• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman Maluku Utara Temukan Ada Sekolah di Ternate dan Tikep Lakukan Pungutan pada Pengadaan Sarana Siswa
PERWAKILAN: MALUKU UTARA • Sabtu, 23/07/2022 •
 
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara, Sofyan Ali. (Dok. Ombudsman)

Ternate, Maluku Utara - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku Utara menemukan sejumlah sekolah baik SD maupun SMP di Kota Ternate dan Tidore Kepulauan masih melakukan praktik pungutan terhadap siswa. Praktik semacam ini kebanyakan pada pengadaan atribut sarana baik yang dilakukan oleh pihak sekolah maupun komite sekolah pada saat penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Maluku UTarq, Sofyan Ali menyebutkan, berdasarkan hasil pengawasan di sekolah pada aspek atribut sarana, masih ditemukan adanya praktik pengadaan atruibut sarana baik yang dilakukan pihak sekolah (PPDB) maupun komite sekolah.

"Mekanisme pengadaannya dalam bentuk pihak sekolah/komite sekiolah melakukan kerja asqam dengan pihak ketiga, yaitu penyedia barang dan jasa," ungkap Sofyan, Jum'at (23/7/22).

Sofyan membeberkan, rata-rata penentuan jenis atribut ini ditentukan oleh pihak sekolah dan/atau komite sekolah dengan dalil keseragaman. Dalam kerja sama ini, ditentukan jenis atribut, jumalh atribut, satuan harga, dan model pembayaran.

Selanjutnya pihak sekolah/komite sekolah memberitahukan kepada orang tua melalui rapat di sekolah pada saat pendaftaran atau pada saat pengenalan lingkungan sekolah mengenai jenis atribut dan harga satuan dengan ketentuan bahwa orang tua melakukan pembayaran sejumlah uang sesuai dengan jumlah atribut kepada pihak sekolah/komite sekolah.

Model pembayaran, bisa dilakukan secara kontan sesuai jumlah keseluruhan nilai barang maupun melalui sistem cicil/angsuran. Kemudian atribut tersebut diambil di masing-masing sekolah.

"Ini di luar dari biaya pemotretan dan foto, ditemukan ada selisih harga antara harga awal dan distributor ke pihak sekolah/komite sekolah dengan harga jual yang disampaikan kepada orang tua peserta didik," bebernya.

Sofyan menyebutkan, dari temuan ini terjadi selisih harga yang cenderung bervariasi antara sekolah yang satu dengan yang lain. Jika dirinci selisih harga pakaian olahraga sebesar Rp 200 ribu sampai Rp 225 ribu per paket, sementara untuk seragam batik sebesar Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu per paket. Selisih ini menjadi keuntungan bagi pihak sekolah yang melakukan pengadaan.

"Belum lagi ditemukan fakta bahwa pada pihak sekolah yang mendapatkan keuntungan sebesar Rp 5 ribu untuk setiap item seragam seperti pakaian olahraga dan batik dari harga yang diberikan oleh pihak ketiga," jelas Sofyan.

Ia menambahkan, apabila diasumsikan, bila satu sekolah memiliki jumlah peserta didik baru sebanyak 79 orang dikalikan dengan keuntungan pakaian seragam olahraga dengan selisih paling tinggi sebesar Rp 225 ribu, maka total keuntungan pihak sekolah adalah Rp 17.775.000. Itu belum lagi ditambah dengan keuntungan Rp 5 ribu dalam setiap seragam, keuntungan ini baru dihitung pada satu item atribut saja.

Menurutnya, larangan sekolah melakukan pungutan berkaitan dengan penyelenggaraan PPDB telah diatur secara tegas dalam beberapa ketentuan antara lain, Pasal 52 huruf (h) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, Pasal 181 huruf (d) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 27 Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Mennengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, serta Pasal 9 Ayat 1 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar.

Meski begitu, sambung Sofyan, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Maluku Utara meminta Gubernur Maluku Utara, Walikota Ternate, dan Walikota Tidore Kepulauan agar melakukan evaluasi secara menyeluruh atas pelaksanaan PPDB tahun 2022/2023. Serta memberikan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada para pihak yang terbukti melakukan pelanggaran dan/atau pungutan kepada peserta didik pada satuan pendidikan dasar.

Tak hanya itu, Ombudsman juga meminta kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan agar melakukan evaluasi terhadap panitia pelaksanaan PPDB tahun 2022/2023 dan pada satuan pendidikan serta mendorong system pendaftaran berbasis online, khusunya pada sekolah yang berada di 5 (lima) kecamatan dalam wilayah Pulau Ternate atau setidak-tidaknya pada sekolah yang berada pada wilayah perkotaan.

"Menghentikan segala bentuk keterlibatan pihak sekolah/komite sekolah/koperasi sekolah dalam pengadaan dan/atau penjualan atribut peserta didik baru, memastikan tidak ada pungutan dalam bentuk apapun pada satuan pendidikan dasar," tegas Sofyan.

Ia juga meminta Dinas terkait agar terus memonitoring serta mengevaluasi secara berkala untuk memastikan penyelenggaraan pendidikan dan satuan pendidikan dasar berjalan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

"Selain itu, membangun sistem pengelolaan pengaduan pelayanan pendidikan termasuk pengaduan terkait pungutan di satuan pendidikan yang responsif dan mudah diakses," pungkasnya.(Arul-2)





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...