Mutasi Jabatan, Ombudsman Panggil Sekda, BKAD dan Inspektorat Toraja

Makassar - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulsel memanggil sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten Toraja.
Mereka dimintai klarifikasi atas laporan masyarakat terkait dugaan Mal administrasi dalam pelantikan dan mutasi pejabat di lingkup pemerintah Kabupaten (Pemda) Kabupaten Toraja.
Proses pelantikan tersebut dilakukan pada 19 Februari 2025, sehari sebelum masa jabatan Bupati periode 2020-2025 berakhir.
Dr.Aswiwin Sirua selaku Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Sulsel, mengatakan bahwa agenda hari ini merupakan bagian dari permintaan klarifikasi.
Yakni terhadap laporan dugaan penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan mutasi jabatan tersebut, ungkapnya.
"Ini baru tahap awal untuk meminta keterangan. Klarifikasi ini adalah upaya kami untuk mendalami keberatan substansi yang disampaikan pelapor, khususnya terkait mutasi yang diduga menyimpang dari prosedur," jelas Aswiwin.
Lebih lanjut Dr Aswiwin menjelaskan bahwa, para pejabat yang dipanggil hari ini hadir untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 16 huruf C Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mewajibkan penyelenggara publik memenuhi panggilan lembaga berwenang. "Ombudsman sendiri memiliki kewenangan tersebut berdasarkan UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI," ucapnya.
Ombudsman menyatakan bahwa proses klarifikasi belum final karena masih menunggu kelengkapan dokumen dari pihak terlapor.
"Masih ada dokumen yang belum disampaikan. Kami akan tunggu untuk selanjutnya dianalisis. Jika diperlukan, klarifikasi lanjutan bisa dilakukan," ujar Aswiwin.
Sekretaris Daerah Kabupaten Toraja, Rudi Andi Lolo yang turut hadir dalam klarifikasi menyatakan bahwa pemerintah daerah telah merespons dengan cepat panggilan Ombudsman.
Dia telah memberikan penjelasan mengenai prosedur yang ditempuh dalam proses mutasi, bahwa
"Mutasi dilakukan berdasarkan penilaian kinerja oleh tim dan usulan dari OPD terkait. Tidak ada pengusulan penurunan jabatan. Jika ada penyesuaian, itu bagian dari dampak perampingan organisasi," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa mutasi tidak terkait dengan tindakan disipliner, "itu tidak ada sama sekali", tegasnya.
Melainkan sebagai konsekuensi dari penyusutan jumlah jabatan eselon III dari 190 menjadi 170 posisi. Namun demikian, pihak pelapor menilai hal tersebut sebagai bentuk demosi dan bermuatan politis, mengingat waktu pelaksanaannya yang berdekatan dengan akhir masa jabatan kepala daerah.
Kepala Inspektorat Kabupaten Toraja, Ir.Sinija Somalinggi yang turut hadir menyatakan bahwa dirinya belum terlibat dalam proses mutasi saat itu karena baru dilantik pada tanggal yang sama, 19 Februari 2025.
"Prosesnya memang belum melibatkan saya secara langsung karena saya baru dilantik hari itu," jelas Sinija secara singkat.
Ia menambahkan bahwa pelantikan jabatan inspektur telah didahului oleh pemberhentian pejabat sebelumnya dengan izin dari Gubernur, sesuai prosedur.
Plt Kepala BKAD Kabupaten Toraja, Damoris Sembiring, yang juga dipanggil, memilih tidak memberikan komentar lebih jauh kepada media dengan alasan bukan kewenangannya.
Pelantikan pada 19 Februari 2025 di lingkup Pemerintah Kabupaten Tana Toraja, mulai dari Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, Administrator, Pengawas, hingga Kepala Sekolah.
Namun pelaksanaan mutasi ini menimbulkan polemik karena dinilai tidak memenuhi prosedur serta dianggap sarat kepentingan menjelang akhir masa jabatan bupati.
Laporan dari ASN terdampak pun masuk ke Ombudsman dan saat ini dalam proses penelusuran.