Ombudsman Mempertanyakan Wajib Vaksinasi yang Dikaitkan dengan Layanan

Ombudsman meminta kepada pemerintah daerah tidak serta merta mengaitkan sertifikat vaksin COVID-19 untuk jadi salah satu syarat akses pelayanan publik. Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat Yefri Heriani mengatakan melihat pada Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi, benar adanya sanksi administrasi bagi yang menolak vaksinasi.
"Hal tersebut tertuang juga di dalam Pasal 13A terkait sanksi bagi yang tidak mengikuti vaksinasi," ujar Yefri melalui keterangan tertulisnya, Sabtu 25 Desember 2021.
Ia menjelaskan melihat pada pasal 13A disebutkan bahwa setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin COVID-19 tapi tidak mengikuti vaksinasi COVID-19 dapat dikenakan sanksi administratif.
Sanksinya itu berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, dan/atau denda.
"Sekarang yang kita lihat, malah segala pelayanan itu dikaitkan dengan vaksin. Ya tidak divaksin, tidak dilayani. Ini fakta yang tengah terjadi," tegasnya.
Yefri mencontohkan, ada satu kasus yang terjadi di Kabupaten Pasaman Barat. Di sana ada surat edaran mengaitkan kartu vaksinasi dalam pengambilan rapor untuk wali murid dan murid di jenjang SD/SMP.
"Seharusnya hal ini tidak ada ada kaitannya dengan orang tua murid yang belum atau sudah divaksin," sebutnya.
Kasus lainnya, Ombudsman juga mendapatkan informasi, pemerintah daerah mendorong para pegawainya untuk membawa lima orang untuk dilakukan vaksin.
"Ini lagi, mana ada aturan semacam itu," ucap Yefri.
Untuk itu, ia mengharap agar pemerintah daerah perlu memperhatikan bahwa tidak semua masyarakat dapat divaksin baik karena alasan kesehatannya dan kesadarannya.
"Sehingga, tetap perlu dilakukan pendekatan persuasif agar pelaksanaan vaksin di daerah sesuai dengan target yang diminta oleh pemerintah pusat," ujarnya.








