Ombudsman Maluku dorong pemkab/pemkot siapkan fasilitas layanan dasar.
Ambon (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku mendorong seluruh pemerintah daerah di 11 kabupaten dan kota untuk meningkatkan layanan publik dengan menyiapkan fasilitas layanan dasar termasuk untuk penyandang disabilitas.
"Kami telah memberikan dorongan kepada dua pemkot dan sembilan pemkab di Maluku agar menyiapkan dana dalam APBD tahun ini untuk menyiapkan fasilitas layanan dasar sehingga tidak terjadi pelayanan yang buruk atau maladministrasi terhadap masyarakat," kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Maluku Hasan Slamat di Ambon, Senin.
Penegasan Hasan disampaikan dalam kegiatan diskusi Pengembangan Jaringan Pengawasan Pelayanan Publik 2024 yang melibatkan pers serta sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan menghadirkan akademisi Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon Dr. Jimmy Pieters, SH. MH dari sebagai narasumber.
Menurut dia, pelayanan publik yang maksimal merupakan hak masyarakat termasuk para penyandang disabilitas sehingga pemerintah daerah harus turut memberikan dukungan dengan menyiapkan fasilitas layanan dasar yang memadai pula.
"Untuk layanan dasar disabilitas di seluruh kabupaten dan kota di Maluku juga telah disiapkan berupa kursi roda atau tongkat misalnya yang disiapkan pada bagian depan tangga agar mudah dijangkau," katanya.
Untuk desa ramah pelayanan publik di daerah ini baru terdapat empat desa dan Ombudsman sementara mendorong dua desa lainnya.
"Dalam infrastruktur politik, yang paling bisa mempunyai kemampuan dalam hal melakukan kontrol sosial adalah pers dan NGO atau LSM, sehingga menjadi pilar mata dan telinganya Ombudsman," ujarnya.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon Dr. Jimmy Pieters mengatakan, pelayanan publik menjadi kewajiban negara sepanjang segala sesuatunya menggunakan tarif.
"Sehingga pemerintah selaku penyelenggara harus mempunyai standar pelayanan publik," ucapnya.
Dikatakan Ombudsman ini berawal dari Swedia yang timbul atas ketidakpercayaan parlamen terhadap pemerintah, sehingga menjadi mata dan telinga bagi parlemen.
Kalau poisi Ombudsman Indonesia justeru merupakan mata dan telinga pemerintah yang mengawasi pemerintah, sehingga kapasitasnya hanya sebatas rekomendasi namun tidak berdaya untuk mengambil tindakan untuk itu, jadi berbeda dengan di Swedia.
Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia Kota Ambon Mien Rumlaklak mengakui para penyandang disabilitas yang ingin membuka rekening di bank misalnya masih kesulitan mendapatkan pelayanan karena masalah komunikasi dengan pegawai bank yang memang tidak memiliki keahlian untuk pelayanan seperti itu.
"Kalau di atas kapal fery penyeberangan atau pun kapal cepat juga ada kendala tempat khusus bagi disabilitas, maupun saat pelaksanaan Pemilihan Umum dimana pintu bilik suara yang relatif kecil dan tidak bisa dimasuki dengan kursi roda hingga tidak adanya surat suara yang menggunakan huruf braille," ucapnya.
Dia juga meminta Ombudsman untuk sama-sama mengawal penerapan Perda tentang Disabilitas yang sudah ditetapkan DPRD Kota Ambon.
Ketua Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak Maluku Bayhajar Tualeka mengatakan, masalah penduduk miskin di desa-desa terkadang kurang di-update sehingga hak mereka untuk mendapatkan BPJSKin atau rumah layak huni terkadang jadi terabaikan.
"Jadi kalau kontrol publik melalui LSM atau pun pers tidak jalan maka dampaknya adalah bisa meningkatkan jumlah penduduk miskin di daerah ini," tandasnya.