Ombudsman Ajak Stakeholder Tingkatkan Kualitas Pendidikan Inklusif di Babel dalam Diskusi NAMPEL

Pangkalpinang - Ombudsman Babel menyelenggarakan kegiatan Nampung Pengaduan dan Laporan (NAMPEL) yang bertujuan untuk mendorong sistem penyelenggaraan pendidikan yang adil dan tidak diskriminatif salah satunya melalui pelaksanaan PPDB yang inklusif. Kegiatan ini diselenggarakan secara daring via zoom meeting, Jum'at (10/6/2022).
Pada acara ini menghadirkan narasumber Pimpinan Ombudsman RI Pusat, Johannes Widijantoro dan Kadindik Bangka Belitung, Ervawi. Serta para peserta yang dihadiri dari LPMP Babel, unsur Perguruan Tinggi, perangkat daerah teknis pendidikan, dan sekolah tingkat SMA/SMK, SMP, dan SD se-Provinsi Bangka Belitung.
Dalam kesempatan ini, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung belum mengungkapkan secara gamblang mengenai mekanisme penetapan sekolah inklusi yang ada di Babel dan pola koordinasi bersama pemerintah kabupaten/kota terkait hal tersebut.
"Perlu dukungan regulasi. Hal ini berdasarkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik berkebutuhan khusus. Dalam peraturan tersebut, secara implisit hanya mengatur ketentuan tentang pendidikan tingkat dasar. Kemudian, untuk menindaklanjuti ini kami akan berfokus pada peningkatan kapasitas/pelatihan yang khusus menyiapkan SDM dengan kompetensi pendidikan inklusi sehingga bisa membantu di sekolah umum. Secara teknis, kami juga berharap adanya dukungan regulasi tingkat pusat yang dapat mengakui kinerja atau jam mengajar guru di sekolah inklusi dimaksud", jelas Ervawi.
Menanggapi hal tersebut, Johanes Widijantoro menekankan pendidikan inklusi merupakan sebuah sistem yang bertujuan untuk mengatasi berbagai kebutuhan pembelajaran sekaligus meminimalkan efek hambatan belajar.
"Dalam hal ini, diperlukan juga kolaborasi semua stakeholder, baik itu pemangku kebijakan, pelaksana pendidikan dan pihak lainnya dalam mengatasi hambatan dan kendala. Pemerintah daerah melalui dinas pendidikan harus berani mengambil kebijakan yang berpihak pada penyelenggaraan pendidikan inklusif. Kita memahami peraturannya masih proses penyempurnaan, mudah-mudahan dari isu yang ada di Babel ini, bisa menjadi dasar Ombudsman untuk mendorong perbaikan regulasi tata kelola pendidikan inklusi se-Indonesia." imbuh Johanes.
Lebih lanjut, Kepala Perwakilan Ombudsman Babel menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang menghadiri Ombudsman Nampel, serta tak lupa menyampaikan masukan dengan maksud meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan bagi penyandang disabilitas.
"Kami yakin Dinas Pendidikan Provinsi Babel mau serta mampu untuk mewujudkan pendidikan inklusif di Babel. Menurut kami, selain mengacu pada Permendiknas 70/2009, juga harus merujuk pada UU 23/2014 tentang Pemda. Pada lampirannya menyebutkan pendidikan khusus kewenangannya ada di pemerintah provinsi. Definisi pendidikan khusus itu sendiri dapat kita lihat di UU Sisdiknas".
"Ombudsman akan melakukan langkah tindaklanjut terhadap isu ini. Kami menganggap permasalahan pendidikan inklusif tidak hanya soal kompetensi tenaga pengajar, tetapi juga penting memformulasikan pemetaan atauroadmapsecara lebih baik. Kemudian kami ingin menyarankan kedepan untuk PPDB bagi penyandang disabilitas agar dapat dituangkan melalui instrumen yang lebih jelas dan terukur sehingga tidak menimbulkan kebingungan bagi sekolah dan masyarakat", pungkas Yozar.








