Jawaban Dinas Pendidikan Sleman Soal SMPN 1 Berbah yang Belum Punya Fasilitas untuk Kebutuhan Khusus

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sleman, Ery Widaryana angkat bicara mengenai temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY yang menilai bangunan SMP N 1 Berbah belum memiliki aksesibilitas atau fasilitas bagi siswa berkebutuhan khusus.
Ia menilai pihak sekolah perlu menindaklanjuti temuan tersebut. Meskipun tidak semuanya, karena keterbatasan anggaran.
"Nanti kami sampaikan ke pihak sekolah ditindaklanjuti agar ada aksesibilitas, fasilitas bagi siswa berkebutuhan khusus. Tapi kalau betul-betul mengakomodir semua mungkin tidak ada dana. Tapi minimal agar diperhatikan," kata Ery, Senin (19/9/2022).
Ery mengungkapkan, di Kabupaten Sleman, selama ini ada sekolah yang sudah memiliki aksesibilitas.
Tetapi memang ada juga yang belum. Hal ini karena tidak semua Sekolah memiliki siswa berkebutuhan khusus.
Namun demikian, ketika memiliki siswa penyandang disabilitas terkait aksesibilitas baginya memang perlu dipikirkan.
"Mestinya, itu sekolah perlu dipikirkan. Nanti kami sampaikan," kata dia.
Diketahui, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY menilai bangunan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP N) 1 Berbah di Kabupaten Sleman belum memiliki fasilitas bagi siswa penyandang disabilitas.
Hal itu, disampaikan lembaga pengawas publik setelah melakukan pemantauan langsung ke gedung sekolah berkaitan layanan bagi siswa berkebutuhan khusus, Senin (19/9/2022).
Kedatangan ORI DIY berdasar laporan masyarakat yang peduli dengan aksesibilitas bagi siswa penyandang disabilitas.
Di mana SMP Negeri 1 Berbah ini, saat penerimaan peserta didik tahun ini, memiliki dua siswa dengan kebutuhan khusus.
"Berdasar apa yang kami lihat, Sekolah belum memiliki fasilitas untuk mereka yang berkebutuhan khusus," kata Asisten ORI perwakilan DIY, M. Rifki setelah kunjungan ke sekolah.
Rifki mengungkapkan, dua siswa tersebut menjadi siswa berkebutuhan khusus pertama yang dimiliki SMP N 1 Berbah.
Sebelumnya belum pernah sehingga dinilai menjadi pengalaman baru.
Namun, kata Rifki, hal itu seharusnya bukan menjadi alasan karena satuan pendidikan harus menjadi inklusif dengan mempersiapkan diri ketika proses penerimaan peserta didik baru.
"Ini saya kira yang perlu menjadi perhatian, baik sekolah maupun dari dinas," katanya.
Menurut dia, dua siswa berkebutuhan khusus di SMPN 1 Berbah ini memiliki kondisi berbeda.
Satu siswa kondisinya berkebutuhan khusus tapi masih bisa bergeser tempat sendiri meskipun sedikit kesulitan.
Tetapi, satu siswa lain kondisinya lumpuh. Ketika datang ke sekolah di gendong sama orangtua, lalu didudukkan di kelas dan dijemput saat jam pelajaran telah selesai.
Begitu juga ketika hendak ke belakang atau membutuhkan sesuatu, siswa tersebut masih mengandalkan orangtua.
Beruntung, perjalanan rumah orangtua ke sekolah hanya perjalanan lima menit.
"Fasilitas untuk bergeser-geser ini yang belum tersedia. Di rumah (siswa) bisa pakai kursi roda tapi di sekolah tidak memungkinkan. Sekolah masih memakai tangga, bukan ramp (jalur miring yang memudahkan kursi roda)," kata Rifki.
Atas temuan ini, pihaknya mengaku belum bisa merekomendasikan apa-apa.
Akan menjadi pelengkap informasi yang sebelumnya diterima. Informasi itu akan dikumpulkan sebelum akhirnya disimpulkan. (rif)








