ORI DIY Ungkap Jual Beli Seragam Keuntungan Fantastis, Disdik Sleman: Tak Semua Melakukan Itu
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY mengungkapkan sejumlah catatan dalam Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2022.
Satu di antaranya, menyoroti dugaan praktek jual beli seragam di Sekolah yang dilakukan dengan sejumlah siasat.
Bahkan asumsi keuntungan penjualan seragam di Sekolah seluruh DIY ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 10 Miliar.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sleman, Sri Adi Marsanto angkat bicara.
Menurut dia, Dinas Pendidikan Sleman sudah rutin mengingatkan sekaligus menegaskan kepada Kepala Sekolah SD- SMP Negeri agar tidak melakukan praktik jual beli seragam.
Termasuk terhadap Komite, sebab hal itu dilarang. Ia memastikan, sekolah negeri di Sleman dengan jumlah 54 SMP, 374 SD dan 5 TK sudah tidak berani lagi melakukan praktek jual beli seragam sehingga dirinya mempertanyakan informasi ORI DIY yang menyebut asumsi keuntungan sekolah mencapai Rp 10 miliar dari praktik jual beli seragam di DIY.
Sebab, menurut dia, informasi itu kurang pas karena menggeneralisasi semua sekolah.
"Ada banyak sekolah, yang tidak melakukan itu. Mereka sudah manut sesuai aturan. Jadi, jika memang menemukan praktik itu, tolong tunjukkan kami, Sekolah di Sleman yang mana," kata Sri Adi, kepada Tribun Jogja, Selasa (27/9/2022).
Ia kemudian mencontohkan, 3 SMP Negeri di Sleman yang beberapa waktu lalu terindikasi melakukan praktek jual beli seragam. Antara lain, SMPN 1 Berbah, SMPN 1 Depok, dan SMPN 2 Mlati.
Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman menurut dia sudah langsung mengklarifikasi selang sehari begitu informasi tersebut muncul.
Hasilnya, kata dia, jual-beli seragam di sekolah tersebut diiniasi oleh orangtua bukan dari pihak sekolah.
"Sehingga sudah klir. Kami juga sudah memberikan jawaban soal itu," kata dia.
Sri Adi mengungkapkan, adanya pemberitaan perkiraan asumsi keuntungan sekolah dari jual beli seragam itu, banyak sekolah yang diakui dia terimbas.
Mereka merasa tertekan. Padahal sudah menjalankan sesuai aturan. Menurut dia, jual beli seragam termasuk penjualan buku sudah dilarang dan Ia memastikan Sekolah Negeri di Kabupaten Sleman tidak melakukan hal itu.
Kendati demikian, Ia tidak memungkiri jika pengadaan seragam sekolah masih ada yang diinisiasi oleh sekelompok orang tua atau Paguyuban Orang Tua.
Mengenai hal ini pihaknya mengaku tidak bisa melarang. Bahkan kesulitan untuk dipantau.
"Jika itu dilakukan sekumpulan orangtua, siapa yang bisa melarang?. Karena begini, ada seragam sekolah seperti misalnya topi ataupun dasi yang butuh di sablon. Memangnya orangtua nyablon sendiri-sendiri?. Kemudian pertanyaannya, jika itu diiniasi orangtua sebagai bagian dari guyup-rukun, masa kami larang. Ini yang harus dipahami. Tapi jika itu Sekolah, kami larang betul untuk menginisiasi. Termasuk buku. Kami tegas larang," kata dia.
Terpisah, Kepala SMP N 2 Depok, Supriyanto membenarkan, jika Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman memang selalu rutin mengingatkan agar sekolah tidak melakukan praktek jual beli seragam maupun buku.
Di SMPN 2 Depok sendiri, kata dia, persoalan seragam saat PPDB tahun 2022 diserahkan sepenuhnya kepada orangtua masing-masing.
"Seragam monggo silakan beli terserah orangtua. Kami tidak ada model paket-paketan. Orangtua diberi kebebasan. Silakan mau beli sendiri boleh," kata Supriyanto.
Bahkan, jika orangtua belum memiliki uang untuk membeli seragam SMP, pihaknya membolehkan siswa untuk sementara memakai seragam SD.
Tanpa ada teguran apapun. Hingga nantinya siswa teras memiliki seragam SMP.
Sementara itu, Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo mengaku sudah mendengar informasi soal polemik asumsi keuntungan Jual beli seragam di sekolah.
Ia berharap, sekolah bisa menjalankan ketentuan sesuai aturan saja. Tidak boleh melakukan pungutan, jual beli seragam maupun jual buku.
"Seandainya saya punya anak. Kadang-kadang pengennya diserahkan. Lebih praktis. Tapi sebetulnya ada dua kata, ada yang setuju dan tidak. Tapi saya mengharap, jika nantinya ada hukum yang berlaku, lebih baik sesuai aturan saja," kata dia. (rif)