Kepatuhan Pelayanan Publik, Sumbar Berada di Zona Kuning

Bertempat di Hotel Grand Sahid Jakarta, Rabu lalu (26/1/2022), Ombudsman RI menyelenggarakan kegiatan penganugerahan penilaian kepatuhan penyelenggara layanan terhadap standar pelayanan publik menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Tahun ini, predikat Kepatuhan Tinggi diberikan kepada 17 Kementerian, 12 lembaga, 13 provinsi, 34 kota, dan 103 kabupaten.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Barat Yefri Heriani menyampaikan, Sumbar menempati urutan ke-25 dari 34 Provinsi se-Indonesia dan berada pada tingkat kepatuhan sedang (zona kuning) dengan nilai 68.52.
"Penilaian Kepatuhan dilakukan secara serentak terhadap 24 kementerian, 15 lembaga, 34 pemerintah provinsi, 98 pemerintah kota dan 416 kabupaten. Penilaian dilakukan selama periode Juni-Oktober 2021 di mana pengambilan data bagi Kementerian dan Lembaga dilaksanakan Kantor Pusat serta pengambilan data bagi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota dan Instansi Vertikal dilaksanakan Kantor-Kantor Perwakilan," kata Yefri Heriani, Jumat (28/1/2022).
Menurutnya, di Sumbar, predikat kepatuhan pelayanan publik tinggi atau rapor hijau hanya didapatkan Kota Payakumbuh dengan nilai 86,34 dan Kabupaten Dharmasraya dengan nilai 81,76.
"Kabupaten/kota dengan raihan rapor kuning atau predikat kepatuhan sedang adalah Kota Padang dengan nilai (72,94), Padangpanjang (69,87), Pariaman (74,39), Bukittinggi (65,35), Sawahlunto (66,60), Kota Solok (71,75), Kabupaten Padangpariaman (75,31), Pasaman Barat (78,78), Pasaman (78,85), Pesisir Selatan (54,73) Sijunjung (78,25), Tanahdatar (76,31), Kabupaten Solok (69,80), Solok Selatan (54,68) dan Kabupaten Agam (62,86)," bebernya.
Sementara, Kabupaten Limapuluh Kota (46,93) dan Kepulauan Mentawai dengan nilai (42,02) meraih rapor merah, predikat kepatuhan pelayanan publik rendah.
Adapun penurunan score penilaian yang menjadi sebab menurunnya zonasi kepatuhan standar pelayanan publik di lingkungan pemerintah daerah di Sumbar disebabkan faktor sebagai berikut.
Pertama, sebagian besar penyelenggara pelayanan pemerintah daerah belum memiliki informasi pelayanan secara elektronik (website).
Kedua, sebagian penyelenggara pelayanan belum memiliki standar pelayanan.
Ketiga, sebagian besar penyelenggara pelayanan belum memiliki sarana dan pelayanan bagi yang berkebutuhan khusus.
Keempat, sebagian besar penyelenggara pelayanan belum memiliki sistem pengelolaan pengaduan sarana, mekanisme prosedur dan pejabat pengelola pengaduan.
Kelima, sebagian penyelenggara pelayanan belum memiliki sarana pengukuran kepuasan masyarakat.
Yefri Heriani menambahkan, atas hasil penilaian itu diharapkan gubernur, bupati, dan walikota mendorong pimpinan penyelenggara pelayanan/perangkat daerah agar memiliki sistem informasi pelayanan publik secara elektronik (website).
"Selain itu juga mendorong pimpinan penyelengara pelayanan/perangkat daerah agar menyusun dan menetapkan standar pelayanan sebagaimana amanat UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Mendorong pimpinan penyelengara pelayanan/perangkat daerah agar menyediakan sarana dan sistem pelayanan bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus," ujar Yefri.
Selanjutnya juga mendorong pimpinan penyelenggara pelayanan/perangkat daerah agar menyediakan sistem pengelolaan pengaduan berupa sarana/saluran, mekanisme prosedur dan menunjuk pejabat pengelola pengaduan masyarakat.
Kemudian, mendorong pimpinan penyelenggara pelayanan/perangkat daerah agar menyediakan sarana pengukuran kepuasan masyarakat dan rutin melakukan survei mendapatkan masukan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan.
"Mendorong desentralisasi pelayanan hingga ke tingkat Kecamatan. Hasil survei kabupaten/kota se-Sumbar akan disampaikan melalui surat resmi kepada para Kepala Daerah dengan tembusan kepada Ketua DPRD, Kabag Organisasi Tata laksana dan para Kepala perangkat daerah yang disurvey untuk menjadi perhatian dan referensi perbaikan pada masa yang akan datang," tutup Yefri. (000)