• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman Angkat Bicara Soal Bebasnya Bos Penyelundup Balpres Dari Eksekusi Pidana Penjara
PERWAKILAN: KEPULAUAN RIAU • Senin, 30/10/2023 •
 

Batam, Onwtalk.co.id - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau, Dr Lagat Parroha Patar Siadari, SE, MH, menyesalkan tindakan Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam yang meloloskan terpidana penyelundup pakaian bekas (balpres) dari eksekusi hukuman penjara 1 tahun 5 bulan. Ombudsman akan meminta penjelasan dari Kejari Batam terhadap diskriminasi dalam penerapan hukum.

"Kasus (Tommy dan Rini Yulianti) ini 'kan sudah divonis Hakim Pengadilan Batam. Seharusnya pada hari dibacakannya putusan terhadap terdakwa, dengan perintah hakim untuk berada dalam tahanan, hari itu juga harus dilakukan penahanan. Tetapi kalau jaksa tidak mau melakukan (penahanan) itu, ada apa dibalik kasus ini," kata Lagat Parroha Patar Siadari, kapada Owntalk.co.id, Jumat, 27/10/2023.

Sidang putusan kasus penyelundupan, Senin, 9 Oktober 2023, Tommy dan Rini Yulianti alias Rini terbukti sah dan meyakinkan melanggar Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta kerja jo pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mereka dihukum masing-masing 1 tahun penjara dan denda Rp100 juta. Berkas perkara nomor Tommy 456/Pid.Sus/PN BTM/2023 dan Rini Yulianti nomor 457/Pid.Sus/PN BTM/2023.

"Kami tidak melihat hukum materilnya, tetapi lebih pada hukum acara (formil)nya. Kenapa ada terdakwa yang telah diputus oleh hakim untuk ditahan, lalu jaksa tidak mengeksekusi. Setelah dipersoalkan oleh media, baru 20 hari kemudian dipanggil. Nah, sekarang kami baru dapat informasi bahwa satu orang lagi terpidana atas nama Rini Yulianti masih belum ditahan. Apa yang terjadi di balik penerapan hukum yang diskriminatif ini," ucap Lagat Parroha Patar Siadari.

"Kebetulan kami ada jadwal hendak bertemu dengan pimpinan Kejaksaan Tinggi di Tanjungpinang. Masalah ini akan kami bahas nanti, mengapa ada perlakuan yang berbeda terhadap tahanan. Apa dasar hukumnya, sebab jika tindakan diskriminasi seperti ini terus dibiarkan, akan terjadi kekacauan dalam penerapan hukum. Ini 'kan, prinsipnya perbedaan perlakuan. Harus sama perlakuan-nya, jika tidak, ada apa antara jaksa dengan para terdakwa ini," ujar Lagat Siadari.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam tidak mengindahkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Batam. Kasus penyelundupan balpres yang menghukum Tommy dan Rini Yulianti dengan hukuman penjara 1 tahun 5 bulan dan denda Rp100 juta pada 9/10/2023, dibiarkan bebas. Ketika masalah tersebut dirilis oleh media ini, barulah Kejari Batam mengirimkan Surat Panggilan Terpidana (P-37) pada Kamis, 26/10/2023, dan pada Rabu, 25/10/2023, Tommy disebut menyerah diri. Namun Rini Yulianti hingga saat ini masih bebas berkeliaran.

"Sesuai dengan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) pasa 277 disebut pada pasal 270: Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengrimkan salinan surat putusan kepadanya. Kenapa bisa seorang penyelundup tidak dipenjara sesuai putusan pengadilan, dan baru akan dipanggil setelah kasusnya viral," kata seorang praktisi hukum, HS Dotulong, SH, MH, beberapa waktu lalu.

Kasus 'main mata' antara terdakwa penyelundup yang kini seharusnya telah menjadi narapidana, kata HS Dotulong, tentu melukai rasa keadilan dan merusak sistem peradilan di Indonesia. "Kasus kong-kalikong antara terpidana dan jaksa jelas-jelas melanggar pasal 30 undang-undang nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan yang menyebut: Tugas dan wewenang jaksa di bidang pidana, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan pasal tersebut tidak diubah dalam undang-undang nomor 11 tahun 2021," jelas HS Dotulong.

Sanksi terhadap kasus seperti itu, kata HS Dotulong, tergolong pelanggaran berat. Pasalnya, pada pasal 13 ayat 1 butir (b) dijelaskan: Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaannya. "Tindakan itu juga dapat digolongkan tindakan tercela, apalagi jika ada aroma suap di balik tidak ditahannya seorang terpidana yang telah divonis penjara dan telah diperintahkan hakim untuk ditahan," pungkas HS Dotulong. (Aman)





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...