Ombudsman RI Sulsel Panggil Sekkab, Inspektorat, dan BKAD Tana Toraja

FAJAR, MAKASSAR - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulsel memanggil sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten Tana Toraja. Mereka dimintai klarifikasi atas laporan masyarakat terkait dugaan maladministrasi dalam pelantikan dan mutasi pejabat di lingkup pemda. Proses pelantikan tersebut dilakukan pada 19 Februari 2025, sehari sebelum masa jabatan Bupati periode 2020-2025 berakhir.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Sulsel, Aswiwin Sirua menjelaskan bahwa agenda hari ini merupakan bagian dari permintaan klarifikasi. Yakni terhadap laporan dugaan penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan mutasi jabatan tersebut.
"Ini baru tahap awal untuk meminta keterangan. Klarifikasi ini adalah upaya kami untuk mendalami keberatan substansi yang disampaikan pelapor, khususnya terkait mutasi yang diduga menyimpang dari prosedur," jelas Aswiwin, Kamis, 22 Mei 2025.
Menurutnya, para pejabat yang dipanggil hari ini hadir untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 16 huruf C Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mewajibkan penyelenggara publik memenuhi panggilan lembaga berwenang. "Ombudsman sendiri memiliki kewenangan tersebut berdasarkan UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI," ucapnya.
Ombudsman menyatakan bahwa proses klarifikasi belum final karena masih menunggu kelengkapan dokumen dari pihak terlapor.
"Masih ada dokumen yang belum disampaikan. Kami akan tunggu pemenuhannya untuk selanjutnya dianalisis. Jika diperlukan, klarifikasi lanjutan bisa dilakukan," ujar Aswiwin.
Sekretaris Daerah Kabupaten Tana Toraja, Rudi Andi Lolo yang turut hadir dalam klarifikasi menyatakan bahwa pemerintah daerah telah merespons dengan cepat panggilan Ombudsman. Dia telah memberikan penjelasan mengenai prosedur yang ditempuh dalam proses mutasi.
"Mutasi dilakukan berdasarkan penilaian kinerja oleh tim dan usulan dari OPD terkait. Tidak ada pengusulan penurunan jabatan. Jika ada penyesuaian, itu bagian dari dampak perampingan organisasi," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa mutasi tidak terkait dengan tindakan disipliner, melainkan sebagai konsekuensi dari penyusutan jumlah jabatan eselon III dari 190 menjadi 170 posisi. Namun demikian, pihak pelapor menilai hal tersebut sebagai bentuk demosi dan bermuatan politis, mengingat waktu pelaksanaannya yang berdekatan dengan akhir masa jabatan kepala daerah.
Kepala Inspektorat Tana Toraja, Sinija Somalinggi yang turut hadir menyatakan bahwa dirinya belum terlibat dalam proses mutasi saat itu karena baru dilantik pada tanggal yang sama, 19 Februari 2025.
"Prosesnya memang belum melibatkan saya secara langsung karena saya baru dilantik hari itu," jelas Sinija.
Ia menambahkan bahwa pelantikan jabatan inspektur telah didahului oleh pemberhentian pejabat sebelumnya dengan izin dari Gubernur, sesuai prosedur.
Plt Kepala BKAD Tana Toraja, Damoris Sembiring, yang juga dipanggil, memilih tidak memberikan komentar lebih jauh kepada media dengan alasan bukan kewenangannya.
Pelantikan pada 19 Februari 2025 di lingkup Pemerintah Kabupaten Tana Toraja, mulai dari Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, Administrator, Pengawas, hingga Kepala Sekolah. Namun pelaksanaan mutasi ini menimbulkan polemik karena dinilai tidak memenuhi prosedur serta dianggap sarat kepentingan menjelang akhir masa jabatan bupati. Laporan dari ASN terdampak pun masuk ke Ombudsman dan saat ini dalam proses penelusuran. (edo)