• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Marak Reklamasi dan Cut and Fill Ilegal, Ombudsman Kepri Soroti soal Pengawasan
PERWAKILAN: KEPULAUAN RIAU • Senin, 08/12/2025 •
 
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Dr Lagat Siadari

batampos - Aktivitas proyek yang merusak lingkungan di Kota Batam kembali disoroti. Sejumlah pekerjaan reklamasi hingga cut and fill tanpa izin terus bermunculan di berbagai titik, mulai dari Bukit Kemuning, Tanjung Piayu, hingga kawasan pesisir Tanjung Buntung, Bengkong. Kondisi ini kian mengancam keberlanjutan ekologi serta meningkatkan risiko bencana.

Isu tersebut mengemuka seiring terjadinya bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera dalam beberapa pekan terakhir. Kerusakan lingkungan disebut menjadi salah satu pemicu utama. Situasi ini menjadi peringatan keras bagi Batam, kota dengan tingkat pembangunan tinggi yang rentan terhadap degradasi lingkungan.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari, mengatakan, BP Batam sebagai pemegang kewenangan alokasi lahan harus memperketat semua bentuk perizinan, terutama terkait cut and fill dan reklamasi. Pengetatan izin merupakan langkah mendesak untuk mencegah kerusakan lebih jauh.

"BP Batam perlu memperketat pengeluaran izin cut and fill. Artinya, tetap memperhatikan keseimbangan alam," katanya, Rabu (3/12).

Ia mengingatkan, bahwa meski BP Batam memiliki kewenangan mengatur pemanfaatan lahan, kebijakan itu tidak boleh semata berorientasi pada pemasukan dari WTO atau sewa lahan.

Menurut Lagat, keseimbangan antara pemanfaatan lahan dan kelestarian ruang hijau mutlak diwujudkan. Keberadaan area resapan air, pemeliharaan dam, serta perlindungan buffer zone menjadi faktor penting guna menjaga keamanan ekologis Batam dalam jangka panjang.

"Kalau ini tidak diperhatikan, ke depan tinggal menunggu waktu saja bencana-bencana seperti di Sumatera dapat terjadi di Batam," katanya.

Persoalan kerusakan alam yang sudah terjadi di Batam seharusnya menjadi pelajaran penting bagi BP Batam sebagai regulator utama. Pengawasan terhadap penerima alokasi lahan masih sangat lemah dan kerap memunculkan praktik pemanfaatan lahan yang tidak sesuai planologi.

"Sudah menjadi kebiasaan, penerima lokasi lahan di Batam itu sering sesukanya memanfaatkan lahan, termasuk melanggar planologi. Ini karena lemahnya pengawasan BP Batam," ujar Lagat.

Kelemahan serupa juga terjadi dalam proses pengawasan pembangunan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Batam. Penegakan aturan terhadap pelanggaran lingkungan dinilai tidak tegas dan jarang ditindaklanjuti secara nyata.

"Penindakan pemerintah kota juga terkesan lemah. Jarang sekali kita dengar ada langkah tegas di lapangan," katanya.

Kondisi saat ini harus menjadi momentum bagi BP Batam dan Pemko Batam untuk memperbaiki tata kelola lingkungan. Pengawasan pembabatan lahan, cut and fill, hingga proses penerbitan PBG harus dilakukan secara lebih ketat dan transparan.

"Mulai saat ini harus ada upaya yang terukur dan jelas dalam pengawasan. Jangan sampai izin pembangunan dikeluarkan tanpa mempertimbangkan lingkungan," ujar Lagat.

Ia meyakini, dengan struktur kepemimpinan satu nahkoda di BP Batam dan Pemko Batam, koordinasi lintas lembaga mestinya lebih mudah dilakukan. Karena itu, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk mengabaikan aspek keberlanjutan ekologi di tengah derasnya investasi dan pembangunan.

"Belajar dari peristiwa bencana alam di Sumatera, Batam harus berbenah. Kerusakan lingkungan tidak boleh lagi dianggap wajar atau dibiarkan terjadi," kata dia. (*)





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...