ORI DIY Telusuri Kegiatan Pengadaan Seragam Sekolah oleh Paguyuban Orang Tua

TRIBUNJOGJA.COM - Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (ORI DIY) mendapat laporan adanya penjualan seragam SMPN 2 Bantul .
Lokasi pembagian seragam dilakukan di sebuah rumah di Jalan Jenderal Sudirman, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul , Sabtu (16/7/2022).
Berdasarkan penelusuran ORI DIY, kegiatan tersebut diinisiasi oleh paguyuban orang tua (POT) sekolah tersebut dan tidak ada campur tangan sekolah.
Kepala ORI perwakilan DIY Budhi Masthuri mengatakan, pihaknya mendatangi lokasi pembagian seragam setelah mendapat informasi adanya kegiatan tersebut.
Dari hasil penelusuran, terungkap penyelenggara kegiatan tersebut adalah paguyuban orang tua atau POT.
Kendati demikian, Budhi tetap meminta keterangan dari POT SMPN 2 Bantul .
Karena menurutnya, POT memiliki kapasitas yang sama dengan Komite Sekolah.
"Masalahnya di sekolah itu ada komite, kenapa tidak komite? Karena mereka tahu komite dilarang. Paguyuban orang tua dengan komite, esensinya sama, kita bicara otak-atik hukum, ini penyiasatan. Penyiasatan agar tidak terkena larangan komite," ungkapnya.
"Karen POT ini sesuatu yang tidak diatur secara formal di aturan, karena aturan kita, mengenalnya komite. Tapi esensinya sama, komite itu kan paguyuban juga, paguyuban orangtua," imbuhnya.
Namun demikian, dalam kegiatan ini POT tidak memaksa semua orang tua peserta didik baru untuk membeli seragam secara kolektif.
Orang tua siswa masih boleh membeli di luar tanpa melalui POT.
Ia merinci dari 190 murid baru, ada 40 diantaranya membeli di luar kegiatan hari itu.
"Yang sedikit menyenangkan kita, orangtua masih boleh beli di luar. Jadi ada sekitar 40 orang tua beli di luar," katanya.
Lebih dalam, Budhi juga mengungkapkan bahwa dirinya mendapat informasi bahwa pemesanan bahan seragam terjadi di sekolah dan sepengetahuan kepala sekolah.
Akan tetapi hal itu masih perlu pendalaman.
"Yang menarik mengakunya pemesanan di sekolah saat pendaftaran ulang dan kepala sekolah mengetahui. Ini yang akan kita telaah," tambHnya.
Berdasarkan hasil klarifikasi bahan seragam yang dijual meliputi seragam biru putih dua stel, seragam batik, seragam Pramuka, baju olahraga dan jaket almamater.
Selain itu, pihak POT mengaku mengambil Rp 40 ribu dari setiap pemesanan untuk biaya operasional.
"Yang jelas kita analisis dulu, POT ini posisinya seperti apa. Kalau memang kemudian kita bisa menyimpulkan POT ini termasuk bisa dinterpretasikan sebagai komite, bisa kena. Karena yang dilarang (jual seragam sekolah) kan komite," urainya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua POT SMPN 2 Bantul Agung Gunawan mengaku tidak mempermasalahkan kedatangan ORI DIY ke lokasi pengambilan pemesanan seragam.
Namun ia memastikan bahwa pengadaan seragam ini merupakan kesepakatan orang tua murid.
"Ya kalau kita open (terbuka) saja ya. Apa yang sudah kita lakukan ini merupakan hasil diskusi dengan orang tua siswa, untuk pengadaan maupun penyediaan kain seragam itu kan menjadi kesepakatan bersama," jelasnya.
Terlebih diakuinya, POT sama sekali tidak mewajibkan semua orang tua peserta didik baru untuk memesan bahan seragam kepadanya.
Dirinya juga mengatakan bahwa pengadaan seragam dari POT ini untuk memudahkan orang tua murid mendapatkan seragam.
"Kalau mereka mau ambil monggo, kalau tidak ya monggo juga, prinsipnya seperti itu. Kita hanya membantu menyediakan. Wong ada yang tidak mau membeli karena sudah dapat lungsuran (bekas) tidak apa-apa," ucapnya.
Agung pun menceritakan bahwa kegiatan ini telah berlangsung selama bertahun-tahun setiap tahun ajaran baru.
Sedangkan terkait keberadaan POT, Agung menekankan bahwa tidak ada hubungannya dengan komite sekolah.
Terlebih diungkapkannya, anggota komite sekolah sama sekali berbeda dengan anggota POT.
"Jadi kalau komite itu yang membawahi katakanlah badan di sekolah, mengikat. Tapi kalau POT paguyuban dari orangtua, jadi tidak ada hubungannya dengan sekolah, jadi sudah di luar komite, murni orangtua dari siswa," imbuhnya.( Tribunjogja.com )








