• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Menuntut Gen-Z yang Profesional sebagai Pelaksana Pelayanan Publik
PERWAKILAN: KEPULAUAN BANGKA BELITUNG • Jum'at, 28/02/2025 •
 
Julia

Di era disrupsi teknologi digital yang semakin pesat, Gen-Z mulai merambah dunia kerja dan menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagai makhluk sosial yang tumbuh dan berkembang di era pesatnya digitalisasi teknologi, Gen-Z memiliki beberapa kelebihan dalam penggunaan teknologi digital, open minded, innovative oriented, serta memiliki keahlian multitasking yang cukup baik. Seiring dengan kelebihan yang dimilki tersebut, Gen Z dikenal sebagai generasi yang lebih asertif dalam mengutarakan opini, terutama lewat media sosial. Tidak cukup sampai disitu saja, untuk menjadi seorang pelaksana pelayanan publik yang profesional, ada berbagai tantangan yang harus dilewati dan kompetensi serta keahlian yang diperlukan.

Gen-Z sebagai generasi yang asertif dalam menyampaikan opini lewat media sosial (medsos) memang sudah lumrah ditemukan di dunia maya dan menjadi viral. Menilik kasus-kasus Gen-Z yang notabenenya sebagai petugas pelayanan publik dimana mereka merasa tidak puas dengan birokrasi ataupun budaya organisasi tempat ia bekerja sehingga secara asertif menyampaikan opininya lewat media sosial.

Beberapa kasus yang sempat viral di media sosial mengenai peran penting Gen-Z dalam menghadapi tantangan pada sektor pelayanan publik baik tantangan dari internal maupun eksternal. Sebut saja kasus Jovi Andrea Bachtiar, Jaksa Fungsional pada Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan yang diberhentikan sebagai insan Adhyaksa karena berstatus sebagai terdakwa kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap rekan kerjanya yang sempat diunggah di akun media sosial Tiktok Jovi. Ia mengunggah postingan dengan narasi yang menyebutkan bahwa rekan kerjanya menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Tidak kalah dengan kasus Jaksa Jovi, kasus guru muda di Sekolah Menengah Pertama negeri (SMPN) 2 Pangandaran, Husein Ali Rafsanjani yang mengundurkan diri sebagai aparatur sipil Negara (ASN) setelah aksinya memviralkan adanya pungutan liar di sekolah tersebut. Husein dimintai sejumlah uang untuk biaya transport Latsar CPNS dari panitia dan kembali ditagih uang dengan jumlah tertentu saat latsar. Kemudian ia melaporkan ke pemerintah melalui lapor.go.id dan ditindak lanjuti oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pangandaran. Husein kembali menelan pil pahit lantaran tidak menemukan solusi yang berarti malah mendapatkan intimidasi. Kasus lainnya yang sempat viral juga dimana petugas Lapas Tanjung Raja Ogan Ilir, Robby Adriansyah yang mengunggah video yang menampilkan narapidana sedang pesta miras dan narkoba di dalam Lapas. Imbas dari unggahannya tersebut, Robby dimutasi dari jabatannya.

Terlepas dari sebagain kecil contoh Gen-Z sebagai petugas pelayanan publik yang tersandung permasalahan yang berkaitan dengan fungsi dan tugasnya dalam pelayanan publik, dapat dikatakan tantangan modern di sektor ini cukup riskan.

Tantangan yang Dihadapi

Pada akhir tahun lalu sampai dengan awal tahun 2025 gencar pemberitaan mengenai laporan hasil survei maraknya pemecatan terhadap Gen-Z pada pelbagai bidang kerja. Dilansir dari cnbcindonesia.com, menurut laporan Intelligent, platform konsultasi pendidikan dan karir sebagaimana dikutip Senin (02/02/2025) ada 10 alasan mengapa perusahaan memecat karyawan Gen-Z:

1. Kurangnya motivasi atau inisiatif (50%)

2. Kurangnya profesionalisme (46%)

3. Keterampilan berorganisasi yang buruk (42%)

4. Keterampilan komunikasi yang buruk (39%)

5. Kesulitan menerima feedback (38%)

6.Kurangnya pengalaman kerja yang relevan (38%)

7. Keterampilan pemecahan masalah yang buruk (34%)

8. Keterampilan teknis yang tidak memadai (31%)

9. Ketidakcocokan budaya (31%)

10. Kesulitan bekerja dalam tim (30%)

Berdasarkan data diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa walaupun mempunyai banyak kelebihan, Gen-Z faktanya juga memiliki kekurangan dan menghadapi beberapa tantangan dalam mengemban tanggung jawab dalam bekerja khususnya sebagai petugas pelayanan publik.

Tantangan pertama kurangnya pengalaman, sebagai generasi yang baru merambah dalam dunia kerja, minimnya pengalaman kerja yang terbatas dapat menjadi hambatan dalam menangani tugas-tugas yang beragam.

