Ombudsman Bali Minta ASN Lapor Jika Diintervensi Soal Donasi

Denpasar (ANTARA) - Kepala Kantor Ombudsman Perwakilan Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti meminta ASN Pemprov Bali melapor jika mendapat intervensi terkait pengumpulan donasi pasca-banjir besar.
Hal ini disampaikan di Denpasar, Senin, merespons beredarnya acuan tarif donasi dari pimpinan pemerintah daerah kepada pegawai sesuai pangkatnya, dibarengi beredarnya video konferensi saat Sekda Bali memarahi pegawainya.
"Kalau misalnya ada ASN atau PPPK yang mendapat ancaman misalnya jika nama-namanya untuk dikumpulkan yang tidak menyumbang, dan kemudian nanti akan adanya sanksi silahkan melaporkan, kami terbuka," kata dia.
Nyoman Sri memastikan Ombudsman Bali akan merahasiakan identitas pelapor, laporan yang masuk sangat berguna bagi ombudsman dalam menjalankan pemeriksaan atas kasus ini.
Saat ini pihaknya sendiri belum dapat melangkah lebih jauh jika tak ada laporan, sebab mereka hanya berpatokan pada unggahan-unggahan media sosial.
Kepala kantor sendiri mengaku sempat menghubungi Sekda Bali Dewa Made Indra terkait pengumpulan donasi dan videonya yang viral namun hingga saat ini keduanya belum sempat bertemu langsung.
Jika mendengar alasan pemda, ia mengatakan bahwa donasi tersebut hanya acuan bukan pedoman pasti tersurat sehingga sulit dinyatakan mal administrasi.
Namun jika benar di baliknya ada intervensi hingga ancaman sanksi mutasi seperti beredar di media sosial maka Ombudsman Bali akan turun tangan menelusuri.
"Katanya itu lebih kepada acuan sesuai besaran penghasilan dari masing-masing ASN karena setiap golongan ataupun eselon itu berbeda tingkat penghasilannya, tapi apakah ada dasarnya melalui mekanisme pengambilan keputusan lewat rapat atau sebagainya," ujarnya.
"Juga mungkin akan ditelusuri nantinya wajib tidaknya, apakah misalnya ASN yang kemudian tidak memberikan sumbangan ini mendapat sanksi," sambung Nyoman Sri.
Dengan pelaporan itu, Ombudsman Bali juga dapat menelusuri lebih dalam kebenaran dari kabar di media sosial bahwa Sekda Bali melontarkan kata-kata kasar kepada ASN melalui video konferensi.
Sebab jika berdasarkan potongan video yang tersebar menurutnya wajar apabila sekretaris daerah sebagai birokrat nomor satu di hierarki Pemprov Bali memberi pembinaan ke jajarannya dan di dalam video tidak ada lontaran kasar seperti kabar yang beredar di media sosial.
Justru penyebaran video kegiatan internal yang berpotensi melanggar kode etik, sehingga sebaiknya persoalan ini ditelusuri ombudsman.
Lebih jauh menurut Nyoman Sri para ASN dapat memanfaatkan kanal-kanal pengaduan milik pemerintah daerah sebagai upaya awal melaporkan keluhan ke atasan, namun jika tak mendapat tanggapan atau justru diintervensi dapat mengadu ke Ombudsman Bali.








