Jalur Afirmasi Terbatas SPMB 2025 Picu Polemik, Orang Tua Siswa Kecewa, Ombudsman Soroti Keputusan Disdikpora DIY
JOGJA - Keputusan Disdikpora DIY membuka jalur afirmasi terbatas dalam SPMB SMA 2025 memicu perdebatan. Jalur ini ditujukan untuk 51 calon siswa yang sebelumnya sempat didiskualifikasi dari jalur afirmasi reguler. Langkah ini dinilai sejumlah pihak sebagai solusi insidental yang justru menimbulkan tanda tanya atas konsistensi regulasi penerimaan siswa baru.
Koordinator Tim Pengawasan SPMB 2025 dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY Mohammad Bagus Sasmita menyatakan, pihaknya masih terus memantau kebijakan itu karena belum sepenuhnya menjawab rasa keadilan publik.
"Secara faktual memang sudah diputuskan oleh Disdikpora. Tapi dinamika di lapangan menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang tidak puas," ungkap Bagus kepada Radar Jogja, Selasa (8/7).
Menurutnya, Ombudsman secara prinsip mendorong adanya transparansi, kejelasan, dan keadilan dalam setiap kebijakan publik, terutama dalam proses seleksi pendidikan. Namun ia mengakui keputusan menambah jalur afirmasi terbatas ini tidak serta-merta menyelesaikan persoalan.
"Kami pun tidak cukup puas dengan kebijakan ini. Tapi karena sudah diambil, kami akan mengawal pelaksanaan agar tetap adil dan terbuka," lanjutnya.
Bagus mengungkapkan, dari informasi yang diperolehnya, Disdikpora DIY diketahui telah melakukan konsultasi dengan Kemendikdasmen serta mendapatkan izin untuk menambah jumlah siswa dalam beberapa rombongan belajar (rombel). Dari ketentuan maksimal 36 siswa per kelas, kini diperbolehkan menjadi 37 siswa, khusus untuk 24 sekolah terdampak kasus diskualifikasi afirmasi.
Meski sudah mendapat izin dan melakukan koordinasi, Bagus menilai keputusan ini tetap perlu dievaluasi secara serius. "Prinsipnya harus patuh aturan. Jangan ada regulasi yang diubah atau ditambah di tengah proses berlangsung. Ini harus jadi pembelajaran agar tidak terjadi lagi ke depan," tegasnya.
Meski jalur afirmasi terbatas hanya berlaku tahun ini dan disebut sebagai kebijakan insidental, ia menegaskan setiap perubahan dalam sistem penerimaan harus mengacu pada asas keadilan dan konsistensi regulasi.
Diakui, hingga saat ini ORI DIY juga masih membuka layanan pengaduan dan menerima laporan dari masyarakat terkait dinamika SPMB 2025. "Sampai hari ini aduan masih kami terima, dan semua tetap kami tindak lanjuti," tuturnya.
Sementara itu, sebagian orang tua siswa merasa kecewa dengan adanya kebijakan afirmasi terbatas itu. Mereka menilai langkah tersebut tidak adil dan cenderung mengakomodasi kebutuhan hanya segelintir pihak.
"Aneh kenapa tiba-tiba ada jalur baru, tiba-tiba bisa diterima. Ini rasanya nggak adil," ujar Siti Hapsari, orang tua calon siswa asal Kota Jogja.
Secara pribadi, ia mempertanyakan kenapa kebijakan seperti ini tidak disiapkan sejak awal. "Kalau dari awal ada afirmasi tambahan, semua siswa afirmasi bisa ikut bersaing lagi. Tapi ini seperti ditutup-tutupi, baru muncul setelah ada polemik," ucapnya. (iza/laz)