Ombudsman: Infrastruktur Krisis Sumbar dan Respons Cepat yang Wajib Diprioritaskan

Padang, - Bencana hidrometeorologi yang melanda Sumatera Barat menghadirkan tantangan besar yang harus segera ditangani dengan langkah terukur, pertemuan Ombudsman Sumbar dengan para media, Jum'at (12/12/2025).
Dalam situasi di mana akses, layanan dasar, dan stabilitas ekonomi terguncang, negara dituntut hadir tanpa jeda. Melalui pemantauan intensif di Kabupaten Agam, Kota Padang, dan Kabupaten Tanah Datar, Ombudsman RI berupaya memastikan bahwa standar layanan publik tetap berjalan meski berada di tengah tekanan ekstrem.
Pendekatan ini penting untuk menjamin bahwa setiap kebijakan respons bencana benar-benar berlandaskan data kebencanaan, kebutuhan riil warga, dan prinsip efektivitas.
Untuk meningkatkan kualitas analisis, tim Ombudsman melakukan observasi langsung di tiga titik prioritas. Lokasi tersebut menggambarkan variasi dampak yang luas, mulai dari krisis akses darat hingga gangguan irigasi yang berpotensi mengancam ketahanan pangan.
Melalui temuan lapangan itu, Ombudsman menegaskan bahwa upaya pemulihan harus berjalan dengan strategi menyeluruh, bertahap, dan berbasis koordinasi lintas sektor agar tidak menimbulkan kesenjangan layanan publik.
Di Kabupaten Agam, terutama di Jorong Lambe, kondisi darurat masih sangat kentara.
Akses menuju daerah ini terputus total akibat material longsor yang menimbun jalur utama.
Aktivitas distribusi bantuan masih bergantung pada perjalanan kaki, atau motor yang harus didorong melalui medan berat.
Situasi ini menunjukkan bahwa pemulihan infrastruktur membutuhkan intervensi cepat yang berorientasi pada pembukaan jalur darat prioritas.
Selain itu, data kebencanaan antar-instansi masih tidak sejalan, dan ketidaksinkronan tersebut turut memperlambat proses penetapan prioritas logistik.
Sebagian laporan mengenai pemulihan dasar, seperti listrik dan air bersih, juga belum dapat diselesaikan sesuai kebutuhan darurat. Dampaknya, warga mengalami tekanan ekonomi akibat naiknya harga barang pokok.
Informasi yang diterima Ombudsman mengindikasikan bahwa mekanisme pendataan rumah rusak, layanan publik terganggu, dan distribusi bantuan masih perlu disempurnakan.
Sementara itu di Kota Padang, kerusakan irigasi Gunung Nago dan Koto Tuo memunculkan ancaman besar terhadap ribuan hektare sawah. Pemerintah provinsi bergerak cepat dengan mengajukan Geobag sebagai solusi awal.
Walaupun langkah ini merupakan respons positif, percepatan tindakan teknis masih sangat diperlukan agar petani tidak kehilangan musim tanam.
Melalui pemantauan lapangan, Ombudsman menilai bahwa aspek pemulihan irigasi harus diberi prioritas setara dengan pemulihan akses darat.
Karena jika irigasi tidak segera distabilkan, dampaknya merembet jauh ke sektor ketahanan pangan, distribusi bahan makanan, dan pendapatan petani.
Lembah Anai menjadi titik krusial yang paling sering disebut warga, karena kerusakannya memutus jalur nasional Padang-Bukittinggi.
Jalan alternatif yang tiga hingga empat kali lebih panjang langsung memukul biaya logistik. Harga kebutuhan pokok di sejumlah nagari melonjak, dan aktivitas ekonomi melambat.
Perbaikan jalur ini sudah berjalan, tetapi kondisi geoteknik yang masih labil membuat akses belum stabil sepenuhnya.
Dalam konteks data kebencanaan, kondisi ini menegaskan bahwa pemerintah perlu mengaktifkan skenario jalur darat cadangan untuk menghindari ketergantungan pada satu rute saja.
