ORI Bali Minta Pemerintah Menindaklanjuti Pelanggaran WBD Jatiluwih sesuai SOP, Terapkan Sanksi Administratif hingga Pidana

Denpasar (Atnews) - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pendidikan dan Kebudayaan atau The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan sistem subak di Bali sebagai warisan budaya dunia (WBD) pada 2012.
Kawasan WBD itu berada di lima wilayah kabupaten yaitu Bangli, Gianyar, Tabanan, Buleleng, dan Badung. Luasnya lebih dari 19.500 hektar.
Sedangkan Subak Jatiluwih merupakan kawasan sawah berundak di kaki Gunung Batukaru, Kecamatan Penebel, Tabanan bisa disebut sebagai ikon subak sebagai WBD.
Namun kondisinya saat tengah memprihantinkan. Masif terjadi pelanggaran dari Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tabanan Nomor 3 Tahun 2023 mengatur tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tabanan Tahun 2023-2043. Perda ini menetapkan rencana penggunaan ruang wilayah Kabupaten Tabanan untuk periode 20 tahun ke depan.
Begitu juga Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tabanan Nomor 6 Tahun 2014 mengatur tentang Kawasan Jalur Hijau. Perda ini bertujuan untuk mengatur penataan ruang luar, khususnya kawasan jalur hijau, dengan mempertimbangkan aspek fungsional, pelestarian lingkungan, dan estetika.
Bahkan Forum Penataan Tata Ruang (FPTR) dari Pemda Tabanan yang baru terbentuk bulan Maret 2025 justru menemukan 13 bangunan akomodasi pariwisata yang melakukan pelanggaran di kawasan WBD Jatiluwih terkait Perda Nomor 3 Tahun 2023.
Selain itu, ada pembangunan baru di kawasan tersebut juga belum dilakukan penertiban oleh pemerintah setempat. Dengan adanya dugaan pelanggaran pembangunan tersebut, banyak pihak mempertanyakan sikap dan kebijakan pemerintah setempat.
Untuk itu, Kepala Perwakilan Ombudsman RI (ORI) Provinsi Bali, Ni Nyoman Sri Widhiyanti ikut merespon soal pelanggaran pembangunan di Kawasan Subak Jatiluwih yang diakui UNESCO sebagai WBD.
Apalagi FPTR dari Pemda Tabanan yang terbentuk terdiri dari berbagai stakeholder dan lembaga telah menemukan 13 bangunan akomodasi pariwisata.
Selanjutnya pihaknya meminta pemerintah, khususnya Pemda Tabanan menindaklanjuti pelanggaran tersebut sesuai payung hukum dan SOP.
"Yang penting pelanggaran sudah ditemukan (FPTR dari Pemda Tabanan-red) kemudian harus dilakukan tindak lanjut sesuai SOP," kata Sri Widhiyanti di Denpasar, Kamis (31/7).
Ia menilai forum itu sudah ada stakeholder dengan kewenangan masing - masing. Dalam melakukan penertiban sudah diatur pula tahapannya.
Jika pelanggaran terhadap Peraturan Daerah (Perda) dapat dikenai sanksi administratif atau sanksi pidana, tergantung pada jenis pelanggaran dan ketentuan dalam Perda tersebut.
Sanksi administratif bisa berupa teguran, penghentian sementara kegiatan, pencabutan izin, atau denda administratif, Sanksi pidana, jika diatur dalam Perda.
Dalam sanksi pidana sudah ada pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
Mereka memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu yang menjadi lingkup tugas dan fungsi instansi tempat mereka bekerja.
Sedangkan sanksi administratif biasanya dikenakan untuk pelanggaran yang lebih ringan dan bertujuan untuk memulihkan kondisi yang dilanggar atau mencegah pelanggaran lebih lanjut. Apabila memang melanggar memang harus dilakukan pembongkaran sehingga Subak Jatiluwih tidak dicabut oleh UNESCO.
Jika ada pelanggaran lebih berat dan serius bisa dikenakan sanksi pidana.
Sementara itu, Pendiri yang juga Ketua Yayasan Abdi Bumi I Made Iwan Dewantama ikut menyoroti pelanggaran tata ruang sudah jamak terjadi di Bali, demi meningkatkan pendapat asli daerah (PAD).
