Kisruh SMAN 5 Bengkulu, 10 Wali Murid Lapor ke Ombudsman

BENGKULU, KOMPAS.com - Sebanyak 10 wali murid siswa SMA Negeri 5, Kota Bengkulu, melaporkan secara resmi kasus pemberhentian sepihak terhadap 72 siswa kepada Ombudsman, melalui kuasa hukum mereka, Senin (25/8/2025). Laporan tersebut disampaikan setelah para siswa yang telah belajar selama sebulan tiba-tiba dikeluarkan dari sekolah. Kepala Perwakilan Ombudsman Bengkulu, Mustari Tasti, mengonfirmasi penerimaan laporan tersebut. "Pagi tadi betul ada laporan 10 wali murid ke Ombudsman melalui kuasa hukumnya. Tentu laporan itu kami terima dan segera ditindaklanjuti," ujar Mustari saat ditemui di kantornya.
Mustari menambahkan, para wali murid merasa berhak atas pendidikan anak-anak mereka di SMAN 5 Bengkulu, karena telah mengikuti semua tahapan seleksi hingga diterima.
"Mereka merasa berhak karena mengikuti tahapan seleksi hingga diterima," jelasnya. Kuasa hukum para wali murid, Hartanto, juga mengonfirmasi bahwa laporan telah diajukan ke Ombudsman. Ia menegaskan, kliennya adalah korban dari keputusan sepihak tersebut. "Anak-anak klien kami merupakan korban, mereka sudah diterima di SMA Negeri 5 tapi diberhentikan sepihak," ungkap Hartanto.
Sejak Jumat (22/8/2025), Ombudsman telah meminta klarifikasi dari pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu. Pada hari yang sama, Ombudsman juga memeriksa dua orang dari pihak sekolah, yaitu operator Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan operator Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Jaka Andhika, Kepala Pemeriksaan Laporan Ombudsman Bengkulu, menyatakan bahwa pemeriksaan berlangsung dari pukul 14.00 WIB hingga 18.00 WIB.
"Empat jam keduanya diperiksa. Kami menerima data, penjelasan, dan dokumen terkait penerimaan murid baru di SMA Negeri 5," kata Jaka. Ombudsman berencana untuk mendalami lebih lanjut dan meminta keterangan dari ketua panitia dan kepala sekolah.
"Agar data dan dokumen bisa komprehensif karena muara hasil pemeriksaan akan disampaikan dalam laporan hasil," jelasnya.
Salah satu poin yang sedang diklarifikasi adalah mengapa jalur afirmasi untuk 98 siswa tidak diumumkan. Namun, Jaka belum memberikan penjelasan detail mengenai hal tersebut. "Kami masih akan memintai klarifikasi dari pihak lain, ketua panitia, kepala sekolah. Kami masih memerlukan sinkronisasi lebih jauh," ujarnya. Sebelumnya, puluhan wali murid SMA Negeri 5 juga mendatangi gedung DPRD setempat pada Rabu (20/8/2025) untuk menyampaikan protes terkait pemberhentian siswa yang dianggap tidak memiliki Dapodik. Dari total 72 siswa yang dituduh tidak memiliki Dapodik, hanya 42 wali murid yang hadir di DPRD. Kejadian ini telah menimbulkan dampak psikologis yang signifikan bagi para siswa.
Salah satu wali murid, Hi, mengungkapkan rasa sakit yang dirasakan keluarganya.
"Anak saya selalu menangis. Begitu pedih saya merasakannya," ujarnya. Banyak pihak berharap agar permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik dan transparan kepada publik.
Kompas.com - 25/08/2025, 19:41 WIB