Ombudsman Gorontalo Soroti Sejumlah Poin SPMB Gorontalo 2025

KBRN, Gorontalo: Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Gorontalo, Muslimin B. Putra, ikut serta dalam evaluasi pelaksanaan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025 di wilayah Provinsi Gorontalo. Agenda yang digelar Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Gorontalo ini berlangsung di Hotel Grand Q Gorontalo, Jumat (19/9/2025), dan dihadiri kepala dinas pendidikan se-provinsi.
Dalam pemaparannya, Muslimin menjelaskan pelaksanaan SPMB terbagi ke dalam enam klaster layanan. Klaster tersebut mencakup layanan informasi publik, pendaftaran dan akses sistem, verifikasi dan validasi data, penyaluran siswa, pengaduan, serta penyediaan infrastruktur dan sumber daya manusia.
"Layanan informasi publik harus jelas, transparan, dan mudah diakses masyarakat. Sedangkan layanan pendaftaran perlu mengakomodasi sistem online, pendampingan tatap muka di sekolah, dan akses bagi penyandang disabilitas," ucap Muslimin.
Ia menambahkan, layanan verifikasi dan validasi data penting untuk memastikan keakuratan domisili, jalur afirmasi, prestasi akademik, hingga penetapan batas usia. Begitu pula dengan layanan penyaluran siswa yang harus menjamin pemerataan, termasuk redistribusi ke sekolah terdekat atau penempatan ke sekolah swasta bila kuota sekolah negeri penuh.
Muslimin juga menekankan layanan pengaduan mesti tersedia secara resmi dan responsif. Di sisi lain, pemenuhan sarana prasarana seperti ruang kelas, sekolah di daerah terpencil, serta kecukupan jumlah guru menjadi faktor penting dalam menunjang keberhasilan SPMB.
Meski begitu, ia mengungkapkan sejumlah temuan di lapangan. Salah satunya, Inspektorat Daerah tidak dilibatkan secara aktif dalam pengawasan, padahal hal ini diamanatkan Pasal 64 Permendikdasmen No. 3 Tahun 2025. Selain itu, data DTKS/DTST/DTSEN belum diperbarui sehingga memengaruhi jalur afirmasi bagi siswa kurang mampu.
Ombudsman juga menemukan adanya praktik "uang ikhlas" yang diberikan orangtua kepada sekolah. Praktik tersebut dinilai bertentangan dengan aturan yang melarang pungutan dalam proses penerimaan murid baru. Sementara itu, mekanisme verifikasi data masih banyak dilakukan secara manual, bukan daring, sehingga berpotensi menimbulkan maladministrasi.
"Permasalahan lain adalah daya tampung sekolah yang tidak merata. Ada sekolah yang kelebihan pendaftar, sementara sekolah lain justru kekurangan. Integrasi dengan sekolah swasta maupun madrasah yang diamanatkan regulasi juga belum berjalan optimal," kata Muslimin.








