• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman Dalami Dugaan Maladministrasi Pemindahan Honorer Pemkab Solok
PERWAKILAN: SUMATERA BARAT • Jum'at, 22/08/2025 •
 

Sumbardaily.com, Padang - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) tengah mendalami laporan dugaan maladministrasi dalam kasus pemindahan tenaga honorer Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok, Qorry Syuhada.

Pemindahan tersebut dinilai janggal lantaran berimbas pada tidak diusulkannya Qorry sebagai peserta seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2025, meski ia sudah tercatat dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Kepala Ombudsman Sumbar, Adel Wahidi, menjelaskan laporan masuk sejak Juli 2025 dan langsung menjadi atensi.

Pihaknya sudah memanggil sejumlah pejabat terkait, mulai dari Sekretaris Daerah Kabupaten Solok, Kepala Dinas Koperindag Ahpi Gusti, Kepala BKPSDM, hingga pihak lain yang diduga terlibat.

"Qorry ini dipindahkan dari Dinas Koperindag Kabupaten Solok di Koto Baru, Kecamatan Kubung, ke Kecamatan Pantai Cermin. Jaraknya sekitar 2,5 jam sekali jalan atau 5 jam pulang-pergi. Dari aspek keadilan, ini janggal," kata Adel di Padang, Kamis (21/8/2025).

Menurut Adel, tenaga harian lepas (THL) umumnya hanya dikontrak di organisasi perangkat daerah (OPD) tertentu, sehingga pemindahan tidak bisa dilakukan sembarangan. Ombudsman masih menelusuri motif dan dugaan pelanggaran aturan dalam kasus ini.

Kasus Qorry menjadi sorotan lantaran berimbas pada nasibnya sebagai honorer. Perempuan yang sudah 10 tahun bekerja di Pemkab Solok itu gagal masuk seleksi PPPK 2024 lantaran berada di peringkat ketiga, sementara formasi yang tersedia hanya dua.

Meski demikian, ia masuk kategori R3, yaitu peserta non-ASN yang tercatat di database BKN dan masih berhak diusulkan untuk seleksi berikutnya.

Namun, sejak dipindahkan, kontrak Qorry tak lagi diperpanjang. Ia tetap bekerja tanpa menerima gaji, dan akhirnya namanya tidak masuk dalam usulan peserta PPPK 2025.

"Ada aspek keadilan yang masih kami pertanyakan. Apalagi gajinya hanya Rp1,5 juta dan dia perempuan. Rasanya keterlaluan," ujar Adel.

Kasus Qorry dinilai menyalahi ketentuan dalam Permenpan RB Nomor 16 Tahun 2025 tentang pengelolaan tenaga non-ASN.

Regulasi tersebut menegaskan bahwa tenaga non-ASN yang telah terdaftar di database BKN tidak bisa dipindahkan atau diberhentikan sepihak tanpa alasan yang sah dan proses administrasi yang jelas.

Selain itu, aturan juga menyebutkan bahwa tenaga non-ASN kategori R3 tetap harus diusulkan dalam seleksi PPPK berikutnya selama masih aktif bekerja atau tercatat di instansi terkait.

"Kalau data Qorry sudah masuk database BKN dan berstatus R3, maka semestinya ia otomatis diusulkan kembali, bukan malah dipindahkan hingga tidak diperpanjang kontraknya," jelas Adel.

Ombudsman Sumbar sedang menguji klaim Pemkab Solok terkait alasan kelebihan pegawai.

Jika terbukti ada penyalahgunaan kewenangan, kasus ini bisa masuk kategori maladministrasi karena melanggar asas keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan terhadap hak pegawai non-ASN.

Dalam laporannya ke Ombudsman, Qorry menyebut pemindahan dirinya terkait persoalan pribadi. Ia menduga ada "orang kuat" di balik kasus ini, yakni istri Bupati Solok. Pihak Ombudsman juga telah memanggil yang bersangkutan untuk dimintai keterangan.

Qorry menuturkan, sejak awal 2025 ia mulai mendapat tekanan di lingkungan kerja. Atasannya bahkan meminta ia menemui istri Bupati dan meminta maaf.

"Saya tidak merasa bersalah, kenapa harus minta maaf?" katanya. Setelah itu, ia kerap mendapat ancaman pemberhentian, hingga akhirnya dipindahkan ke Kecamatan Pantai Cermin tanpa surat resmi.

Pihak Dinas Koperindag berdalih memindahkan Qorry karena kelebihan tenaga. Namun, ketika dikonfirmasi, Camat Pantai Cermin justru menyatakan membutuhkan ASN atau PPPK, bukan tenaga honorer.

Polemik ini sudah mencuat ke ranah publik. DPRD Kabupaten Solok bahkan membahasnya dalam Sidang Paripurna, 23 Juni 2025.

Ketua DPRD Ivoni Munir kala itu meminta Sekda menuntaskan persoalan agar tidak merugikan honorer. Namun, hingga kini masalah belum jelas ujungnya.

Ombudsman masih melakukan investigasi untuk menguji klaim Pemkab Solok terkait alasan kelebihan pegawai.

"Kalau memang ada OPD lain yang lebih membutuhkan dan jaraknya lebih dekat, kenapa harus dipindahkan jauh-jauh? Itu yang kami uji," kata Adel.

Qorry mulai bekerja sebagai honorer sejak 1 September 2015. Pada 2024, ia ikut seleksi PPPK tetapi belum berhasil.

Namanya tercatat di database BKN sebagai R3. Namun, pada 2 Juli 2025, absensinya tiba-tiba dialihkan ke Kantor Camat Pantai Cermin, sementara data kepegawaiannya dipindahkan pertengahan Juli.

Sejak itu, Qorry tidak lagi menerima gaji karena kontraknya tidak diperpanjang. Ia pun tidak masuk dalam daftar usulan PPPK 2025.

Padahal, pemerintah pusat melalui BKN sudah memperpanjang batas waktu pengusulan peserta hingga 25 Agustus 2025.

Kini, Qorry berharap persoalan ini diselesaikan secara adil. "Semoga Allah memudahkan saya mencari keadilan," ujarnya.

Ombudsman Sumbar menegaskan pihaknya akan menuntaskan investigasi dan meminta Bupati Solok serius menangani masalah ini sebagai pembina kepegawaian.

"Jangan sampai hak honorer yang sudah mengabdi selama 10 tahun terabaikan," ucap Adel. (adl)





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...