Ombudsman Soroti Mandeknya Proyek Terminal 2 Bandara Hang Nadim, BIB dan BP Batam Diminta Bertanggung Jawab

BATAMTODAY.COM, Batam - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menyoroti mandeknya proyek pembangunan Terminal 2 Bandara Internasional Hang Nadim Batam.
Lembaga itu meminta PT Bandara Internasional Batam (BIB) dan BP Batam sebagai pemberi mandat untuk segera bertanggung jawab dan mencari solusi konkret agar proyek strategis nasional tersebut tidak terus tertunda.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kepri, Dr Lagat Parroha Patar Siadari, mengatakan mundurnya PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) sebagai kontraktor utama membawa konsekuensi besar terhadap kelanjutan proyek. Menurutnya, tanggung jawab tidak hanya berada di pihak BIB sebagai pelaksana, tetapi juga BP Batam sebagai otoritas yang memberi mandat pembangunan.
"Kalau WIKA mundur, tentu akan mempengaruhi perjanjian antara BP Batam dan BIB. Sebab BIB merupakan perpanjangan tangan BP Batam dalam pengembangan kawasan bandara yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Jika proyek Terminal 2 gagal, maka itu juga menjadi kegagalan BP Batam," ujar Lagat di Batam, Jumat (7/11/2025).
Lagat juga menyoroti kurangnya transparansi kontrak kerja sama antara BP Batam dan BIB. Publik, katanya, tidak pernah mengetahui secara terbuka isi perjanjian tersebut. Padahal, keterbukaan sangat penting untuk memastikan sejauh mana tanggung jawab hukum dan keuangan kedua belah pihak.
"Apakah ada konsekuensi hukum terhadap BIB atau BP Batam akibat kegagalan ini? Kita tidak tahu karena kontraknya tidak pernah dipublikasikan secara resmi," tegasnya.
Lebih lanjut, Lagat mengingatkan bahwa proyek pengembangan Bandara Hang Nadim merupakan bagian dari visi besar pengembangan wilayah Batam sejak awal kepemimpinan Muhammad Rudi sebagai Kepala BP Batam. Pemerintah bahkan telah mengalokasikan anggaran ratusan miliar rupiah untuk memperlebar akses jalan menuju bandara menjadi lima lajur sebagai bagian dari dukungan infrastruktur.
"Kalau Terminal 2 tidak jadi, maka ratusan miliar yang sudah digelontorkan untuk mendukung pengembangan bandara itu sia-sia. BP Batam harus ikut bertanggung jawab dan membantu BIB mencari solusi," kata Lagat.
Ombudsman menyarankan agar BP Batam dan PT BIB menyiapkan rencana alternatif (plan B), termasuk membuka peluang bagi investor swasta non-BUMN yang memiliki kapasitas finansial dan teknis untuk melanjutkan proyek tersebut.
"Prospek pengembangan bandara ini sangat baik. Jumlah penumpang dan penerbangan terus meningkat. Jika BUMN mengalami kesulitan, maka harus dibuka peluang bagi investor non-BUMN," jelasnya.
Selain Terminal 2, Lagat juga menyoroti proyek Terminal Kargo Bandara Hang Nadim yang dinilai bermasalah secara teknis. Menurutnya, bangunan kargo yang dibangun menggunakan dana ratusan miliar rupiah dari APBN tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta PT BIB sehingga tidak dapat difungsikan hingga kini.
"Informasi yang kami terima, bangunan kargo itu tidak sesuai spesifikasi dan belum diterima PT BIB. Tahun lalu sempat diperbaiki, tapi hasilnya juga tidak sesuai. Jadi sampai sekarang belum bisa digunakan," ungkapnya.
Lagat menyayangkan kondisi tersebut karena proyek yang sudah selesai dua tahun lalu itu belum memberikan manfaat apa pun bagi operasional bandara. "Itu dibangun menggunakan uang negara. Kalau tidak sesuai dan tidak bisa digunakan, tentu menjadi kerugian besar," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT BIB, Annang Setia Budhi, memastikan proyek pembangunan Terminal 2 tetap berjalan meskipun kontrak kerja sama dengan WIKA telah dihentikan sejak 30 September 2025. "Kami sepakat mengakhiri kerja sama dengan baik karena WIKA menghadapi kendala keuangan. Saat ini kami sedang menyiapkan dokumen pelelangan untuk mencari kontraktor pengganti. Targetnya, awal 2026 sudah ada yang siap melanjutkan pembangunan," ujar Annang.
Namun hingga kini, Ombudsman menilai belum ada langkah nyata dari BP Batam dan PT BIB untuk mempercepat kelanjutan proyek tersebut. Jika kondisi ini berlarut, Lagat menegaskan status KEK Bandara Hang Nadim perlu dievaluasi. "Kalau pengembangan bandara tidak berjalan, maka status KEK Bandara Hang Nadim patut dipertanyakan dan bisa saja dicabut," tutupnya.








