyp (for your page) dalam memudahkan warganet menemukan konten-konten viral.
Beberapa konten maupun tagar yang sempat heboh di jagat maya seperti Peringatan Darurat Demokrasi, Save Palestine, PPN 12 persen dan lain sebagainya. Tidak sedikit warganet yang berpartisipasi adalah gen Z. Dapat dimaknai gen Z sangat berpengaruh dalam dunia maya sebagai penggagas ide konten produktif yang positif sekaligus sebagai kontrol sosial terhadap isu yang sedang berkembang.
Gen-Z sebagai pengawas pelayanan publik
Pelayanan publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Kita ketahui bersama pelayanan publik diawasi, baik oleh pengawas internal maupun pengawas eksternal. Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 35 ayat 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 bahwa pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:
a. Pengawasan oleh masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
b. Pengawasan oleh Ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
c. Pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Sesuai dengan penjelasan poin a di atas, gen Z sebagai masyarakat bisa berperan aktif dalam menyampaikan pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun selain menjadi pengawas eksternal penyelenggaraan pelayanan publik, perlu untuk diketahui oleh gen Z bahwa masyarakat juga memiliki hak dalam pelayanan publik. Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang No 25 tahun 2009, masyarakat berhak:
* Mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
* Mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
* Mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;
* Mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan pelayanan;
* Memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
* Memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
* Mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman;
* Mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman; dan
* Mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.
Sudah dijelaskan secara detail mengenai hak-hak masyarakat termasuk mengawasi dan mengadukan penyelenggara pelayanan publik yang tidak memberikan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan. Harapannya untuk ke depannya gen-Z lebih berperan aktif menyuarakan hak-hak masyarakat dalam pelayanan publik.
Peran strategis gen Z dalam pelayanan publik
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk menurut wilayah, klasifikasi generasi, dan jenis kelamin, Indonesia, tahun 2020 sebanyak 71.509.082 atau sekitar 71,5 juta didominasi oleh generasi Z. Seiring perjalanan waktu dari tahun 2020 sampai dengan 2025 bayangkan sejauh mana perkembangan dari segi pengetahuan, wawasan dan peran partisipatif mereka berkiprah dalam bidang yang ditekuni masing-masing gen Z.
Sebagai salah satu contoh, terdapat gen Z yang berpartisipasi memanfaatkan peran strategis dengan mengusulkan penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau yang biasa kita kenal dengan presidential threshold. Dilansir dari Tempo.com putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold 20 persen merupakan perjuangan dari 4 mahasiswa asal Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Keempatnya adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Dapat kita lihat pengaruh dan peran strategis gen Z dalam mengajukan perubahan ketentuan dalam pesta demokrasi di masa depan nanti yang pasti akan sangat berdampak bagi dunia politik Indonesia. Semangat yang ditunjukkan mahasiswa-mahasiswi ini selaras dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Pasal 3 yang berbunyi pembangunan kepemudaan bertujuan untuk terwujudnya pemuda yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggung jawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Contoh gen Z lainnya yang kita kenal Bima Yudho Saputro sempat viral di medsos khususnya TikTok, dimana ia mengunggah video kritikan mengenai jalanan yang rusak di Provinsi Lampung. Sontak konten kritiknya tersebut menjadi pembicaraan serta menuai pro kontra. Meski sempat dilaporkan ke pihak berwajib karena konten tersebut dinilai kurang pantas, akan tetapi dengan adanya konten kritik tersebut pula jalanan di Provinsi Lampung tersebut dilakukan perbaikan.
Dilansir dari kompasiana.com efek dari viralnya video Bima dirasakan oleh warga Lampung di mana jalan rusak sudah mulai diperbaiki, hingga hal tersebut dijuluki warganet sebagai 'Bima Effect'. Lagi dan lagi pengaruh gen Z di sosial media memberikan dampak positif terhadap perbaikan infrastruktur jalanan di Provinsi Lampung sehingga diharapkan akses jalan publik yang memadai memudahkan masyarakat dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa gen Z bisa menjadi pionir masyarakat dalam menggelorakan semangat pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagai pionir pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik ada beberapa poin yang harus dilakukan gen Z dalam menyuarakan pentingnya pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik guna mewujudkan pelayanan publik yang prima, seperti menumbuhkan kesadaran diri dan mengedukasi kalangan masyarakat mengenai hak dan kewajiban masyarakat dalam pelayanan publik serta berperan aktif dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik secara intens secara langsung dan tidak langsung (media sosial).
Adapun dalam konteks memviralkan konten kritik sah-sah saja asalkan disampaikan dengan baik dan benar. Tidak berhenti di situ saja, sebaiknya gen Z membuat laporan pengaduan resmi agar tidak menimbulkan polemik setelah memviralkan kasus-kasus tertentu. Jika gen Z menemukan malaadministrasi dalam pelayanan publik, gen Z dapat melaporkan secara aktif dugaan malaadministrasi tersebut ke lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik dalam hal ini tentunya dapat melapor ke Ombudsman Republik Indonesia. Adapun untuk kanal-kanal pengaduan Ombudsman bisa melalui Whatsapp, Instagram, telepon, surat elektronik dan atau bisa datang langsung ke kantor perwakilan Ombudsman Republik Indonesia di wilayah masing-masing. (*)