• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman NTT Surati Gubernur Terkait Kuota dan Rekomendasi Ternak Sapi
PERWAKILAN: NUSA TENGGARA TIMUR • Rabu, 21/05/2025 •
 

KUPANG, FLORESPOS.net-Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik pada pelayanan pengeluaran ternak sapi di Provinsi NTT, Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT menyampaikan surat resmi kepada Gubernur NTT tertanggal; 7 Mei 2025 terkait Koordinasi Peningkatan Pelayanan Tata Niaga Sapi.

Kepada Gubernur NTT disampaikan bahwa Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT telah melakukan pertemuan dengan Himpunan Pengusaha Peternak Sapi dan Kerbau (HP2SK) NTT dan diperoleh informasi mengenai tata niaga sapi di Provinsi NTT khususnya pada pelayanan pengeluaran ternak sapi.

"Permasalahan proporsionalitas pembagian kuota pengeluaran sapi oleh dinas peternakan kabupaten/kota, berupa tidak adanya formula khusus yang digunakan dalam pembagian kuota pengeluaran sapi bagi pengusaha atau pemohon," sebut Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi NTT, Darius Beda Daton dalam rilisnya, Jumat (16/5/2025).

Darius mengatakan, tidak adanya formula ini menimbulkan potensi pemberian imbalan (fee), diskriminasi dan monopoli pengusaha tertentu.

Dia mengatakan, permasalahan berikutnya terkait dugaan adanya jual beli Rekomendasi Pengeluaran Ternak yakni adanya pemberian Rekomendasi Pengeluaran Ternak oleh dinas kepada pengusaha tertentu yang tidak mempunyai sapi.

Dampaknya, sebut Darius, pengusaha yang memiliki sapi tidak mendapatkan Rekomendasi Pengeluaran Ternak dari dinas dengan alasan kuota habis atau alasan lain.

"Selanjutnya,  pemegang Rekomendasi Pengeluaran Ternak yang tidak mempunyai sapi menjual rekomendasinya (kuota) kepada pengusaha lain yang tidak mempunyai sapi," paparnya.

Permasalahan ketiga, kata Darius, kendala memenuhi standar berat hidup sapi Bali paling rendah 275 kilogram per ekor dimana pengusaha sapi di lapangan sulit untuk mendapatkan sapi Bali dengan berat hidup paling rendah 275 kg per ekor.

Standar ini guna memenuhi ketentuan Pasal 11 huruf a Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 52 Tahun 2023 tentang Pengendalian terhadap Pemasukan, Pengeluaran, dan Peredaran Ternak, Produk Hewan dan Hasil Ikutannya di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Ia menjelaskan, kendala tersebut menyebabkan pemohon mengajukan Rekomendasi Pengeluaran Ternak atas sapi dengan berat hidup di bawah 275 kg.

anjutnya, permasalahan keempat yakni dugaan pemberian imbalan (fee) dalam proses penerbitan Rekomendasi Pengeluaran Ternak dan pemeriksaan kesehatan serta timbang hewan di ranch atau kandang.

"Dugaan pemberian imbalan dimaksud sebagai upaya meloloskan sapi yang belum memenuhi standar berat hidup sapi Bali paling rendah 275 kilogram per ekornya," ungkapnya.

Darius menambahkan, permasalah kelima terkait lamanya waktu penerbitan Rekomendasi Pengeluaran Ternak oleh dinas kabupaten/kota dimana dalam hal ini, kepala dinas sedang tidak berada di tempat maka harus menunggu hingga kepala dinas ada di kantor.

Hal tersebut, kata dia, disebabkan karena tidak adanya pelimpahan kewenangan penandatangan rekomendasi.

Guna mencegah keluhan dengan substansi yang sama terus berulang, maka sebagai upaya bersama untuk memperbaiki pelayanan publik pada pelayanan tata niaga sapi di Provinsi NTT, Ombudsman NTT menyampaikan saran-saran kepada Gubernur NTT.

Darius menjelaskan, Ombudsman Perwakilan NTT meminta Pemerintah Provinsi NTT agar melakukan review (mengkaji kembali) pemberlakuan kriteria sapi antar pulau berupa sapi hidup dengan berat paling rendah 275 kilogram.

"Aturan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur NTT Nomor 52 Tahun 2023 tentang Pengendalian terhadap Pemasukan, Pengeluaran, dan Peredaran Ternak, Produk Hewan dan Hasil Ikutannya di Provinsi NTT," terangnya.

Darius menyebutkan, perubahan kriteria berat sapi dipandang perlu untuk memudahkan peternak menjual sapi dan mencegah adanya biaya tambahan (praktik fee) dalam pengurusan Rekomendasi Pengeluaran Ternak.

Rekomendasi kedua, sebutnya, Pemerintah Provinsi NTT diminta agar menyusun dan menetapkan standar pelayanan terkait waktu penerbitan keputusan gubernur mengenai penetapan Alokasi Pengeluaran Ternak Besar Potong Sapi, Kerbau dan Kuda Asal Provinsi NTT.

"Standar waktu tersebut akan menjadi pedoman waktu penyampaian ketersediaan dan kebutuhan alokasi pengeluaran ternak sapi dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi untuk selanjutnya dilakukan penetapan alokasi oleh Gubernur," ucapnya.

Rekomendasi ketiga sebut Darius, Pemerintah Provinsi NTT diminta agar berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota terkait pembagian kuota pengeluaran ternak oleh dinas kabupaten/kota kepada pengusaha yang mengajukan permohonan Rekomendasi Pengeluaran Ternak.

Kata dia, pembagian kuota dilakukan melalui kesepakatan yang melibatkan kepala dinas peternakan kota/kabupaten beserta tim teknis di dinas peternakan dan pengusaha/himpunan pengusaha yang terlibat dalam proses tata niaga sapi.

Proporsionalitas pembagian kuota tersebut perlu gar mewujudkan pembagian kuota yang dilakukan secara merata dan tidak diskriminatif," ujarnya.

Darius menambahkan, perlunya memperhatikan kewenangan kepala dinas peternakan untuk menandatangani Rekomendasi Pengeluaran Ternak agar dapat dilimpahkan kepada pejabat lain, agar pelayanan rekomendasi tetap berjalan saat kepala dinas sedang tidak berada di tempat.

"Kami akan terus memonitor tindak lanjut saran tersebut guna memastikan tata niaga sapi di NTT tidak merugikan para petani Peternak," pungkasnya. *





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...