Pemerintah Provinsi NTT Gelar Rapat Perbaikan Tata Kelola Penyaluran BBM Bersubsidi

Rapat pengawasan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di wilayah Provinsi NTT
Rapat ini bertujuan untuk memberi masukan kepada
pemerintah daerah guna mengambil kebijakan yang diperlukan untuk melakukan
perbaikan tata kelola penyaluran BBM bersubsidi di wilayah Provinsi NTT. Kabag
Ekonomi/SDA Kota Kupang, Maria Magdalena Detaq menyampaikan bahwa semua
Pertamini di wilayah Kota Kupang tidak memiliki izin usaha, sehingga keberadaan
mereka belum terdata secara baik dan dianggap ilegal. Kepala Ombudsman NTT,
Darius Beda Daton yang turut hadir dalam rapat tersebut, menegaskan bahwa pemerintah
harus hadir dalam penyaluran BBM bersubsidi dan mengambil keputusan yang tegas.
Hal ini karena BBM merupakan kebutuhan vital warga yang harus dipenuhi dengan
baik. "Masyarakat NTT mengeluhkan beberapa hal terkait penyaluran BBM
bersubsidi, diantaranya Ketersediaan stok BBM, terutama di Kabupaten Sabu
Raijua, Rote Ndao, dan Lembata, juga Penjualan BBM eceran ilegal. BBM
bersubsidi dijual oleh pihak lain selain SPBU, seperti Pom Mini/Pertamini dan
botol eceran, dengan harga yang ditetapkan sendiri untuk mencari keuntungan",
tambah darius.
"Meski stok BBM di SPBU dilaporkan habis,
penjualan BBM eceran ilegal sangat marak di NTT. Harga jual berkisar antara Rp
15.000 hingga Rp 40.000 per botol. Fenomena ini terjadi hampir di seluruh
kabupaten/kota di NTT". "Penjualan BBM eceran ilegal ini memiliki dampak ganda.
Dimana, Dampak positif yaitu dapat meningkatkan ekonomi masyarakat setempat dan
membantu masyarakat karena keterbatasan jumlah SPBU dan waktu pelayanan yang
tidak 24 jam. Namun, perlu diwaspadai potensi dampak negatifnya, seperti
kualitas BBM yang tidak terjamin dan harga yang tidak terkendali", jelas
Darius. Darius menjelaskan bahwa "Penjualan BBM eceran ilegal dapat menimbulkan
kerugian bagi konsumen BBM bersubsidi, dikarenakan harga BBM tidak terkendali.
Yang mana harga BBM per liter bisa melampaui tarif yang ditetapkan Pertamina.
Dan juga kualitas BBM tidak terjamin, potensi spesifikasi BBM tidak sesuai
dengan standar Pertamina, bahkan mungkin berupa "BBM oplosan" karena tidak ada
pengawasan dari PT Pertamina Patra Niaga.
titik serah BBM dari Pertamina hanya sampai di
SPBU, sehingga kualitas BBM di Pertamini dan botol eceran tidak terjamin". "Hal
tersebut dalam menimbulkan Kerusakan kendaraan karena kualitas BBM yang tidak
terjamin. Kualitas BBM buruk, seperti BBM yang tercampur air, yang sudah
dilaporkan terjadi di Kota Kupang dan menyebabkan kerusakan pada kendaraan, dan
juga berisiko pada keamanan seperti kebakaran saat pengisian BBM", pungkasnya.
"Ada dugaan penyaluran BBM bersubsidi oleh SPBU tidak sesuai dengan kuota yang
ditetapkan pemerintah per hari/kendaraan. Kuota yang ditetapkan dimana, - Bio
Solar : Roda 4 (Mobil Pribadi): 60 L, Roda 4 (Mobil Barang): 80 L, Roda 6 atau
lebih: 200 L - Pertalite: Roda 4: 120 L, Roda 2: 10 L". "Dugaan penyelewengan
kuota ini memungkinkan terjadinya penjualan BBM subsidi ke luar negeri, seperti
ke Timor Leste, dengan menggunakan modus tangki tambahan pada mobil tronton",
jelasnya.
Berdasarkan keluhan masyarakat NTT, kata Darius,
ada beberapa saran yang disampaikan kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
untuk perbaikan tata kelola penyaluran BBM. "Pemerintah harus Menerbitkan
keputusan tentang larangan penjualan BBM eceran, seperti dapat menggunakan
fasilitas Pertamini dan wadah lainnya dalam wilayah masing-masing, dengan
mengacu pada beberapa peraturan perundang-undangan, seperti UU No. 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, dan lain-lain", Pungkasnya. "Pemerintah juga Berkoordinasi dengan BPH
Migas untuk mengatasi keterbatasan penyalur di daerah, dengan opsi menjadi sub
penyalur di daerah tertinggal, terdepan, terluar, atau terpencil, sesuai dengan
Peraturan BPH Migas No. 1 Tahun 2024". Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT,
Darius Beda Daton mengharapkan Pemerintah Provinsi NTT agar mengkaji
saran-saran tersebut dan membentuk Satgas khusus untuk melakukan pengawasan BBM
Bersubsidi.
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...