Tantangan kedua yaitu ekspektasi (harapan) tinggi dari masyarakat, masyarakat menuntut akan pelayanan yang efektif dan efisien (berkualitas). Sehingga Gen-Z harus bisa memenuhi ekspektasi (harapan) masyarakat yang sudah melekat pada mereka tersebut.

Tantangan terakhir adalah budaya kerja yang berbeda, dimana Gen-Z harus beradaptasi terhadap sistem dan iklim kerja birokrasi tergantung sektor pekerjaan baik di sektor swasta maupun pemerintahan.

Dari ketiga tantangan diatas, Gen-Z harus bisa menyesuaikan diri yang tentunya menuntut mereka beradaptasi secara langsung dan segera melakukan upgrade softskill dan hardskill guna menunjang adaptasi dalam dunia kerja.

Kompetensi dan Keterampilan yang Diperlukan

Kompetensi menurut Stephen Robbin (2007) adalah kemampuan atau kapasitas seseorang untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan yang ditentukan oleh faktor intelektual dan fisik. Sedangkan keterampilan menurut Amirullah dan Budiyono (2014) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menterjemahkan pengetahuan ke dalam praktik sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.

Kompetensi dan keterampilan adalah dua hal yang beriringan dan tidak dapat dipisahkan. Keduanya sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dalam bekerja, apalagi dalam konteks pelayanan publik. Selaras dengan Undang-undang No 25 tahun 2009 Pasal 15 dimana penyelenggara berkewajiban menempatkan pelaksana yang kompeten. Gen-Z dituntut memiliki kompetensi dan keterampilan diatas rata-rata guna mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas. Adapun beberapa kompetensi dan keterampilan yang harus dikuasai Gen-Z.

Kompetensi yang pertama yang harus dikuasai yaitu kemampuan digital. Menguasai teknologi informasi dan komunikasi sehingga memudahkan kinerja dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik yang prima kepada masyarakat.

Kompetensi yang kedua komunikasi yang baik, dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan berbagai latar belakang masyarakat secara jelas dan sopan agar informasi yang disampaikan mudah dimengerti.

Kompetensi ketiga etika dan integritas, konsisten dalam menjunjung tinggi nilai-nilai moral serta memiliki sikap profesional dalam bekerja tanpa diawasi ataupun diawasi.

Kompetensi keempat kemampuan beradaptasi, dapat menyesuaikan diri (fleksibel) menghadapi perubahan dinamika kerja kebijakan dan perkembangan dalam dunia kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Kompetensi kelima adalah manajemen waktu, kemampuan mengelola tugas dengan efektif, efisien serta dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat dan responsif.

Strategi Meningkatkan Profesionalisme Gen-Z dalam Pelayanan Publik

Pelayanan Publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Ketika Gen-Z berkecimpung dalam bidang pelayanan publik sudah pasti mereka akan bertemu dan berhadapan langsung dengan masyarakat yang terdiri berbagai latar belakang dan sektor-sektor layanan yang beragam. Sehingga Gen-Z dituntut untuk bersikap profesional dalam bekerja. Sesuai dengan Undang-undang No 25 tahun 2009 Pasal 34 poin e yang berbunyi pelaksana dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus berlaku profesional. Oleh karena itu Gen-Z perlu mengatur strategi untuk meningkatkan profesionalitasnya dalam pelayanan publik.

Strategi yang pertama Self-Development (Mengikuti Pelatihan dan Pengembangan Diri). Berpartisipasi aktif mengikuti berbagai pelatihan keterampilan yang berfokus pada peningkatan keterampilan hard skills dan soft skills baik dalam internal organisasi ataupun eksternal organisasi.

Strategi kedua Self-Awareness (Meningkatkan Kesadaran Akan Tanggung Jawab). Menyadari dan memahami bahwa bekerja di bidang pelayanan publik yang berarti pengabdian berupa memberikan pelayanan dengan tulus sepenuh hati untuk kemashalatan masyarakat luas.

Straregi ketiga Build Networks and Collaboration (Membangun Jaringan dan Kolaborasi). Belajar membangun interaksi dengan mitra dari berbagai lintas generasi untuk saling belajar dan bertukar pikiran serta pengalaman yang relevan dengan bidang yang digeluti.

Strategi yang terakhir adalah Technology Optimization (Memanfaatkan Teknologi Secara Optimal). Penggunaan inovasi digital di era disrupsi teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.

Didukung dengan strategi-strategi yang sudah dijelaskan di paragraf sebelumnya, Gen-Z berfokus mengembangkan dan meningkatkan kompetensi serta keterampilan hard skills dan soft skills yang tepat sehingga dapat beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi perubahan dinamika kerja.

Besar harapan Gen-Z bisa berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik yang prima di masa yang akan datang dengan menjadi tenaga profesional yang kompeten dapat diandalkan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.







Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...