Ombudsman Desak Gakkum KLHK Tindak Dugaan Perusakan Hutan Lindung di Batam

batampos - Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau mendesak Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera segera turun tangan menindak dugaan perusakan hutan lindung dan lingkungan hidup di sejumlah titik di Kota Batam. Salah satunya berada di kawasan hutan lindung Panaran, Kelurahan Tembesi, yang diduga dibabat oleh satu badan usaha.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kepri, Lagat Siadari, menyebut aktivitas pematangan lahan yang dilakukan di lokasi itu telah menimbun alur sungai dan menutup kawasan hutan lindung yang statusnya jelas dilindungi negara.
"Lokasinya berada di titik koordinat 1.010330,104.006622. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.76/MenLHH-II/2015 dan SK.272/Menlhk/Setjen/PLA.06/6/2018, wilayah itu masuk dalam kawasan hutan lindung," ujar Lagat, kemarin.
Lagat mengungkap nama perusahaan yang melakukan pengerjaan tersebut dan tanpa diketahui maksud dan tujuannya. Bahkan, dari penelusuran yang dilakukan, perusahaan tersebut belum mengantongi izin dari Kementerian LHK maupun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kepri.
"Belum ada izin, tapi tetap direklamasi," tegasnya.
Menurut Lagat, dugaan pelanggaran ini sudah masuk dalam kategori perusakan hutan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dalam beleid itu, setiap orang dilarang melakukan penebangan pohon, penguasaan hasil hutan, hingga penggunaan kawasan hutan tanpa izin resmi dari pemerintah.
"Delik pidananya jelas, dan ini diduga dilakukan secara terorganisasi. Karena itu kami sudah koordinasi dengan Gakkum KLHK untuk segera mengirim tim ke lokasi dan melakukan penindakan," tegas Lagat.
Ombudsman juga mencatat bahwa Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit II Batam telah melayangkan surat teguran kepada pihak perusahaan pada 9 Juli 2025 lalu. Namun, aktivitas pematangan lahan diduga tetap berjalan.
Selain kawasan Panaran, Ombudsman Kepri juga mengungkap adanya dugaan perusakan lingkungan di beberapa pulau kecil di Batam, seperti Pulau Layang, Pulau Kapal Besar, dan Pulau Kapal Kecil. Aktivitas di kawasan tersebut diduga dilakukan di atas lahan bersertifikat Areal Penggunaan Lain (APL), namun tanpa mengantongi izin resmi.
"Gakkum harus turun dan periksa keseluruhan aktivitas ilegal ini. Jangan sampai kerusakan hutan dan lingkungan semakin meluas karena pembiaran," kata Lagat.
Ia menegaskan pentingnya ketegasan pemerintah dalam penegakan hukum lingkungan, terutama di wilayah Batam yang memiliki tekanan pembangunan cukup tinggi.
"Kalau dibiarkan, ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal masa depan lingkungan hidup di Kepri," pungkasnya. (*)