Kasus 278 Ijazah SMP-SMA-SMK di DIY Ditahan, Diadukan ke ORI DIY
Kasus penahanan 278 ijazah di DIY diadukan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY, Rabu (30/10). Sejumlah orang tua murid pun mendatangi kantor ORI DIY.
"Nggak boleh harusnya (menahan ijazah). Di Perda jelas sekolah dilarang mengaitkan hak-hak siswa atas pendidikan yang dia tempuh termasuk ijazah tidak boleh dikaitkan dengan administrasi dan lainnya," kata Kepala ORI DIY, Budhi Masturi.
"Kalau sekolahnya (berapa) belum tahu tapi ada 278 anak. Itu tersebar (di kabupaten kota)," katanya.
Jumlah tersebut ada dari SMP, SMA, hingga SMK. Menurutnya ini laporan paling masif yang diterima ORI DIY.
Langkah ORI DIY ke depan adalah berkoordinasi ke kepala dinas maupun sekolah.
"Selain dikembalikan ijazahnya pemerintah harus memikirkan alternatif format bentuk ijazah yang bisa menyelesaikan tuntas masalah ini, salah satunya digital jadi sekolah tidak bisa menahan lagi," katanya.
Yuliani dari LSM Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) yang mendampingi orang tua murid dari sekolah negeri atau swasta yang ijazah anaknya.
"Masuk laporan kami dari SMP, SMA, SMK ada. Yang di ORI gelombang kedua kita melapor dengan orang tua yang berbeda," kata Yuliani.
Alasan penahanan ijazah ini karena ada tunggakan biaya. Sementara ijazah banyak ditahan sampai tahunan yang artinya orang tua murid adalah orang tak mampu. Ijazah tak bokeh dihubungkan dengan penyelesaian biaya.
"Kalau sampai tahunan artinya mereka kan tidak mampu, orang tidak mampu dalam UU tanggung jawab pemerintah," katanya.
Informasi penting disajikan secara kronologis
"Ijazah itu betul-betul hak dari siswa yang sudah menyelesaikan pendidikan," katanya.
Ayu, salah seorang siswi mengaku ijazahnya ditahan sejak 2016 silam karena menunggak biaya sekolah di sekolah kejuruan swasta di Sleman.
"Saya lulus 2016. (Ditahan) Karena belum bayar tunggakan jumlah sekitar Rp5 juta," beber Ayu.