Pola Masalah Tata Kelola: Catatan Kritis Ombudsman
Setelah meninjau tiga wilayah terdampak, Ombudsman mencatat beberapa persoalan tata kelola layanan publik yang menghambat efektivitas respons. Di antaranya:
• informasi antar-instansi tidak konsisten
• layanan dasar tidak pulih sesuai kebutuhan waktu darurat
• distribusi bantuan masih bergantung pada helikopter
• jalur darat alternatif belum dikuatkan
• perlindungan kelompok rentan belum merata
• perencanaan kontinjensi belum dilaksanakan secara terpadu
Setiap temuan tersebut menunjukkan bahwa penguatan tata kelola sangat penting agar respons bencana berfungsi cepat, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Prinsip Tata Kelola sebagai Fondasi Pemulihan
Ombudsman menegaskan bahwa penanganan bencana bukan hanya soal pengerahan alat berat atau suplai logistik. Tata kelola menjadi landasan utama. Transparansi data kebencanaan, akuntabilitas keputusan, efektivitas tindakan lintas sektor, serta partisipasi publik harus terus dijaga. Pada titik kritis seperti saat ini, warga membutuhkan kepastian, bukan sekadar janji.
Rekomendasi Ombudsman yang Harus Diprioritaskan Pemerintah
Berdasarkan dialog dengan pemerintah daerah dan warga terdampak, Ombudsman merumuskan beberapa rekomendasi strategis agar proses pemulihan berjalan cepat dan berdampak
1. Satu Data Kebencanaan Terverifikasi
Seluruh instansi wajib menggunakan data kebencanaan yang sama. Data wilayah terisolasi harus diperbarui setiap hari agar distribusi bantuan dapat diprioritaskan secara akurat. Sistem ini meningkatkan transparansi dan mempercepat aliran informasi kepada warga.
2. Pembukaan Akses Darat di Titik Kritis
Akses darat menjadi jalur utama ekonomi dan logistik, sehingga pemerintah harus menambah alat berat di Jorong Lambe dan Lembah Anai. Target waktu pemulihan juga harus diumumkan secara berkala kepada masyarakat.
3. Penataan Ulang Distribusi Logistik
Ketergantungan pada helikopter harus dikurangi. Pemerintah perlu memperkuat buffer stock, jalur alternatif, serta memastikan LPG 3 kg, pupuk bersubsidi, dan beras tetap terdistribusi dengan harga stabil.
4. Penguatan Koordinasi Antar-Instansi
PU, BPBD, PLN, Kominfo, Dinas Pendidikan, dan pemerintah nagari harus memiliki alur informasi terpadu. Setiap perkembangan pembukaan akses atau pemulihan jaringan wajib diumumkan secara konsisten.
5. Pemulihan Layanan Dasar dalam Waktu 7-14 Hari
Listrik darurat, BTS mobile, air bersih, dan fasilitas pendidikan sementara harus dipulihkan dalam rentang waktu yang terukur agar warga tidak kehilangan kendali atas kebutuhan dasarnya.
6. Penanganan Darurat Irigasi Gunung Nago dan Koto Tuo
Material Geobag harus segera tersedia. Pemerintah wajib memprioritaskan stabilisasi alur sungai untuk melindungi ribuan hektare sawah.
7. Pemulihan Ekonomi Berbasis Padat Karya
Program padat karya ringan dan dukungan modal mikro wajib diaktifkan agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Petani yang kehilangan musim tanam harus mendapatkan kompensasi berbasis skema khusus pascabencana.
8. Pendampingan Relokasi untuk Warga di Zona Rawan
Pendampingan harus mencakup administrasi, hunian baru, dan bantuan masa transisi. Pendekatan sistematis ini penting untuk memberikan rasa keadilan.
Ombudsman RI menegaskan bahwa seluruh saran ini ditujukan untuk memperkuat kehadiran negara dalam situasi darurat. Dengan tata kelola yang lebih baik, koordinasi yang lebih cepat, serta data kebencanaan yang konsisten, pemulihan Sumatera Barat dapat berjalan lebih cepat dan lebih adil bagi seluruh warga terdampak. (***)








