• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman NTT Ungkap Dugaan Pungli di PLBN Motaain, Eksportir Telur Merugi Berat
PERWAKILAN: NUSA TENGGARA TIMUR • Senin, 24/11/2025 •
 
Ilustrasi pungli di perbatasan: Eksportir telur 'diperas' oknum petugas PLBN Motaain, NTT. (DN/Nino)

KUPANG, DETEKSINTT.COM - Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menerima keluhan serius soal perilaku nakal oknum petugas di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain, Kabupaten Belu. Kamis (20/11), Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton, mengungkap adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang membebani para eksportir telur ayam yang rutin memasok kebutuhan ke negara tetangga, Timor Leste.

Seorang eksportir melaporkan bahwa setiap kali membawa telur untuk diperiksa di gudang, oknum petugas Dinas Peternakan Kabupaten Belu meminta "uang tambahan" di luar retribusi resmi Rp100.000. Nilainya tidak main-main: Rp250.000 per petugas, plus telur dua ikat untuk satu orang. Jika dua petugas datang, jumlah telur yang "harus disetor" otomatis empat ikat.Tidak berhenti di situ. Eksportir juga mengaku dipalak oleh oknum petugas karantina di PLBN Motaain berupa pungutan Rp300.000 tanpa kwitansi, dan satu ikat telur setiap kali truk melewati pemeriksaan. Atas keluhan itu, Beda Daton langsung menghubungi Sekretaris Daerah Kabupaten Belu, Johanes Andes Prihatin, dan Kepala Balai Karantina Kupang, Simon Soli, untuk melakukan pengecekan. Pesannya tegas, jika benar, maka para petugas yang melakukan pungutan tambahan tanpa dasar hukum tersebut ditindak tegas dan hentikan praktik ilegal tersebut karena sangat membebani dunia usaha dan merugikan para eksportir. "Pelayanan publik yang mudah, murah, dan cepat adalah kewajiban negara. Bukan malah menjerat para pelaku usaha dengan pungutan tidak berdasar," tegas Darius.

Menurutnya, praktik pungli seperti itu bukan hanya merugikan eksportir, tetapi juga mencoreng citra pelayanan negara di pintu perbatasan. Jika dalam sehari ada beberapa eksportir melintas, kerugian mereka bisa berlipat ganda. Pelaku usaha harus menyiapkan uang ekstra dan telur "upeti" hanya agar proses layanan berjalan lancar-sebuah pola lama yang masih bercokol di era yang seharusnya sudah serba transparan. Darius menekankan, bila ada retribusi resmi yang diatur dalam Perda, pembayarannya wajib melalui bank, bukan menitipkan uang pada petugas. Sistem tunai, apalagi tanpa kwitansi, sangat rentan diselewengkan.

"Hentikan segala cara untuk mempersulit para eksportir dengan harapan diberikan uang pelicin atau barang lain agar urusan layanan menjadi lebih mudah dan lancar. Itu sudah tidak zamannya lagi. Saat ini semua serba terbuka. Jika praktik seperti ini terus terjadi, saya tidak segan-segan melaporkan petugas ke atasan mereka," ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa para eksportir adalah bagian penting dari roda ekonomi. Mereka membayar pajak, retribusi, membuka lapangan kerja, dan menghidupi banyak keluarga dari aktivitas perdagangan di perbatasan. "Perlakukan mereka sebaik mungkin. Negara hadir bukan untuk memeras, tetapi untuk memastikan layanan publik berjalan bersih dan adil," pungkasnya.

Laporan Ombudsman ini menjadi alarm keras bagi instansi terkait di PLBN Motaain. Dugaan pungli di pintu perbatasan bukan sekadar masalah kecil-ini soal integritas negara dalam melayani warganya. Jika tidak dibersihkan, rantai ekonomi lintas batas akan terus tercekik oleh perilaku oknum yang memanfaatkan seragam sebagai alat memeras.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...