• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Murid Baru Jalur Belakang Lesehan Dahulu, Ombudsman Ungkap Pungutan PPDB SMA di Tangerang Terkumpul Rp500 Juta
PERWAKILAN: BANTEN • Kamis, 25/08/2022 •
 
Ilustrasi

bantenpro.id - Sebuah SMA negeri di Kabupaten Tangerang terpaksa membangun ruang kelas baru usai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) beberapa waktu lalu. Biaya pembangunannya berasal dari pungutan wali murid yang anaknya diterima melalui jalur tak resmi PPDB alias jalur belakang.

Hal itu terungkap dalam ekspose temuan Ombudsman Republik Indonesia mengenai pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2022/2023 yang digelar Kamis (25/08/2022).

Ombudsman mengungkap, SMA negeri di Kabupaten Tangerang itu membangun ruang kelas baru karena jumlah murid yang diterima masuk melalui jalur belakang sangat jauh melebihi kapasitas ruang kelas yang ada.

Saking banyaknya, sekolah sampai membangun ruang kelas baru untuk 5 rombongan belajar. Selama ruang kelas belum selesai dibangun, ratusan murid dari jalur tak resmi itu menumpang di ruangan yang ada, seperti di ruang kelas maupun perpustakaan dengan lesehan.

"Kelebihan jumlah siswa yang diterima mengakibatkan siswa harus belajar masuk ke kelas lain seperti ke perpustakaan dengan duduk lesehan," kata Anggota Ombudsman Indraza Marzuki Rais.

Indraza mengatakan, kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Riset Teknologi Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB.

Seperti diketahui, dalam pelaksanaan PPDB ada 4 jalur resmi yang diatur dalam Permendikbud Ristek. Antara lain jalur zonasi, jalur prestasi, jalur afirmasi, dan jalur perpindahan orang tua. Masing-masing jalur penerimaan ini sudah ditetapkan kuota murid yang diterima berdasarkan daya tampung sekolah.

Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Kantor Perwakilan Ombudsman Banten Zainal Muttaqin mengatakan, persoalan itu berawal dari praktik jual beli kursi dan titip-menitip murid. Saat sudah diterima, ternyata kapasitas ruang sekolah tidak mampu menampung siswa. Maka sekolah mengakalinya dengan membangun ruang kelas.

"Pihak sekolah tidak memiliki anggaran untuk membangun ruang kelas. Maka pihak sekolah membuat proposal terkait rencana itu untuk disodorkan kepada orang tua siswa yang masuk lewat jalur tidak resmi. Jadi seperti patungan. Setelah dana terkumpul, maka pembangunan dilangsungkan," jelas Zainal.

Menurut Zainal, jumlah kelas yang dibangun sampai 5 rombongan belajar. Dana yang terkumpul mencapai ratusan juta rupiah. Karena sumber dananya tidak resmi, maka tidak ada pencatatan maupun laporan kegiatan pembangunan.

"Sampai dengan kami klarifikasi langsung ke sekolah pada akhir Juli, dana yang terkumpul mencapai Rp450 juta sampai Rp500 juta, angka itu selalu kisaran karena tidak ada pencatatan yang rapi oleh sekolah. Sambil membangun kelas, mereka terus mengumpulkan dana," kata Zainal.

Saat ini proses pembangunan masih berjalan. Sementara waktu, para siswa yang masuk melalui jalur belakang itu belajar di ruang perpustakaan tanpa kursi dan meja.

Temuan serupa juga terjadi di sebuah SMK negeri di Kota Serang. Sekolah itu meminta dana corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan sekitar untuk membangun satu ruang kelas. Alih-alih satu ruang kelas dapat mencukupi, tapi nyatanya masih banyak siswa yang tak tertampung.

Pihak sekolah berinisiatif mengumpulkan dana dari orang tua siswa untuk merenovasi sebuah ruangan di sekolah yang sudah tak terpakai untuk dijadikan satu kelas. Dana yang dibutuhkan senilai Rp200 juta untuk mewujudkan dua ruang kelas tersebut.

Namun rencana itu batal terlaksana. Ada wali murid yang melapor ke Ombudsman. Akhirnya, Ombudsman meminta agar sekolah mengembalikan uang tersebut kepada wali murid yang menyumbang.

"Dana yang sudah terkumpul saat itu Rp52 juta, kami minta kembalikan kepada wali murid yang memberi. Akhirnya, untuk merenovasi itu menggunakan dana sekolah," paparnya.

Ombudsman menyimpulkan, prinsip objektif, akuntabel, dan nondiskriminatif yang dituangkan dalam Permendikbud maupun SK Dirjen Pendis Kementerian Agama tidak dijalankan dalam pelaksanaan PPDB karena terjadi pembiaran terhadap pelanggaran aturan.

Selain temuan pungutan untuk membangun ruang kelas, Ombudsman Perwakilan Banten juga sedang berkoordinasi dengan Tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) untuk mengusut dugaan praktik jual beli kursi dan titip menitip siswa yang dilakukan oleh seorang pejabat maupun penguasa.

"Semoga dalam waktu dekat kita mendapatkan hasil perkembangannya dan kita juga akan terus monitor perkembangannya," kata Zainal. (mst/bpro)





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...