Ombudsman Sampaikan Rekomendasi Penting Perkuat Tanggap Darurat Sumbar

KBRN, Padang: Ombudsman Republik Indonesia menyampaikan sejumlah saran yang dapat menjadi fokus pemerintah dalam memperkuat efektivitas penanganan bencana di Sumatera Barat. Hal Itu disampaikan Pimpinan Ombudsman RI, Yeka Hendra usai meninjau sejumlah lokasi terdampak bencana hidrometeorologi di Sumatera Barat (Sumbar), Jumat (12/12/2025).
Saran pertama menurut Yeka, perlu penetapan satu data kebencanaan yang konsisten dan terverifikasi sehingga bisa dipedomani seluruh instansi dalam melakukan tanggap darurat. Di antaranya titik wilayah terisolir yang perlu penanganan khusus.
"Berdasar kunjungan kami ke lokasi di Jorong Lambeh, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, wilayah ini masih terisolir. Terdapat 18 titik longsor. Jaringan listrik terputus, mengandalkan satu genset untuk penerangan. Sementara informasi dari PLN sudah mengirim genset ke lokasi. Namun penjelasan warga, belum ada bantuan genset yang masuk," ucapnya.
Saran kedua, percepatan pembukaan akses darat pada titik-titik kritis. Yeka mengatakan, akses darat merupakan kunci mobilitas warga dan distribusi logistik. Perlu penambahan alat berat agar pembukaan akses lebih cepat.
"Pengiriman logistik menggunakan helikopter lewat udara merupakan solusi ketika akses putus. Tapi tidak mungkin bergantung terus lewat udara karena seringkali terkendala cuaca," tuturnya.
Yeka menuturkan, pemerintah perlu membangun buffer stock logistik di titik-titik aman dan memperkuat jalur distribusi darat alternatif supaya LPG 3 kg, pupuk bersubsidi, beras, dan bahan pokok lainnya tetap tersedia dan terjangkau. Penataan ulang ini memastikan keberlanjutan layanan publik dalam situasi darurat.
Kemudian, ucap Yeka, perlu penguatan koordinasi dan alur informasi antarinstansi. Alur informasi menjadi kunci untuk menghindari kesalahpahaman di lapangan. Informasi terkait pembukaan akses, jadwal pemulihan, status jaringan listrik atau telekomunikasi, serta distribusi bantuan harus disampaikan secara konsisten dan terjadwal agar masyarakat memperoleh kepastian.
Yeka meyampaikan, perlu percepatan pemulihan layanan dasar dalam kerangka waktu 7-14 Hari. Pemulihan layanan dasar adalah indikator utama akuntabilitas negara dalam situasi tanggap darurat.
Yeka juga menyarankan pendampingan khusus bagi warga yang harus direlokasi. Bagi warga yang rumahnya berada di zona rawan bencana, pendampingan harus mencakup dukungan administrasi, kepastian lokasi hunian baru, dan bantuan sosial selama masa transisi.
Yeka menambahkan, bencana adalah ujian paling keras atas fungsi negara. Terlebih masyarakat hidup di wilayah yang secara alamiah rentan bencana. Oleh karena itu, bukan alam yang harus menyesuaikan dengan manusia, melainkan perencanaan, tata kelola, dan pembangunanlah yang harus menyesuaikan dengan risiko bencana.
"Keberhasilan penanganan bencana pada akhirnya tidak hanya diukur dari cepatnya perbaikan infrastruktur, tetapi dari sejauh mana kehadiran negara benar-benar dirasakan oleh warga yang paling terdampak. Saat ini semua pihak sudah bahu-membahu dalam penanganan darurat, namun masih diperlukan langkah yang terukur agar lebih optimal," ucapnya.








