Kasus Mobil Terbakar Masih Misteri, Ombudsman Minta Polisi Tak Tebang Pilih Penyelesaian Kasus

BANGKA -- Ombudsman Republik Indonesia meminta pihak kepolisian tidak tebang pilih dalam penyelesaian kasus yang terjadi.
Terutama dalam penyelesaian kasus mobil sedan yang terbakar usai mengisi bahan bakar minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 24.331.115 Desa Beluluk, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung pada 13 Desember 2021 lalu.
"Saya percaya sebenarnya polisi sudah memiliki prosedur tetap dalam proses penyelesaian perkara. Tentunya yang kita harapkan adalah bagaimana polisi tidak pilih-pilih dalam menyelesaikan proses penyelesaian kasus," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bangka Belitung, Shulby Yozar Ariadhy kepada Bangkapos.com, Kamis (13/1/2022).
Menurut Yozar, selama ini pihaknya melihat memang ada beberapa alasan bagaimana hal itu bisa terjadi dalam praktik penyelesaian kasus.
Untuk itu pihak kepolisian perlu untuk disiplin terhadap prosedur yang telah ditetapkan di internal kepolisian sendiri. Karena hal itu juga dapat meningkatkan kepercayaan publik kepada instansi kepolisian.
"Seharusnya pihak kepolisian karena ini menjadi perhatian publik, mereka harus sadar dengan atensi publik ini. Kalau memang ingin meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kepolisian, saya kira ini harus dikomunikasikan dengan baik bagaimana proses perkembangannya," saran Yozar
Di samping itu, dia menilai, kasus sedan terbakar yang terjadi saat kelangkaan BBM juga harus menjadi komitmen aparat penegak hukum dalam menyelesaikan permasalahan krisis BBM yang memang sistematis.
"Mengingat ini menjadi titik atau kasus di mana menjadi cermin bahwa bagaimana komitmen dan kinerja kepolisian dalam menyelesaikan permasalahan krisis BBM agak sistematis," sebut Yozar.
Yozar mengungkapkan, sepanjang tahun 2021 sedikitnya ada 14 laporan masyarakat ke Ombudsman perihal maladministrasi pelayanan kepolisian di Bangka Belitung. Hal itu naik 8 laporan jika dibandingkan dengan tahun 2020 yang hanya 6 laporan.
"Dari 189 laporan yang masuk ke tahap pemeriksaan itu ada 14 laporan dari masyarakat terkait pelayanan kepolisian," kata dia.
Dari 14 laporan itu, sambung Yozar terdiri dari tujuh laporan tidak memberikan layanan, lima laporan penyimpangan prosedur, satu laporan tidak kompeten dan satu laporan penundaan berlarut.
"Yang untuk tahun ini adalah pelayanan di bidang energi, agraria, jaminan sosial, pemerintah daerah dan kepolisian. Kalau kepolisian ini fluktuatif, tetapi selalu masuk 5 besar," beber Yozar.
Kendati begitu, perihal sedikit atau banyaknya laporan tidak menjadi acuan bahwa pelayanan di instansi tersebut buruk. Akan tetapi, karena banyak masyarakat yang harus dilayani.
"Jadi untuk menentukan adanya korelasi jumlah laporan dan jeleknya kinerja pelayanan tidak sesederhana itu. Bisa jadi yang tidak ada laporan belum tentu bagus. Indikator kami walaupun laporan banyak dan diselesaikan dengan baik itu menjadi lebih bagus," pungkas Yozar.