Namun ketika pelanggaran juga merambah kawasan warisan budaya dunia (WBD) Jatiluwih yang menjadi jendela bangsa.
"Dalam konteks menjaga dan melestarikan nilai universal luar biasa (outstanding universal value; yang menjadi syarat utama WBD) dari sistem Subak. Maka dari itu, pemerintah pusat hingga kabupaten telah mencoreng muka sendiri," kata Iwan di Denpasar, Jumat (25/7).
Padahal UNESCO sudah memberi peringatan tertulis, dan bukan tidak mungkin status WBD akan dicabut, dimana martabat bangsa dan orang Bali dalam menjaga nilai sangat penting yang diakui dunia?
UNESCO mengakui Subak sebagai Warisan Budaya Dunia pada tahun 2012, menegaskan pentingnya warisan budaya ini bagi dunia.
Sebelumnya, dokumen (dossier) WBD yang disubmit pemerintah RI ke UNESCO sudah berisi workplan atau rencana sebagai bentuk komitmen pemerintah RI terhadap perlindungan nilai penting atau Outstanding Universal Value (OUV) yang ingin diakui oleh dunia lewat UNESCO.
Dimana OUV adalah syarat utama agar suatu warisan budaya dapat ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO. OUV merujuk pada nilai luar biasa yang dimiliki oleh warisan budaya tersebut, yang melampaui batas-batas negara dan bersifat universal, sehingga diakui dan dihargai oleh seluruh dunia.
Dengan memahami dan memenuhi kriteria OUV, Indonesia dapat terus berupaya agar warisan budayanya yang adiluhung dapat diakui dan dilestarikan oleh dunia melalui UNESCO, khususnya Subak Jatiluwih.
Kondisi Jatiluwih yang memprihantikan telah disoroti banyaka pihak yakni Rektor Dwijendra, Prof. Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc. MMA. yang juga Ketua HKTI Bali, Guru Besar FEB Undiknas Prof. Dr. IB Raka Suardana, SE.,MM, Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana (Unud) Prof Dr I Putu Anom M.Par, Pengamat Kebijakan Publik Dr I Nyoman Sender yang juga Alumni Program Studi Ilmu Agama Program Pascasarjana Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa, Alumni S2 Asian Institute of Management Manila, Filipina, S1 Unibersitas Tabanan dan S1 Universitas Brawijaya.
Begitu juga Praktisi Pariwisata, Mantan VP Marketing PT Taman Wisata Candi Borobudur-Prambanan dan Ratu Boko, UNESCO World Cultural Heritage Ngurah Paramartha, Advokat Gede Pasek Suardika yang juga Mantan DPR dan DPD RI Dapil Bali, termasuk seorang mahasiswa Arsitektur Lanskap dari Universitas Udayana Bijan Parsia.
Hal itu juga telah disoroti oleh Pengamat Kebijakan Publik Jro Gde Sudibya yang juga Bentara Budaya Bali dan Pembawa Berita Kebudayaan Bali, Wayan Sukayasa, S.H.,M.I.Kom., sebagai Pemerhati Implementasi Kedaerahan Bali, seperti, Seni, Budaya, Adat dan Tradisi Kearifan Lokal, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (PERADI SAI) Denpasar I Wayan Purwita, S.H., M.H., CLA., Wakil Ketua DPRD Bali, I Wayan Disel Astawa, Ketua Fraksi Gerindra-PSI DPRD Bali I Gede Harja Astawa, Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali Anak Agung Bagus Tri Candra Arka alis Gung Cok yang juga Anggota Komisi IV DPRD Bali, Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali Drs. I Wayan Gunawan, MAP.
Sebelumnya juga Kementerian Pariwisata (Kemenpar) memperkuat sinergi dan kolaborasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dalam upaya pengembangan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan, khususnya dalam menghadapi tantangan dan isu-isu terkini di salah satu provinsi unggulan pariwisata Indonesia tersebut.
Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana dalam "Courtesy Meeting" dengan Gubernur Bali Wayan Koster di Denpasar, Jumat (28/7/2025). (GAB/001)