• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Ombudsman : Penyelesaian Sengketa Tanah Sebaiknya Dilakukan Secara Non-Litigasi
PERWAKILAN: PAPUA BARAT • Senin, 15/11/2021 •
 
Musa Yosep Sombuk (Foto : PB NEWS/NANU BELANG)

MANOKWARI, PB News - Persoalan sengketa tanah menjadi hal yang sangat sensitif dalam kehidupan sosial masyarakat. Sehingga penyelesaiannya cenderung mengakibatkan konflik baik vertikal maupun horisontal yang sangat rumit. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa tanah sebaiknya dilakukan secara Non-litigasi.

"Penyelesaian sengketa sebaiknya didorong semaksimal mungkin untuk diselesaikan secara non-litigasi. Litigasi adalah pilihan yang terakhir apabila secara Non-litigasi tidak dapat menyelesaikan persoalan tersebut," ujar Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Papua Barat Musa Yosep Sombuk kepada Papua Barat News, Jumat (12/11/2021).

Dia mengatakan, secara Nasional, permasalahan menyangkut tanah menjadi bentuk laporan yang paling banyak diterima Ombudsman selama tahun 2021. Hal itu termuat dalam Sistem Informasi Manajemen Penyelesaian Laporan (SIMPeL) Ombudsman RI.

"Kasus pertanahan menjadi kasus tertinggi atau nomor 1 secara Nasional dengan jumlah data 2.162 kasus atau 35% kasus dari total 14. 262 kasus yang dilaporkan," kata dia.

Sementara itu, untuk wilayah Provinsi Papua Barat kasus pertanahan menempati urutan 4 dari total 166 laporan yang diterima Ombudsman Perwakilan Papua Barat selama tahun 2021. Dari total laporan tersebut, sebanyak 15 kasus merupakan kasus pertanahan.

"Jadi berkisar 9% laporan masyarakat adalah kasus pertanahan," sebutnya.

Musa menuturkan, untuk wilayah Papua Barat, sebagain besar tanah merupakan milik masyarakat secara komunal. Akan tetapi dalam hal legalitas pengurusan dokumen pertanahan ditandatangani secara personal sehingga menimbulkan kesimpangsiuran dalam hal pengakuan kepemilikan.

Oleh karena itu, lanjut Musa, Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Kantor Pertanahan sebagai lembaga Negara yang mengurusi persoalan tersebut harus mampu melaksanakan tugasnya secara baik. Permasalahan pertanahan tersebut dapat diminimalisir dengan stategi pencegahan maladministrasi dalam Pertanahan. Strategi dimaksud antara lain penciptaan budaya kerja ke arah pelayanan prima. Standar pelayanan publik haruslah ditetapkan dan tentunya dijalankan serta dipatuhi baik oleh penyedia layanan maupun pengguna layanan.

"Setidaknya patuh pada zona integritas yang sudah dibuat. Ditambah lagi menjalani tugas sesuai SOP. Juga harus rutin melakukan komunikasi dengan masyarakat. Karena kalau ada orang datang lapor untuk pengukuran tanah terus tidak ada komunikasi dengan masyarakat lain, maka akibatnya bisa fatal," kata Musa.

"Selain itu, perlu ada perbaikan sistem database dan informasi publik dengan menggunakan teknologi informasi yang diakses dengan mudah oleh penyedia layanan maupun pengguna layanan," sambungnya.

Dirinya menambahkan, UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik mengamanatkan penyelenggara pelayanan publik harus memenuhi standar layanan sehingga masyarakat dapat memperoleh kepastian pelayanan yang baik. Oleh karena itu, pencegahan kasus pertanahan harus dilakukan oleh setiap Kantor Pertanahan guna mengantisipasi terjadinya maladministrasi.

"Korelasi dan Koordinasi dengan Kantor Pertanahan BPN Manokwari dalam kaitannya dengan penyelesaian laporan masyarakat kiranya dapat meningkatkan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang lebih efektif, efisien dan transparan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," tutup Musa. (PB25)





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...