• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman Jatim Sorot Denda 'Semena-mena' PLN yang Diprotes Warga Blitar
PERWAKILAN: JAWA TIMUR • Rabu, 10/05/2023 •
 
Kepala Perwakilan Ombudsman Jatim, Agus Muttaqin (Foto by: Faiq Azmi/DetikJatim)

Surabaya- Geger denda PLN di Blitar menjadi sorotan Perwakilan Ombudsman RI di Jatim. Sejak 2017 Ombudsman Jatim juga sudah menerima sejumlah aduan tentang denda PLN.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jatim Agus Muttawin mengakui hingga saat ini belum ada warga di wilayah Blitar yang mengadukan masalah denda PLN ke kantornya.

"Kami hanya memperhatikan ini di media massa. Tapi kami sendiri telah menerima sejumlah aduan serupa tentang P2TL atau Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik ini," ujarnya kepada detikJatim, selasa (9/5/2023).

Namun, dia sebutkan bahwa sejak 2017 ada 14 aduan tentang P2TL PLN yang dominan berasal dari Surabaya, Kediri, Malang, Sidoarjo dan Tuban yang masuk ke Ombudsman Jatim dengan keluhan berbeda.

"Mayoritas pengaduan yang masuk ke Ombudsman terkait pelayanan PLN itu terkait P2TL. Termasuk tentang pelanggaran kabel bolong dan juga geser meteran," lanjutnya.

Agus pun memaparkan bahwa rata-rata warga yang mengadu ke Ombudsman Jatim soal P2TL berkaitan penegakan hukum oleh PLN yang dianggap kurang adil.

"Jadi bagi sebagian warga yang mengadu ini merasa bahwa penegakan hukum dalam program P2TL yang dilaksanakan oleh PLN ini kurang adil," katanya.

Agus menjelaskan, sejumlah warga yang menyampaikan pengaduan merasa mereka tidak diberi ruang untuk menyampaikan keberatan seperti halnya di pengadilan.

"Pelapor merasa tidak diberi ruang untuk menyampaikan keberatan atau kalai kita kenal di pengadilanj ada banding hingga kasasi. Nah, di PLN ini tidak ada." katanya.

Agus pun menyoroti landasan hukum yang digunakan PLN dalam menindaklanjti temuan P2TL di lapangan yang membuat PLN menjadi terlalu dominan.

Padahal kata Agus, penentuan ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggan saat pelaksanaan P2T: itu selalu dilandaskan pada subjektivitas petugas PLN.

"Jadi selama ini dalam P2TL itu PLN mendasarkan hukum acaranya pada Perdir Nomor 088-Z.P/DIR/2016 dan itu lebih banyak pada subjektivitas dari petugas PLN," katanya.

Melalui peraturan itu, kata Agus, PLN seolah-oleh tidak terbantahkan dalam hal penentuan ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggan.

"Jadi ketika ditemukan kabel bolong atau meteran digeser itu sudah dianggap melanggar, sehingga PLN dalam tanda petik semena-mena, langsung menjatuhkan denda. Kalau tidak dipatuhi, ada pemutusan listrik," ujarnya.

Agus juga menyinggung tentang kasus dokter Surabaya yang didenda Rp 80 juta atas dugaan pelanggaran keberadaan kabel jumper di meteran listrik di rumahnya.

"Dokter itu memanggil petugas PLN tapi tidak diberi berita acara. Sama seperti di Blitar kasus geser meteran, juga tidak diberikan berita acaranya," ujarnya.

Demikian halnya yan terjadi pada kasus yang dialami Tarzan hingga didenda Rp 90 juta. menurut Agus, Tarzan juga merasa keberatan karena tidak diberikan ruang membela diri.

"Jadi memang permasalahan utamanya pada terlalu mendominasinya PLN dalam penyelesaian P2TL. Kedua, kurang maksimalnya sosialisasi kepada publik," pungkas Agus.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...