• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Hak Masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009: Data, Tantangan, dan Realitas Negara yang Melayani
PERWAKILAN: KEPULAUAN BANGKA BELITUNG • Jum'at, 19/12/2025 •
 

Hak Masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009: Data, Tantangan, dan Realitas Negara yang Melayani

Ketika mempertanyakan seberapa baik negara hadir untuk melayani masyarakatnya, ukuran yang sesungguhnya bukan terletak pada besarnya anggaran, megahnya infrastruktur, atau banyaknya program yang diumumkan pemerintah. Ukuran paling nyata justru terlihat dalam pengalaman sehari-hari masyarakat ketika berhadapan dengan pelayanan publik. Mulai dari mengurus administrasi kependudukan, mengakses layanan kesehatan, pendidikan, bantuan sosial, hingga membuat laporan hukum, seluruhnya memperlihatkan bagaimana negara memposisikan warganya: apakah sebagai subjek yang dihormati haknya atau sekadar pelengkap sistem birokrasi. Seluruh elemen pelayanan publik ini berakar pada prinsip-prinsip yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Namun, untuk memahami apakah hak-hak tersebut benar-benar dijalankan, kita perlu melihat data. Data adalah cermin paling objektif untuk menakar kualitas pelayanan publik yang sebenarnya terjadi di lapangan. Dan dalam beberapa tahun terakhir, data menunjukkan adanya peningkatan kesadaran publik sekaligus tantangan yang masih perlu dibenahi secara serius.

Dalam dua tahun terakhir, kesadaran masyarakat untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pengaduan meningkat signifikan. Ombudsman Republik Indonesia mencatat bahwa pada tahun 2024 terdapat 10.846 laporan masyarakat, naik dari 8.452 laporan pada 2023. Peningkatan ini tidak hanya menunjukkan adanya masalah yang perlu diperbaiki, tetapi juga menandakan bahwa masyarakat semakin memahami haknya dan percaya bahwa laporan mereka akan ditangani oleh lembaga yang berwenang.

Selain menerima laporan, Ombudsman juga menyelesaikan 10.768 kasus sepanjang 2024. Capaian ini menunjukkan bahwa mekanisme penyelesaian pengaduan semakin diperkuat, sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 yang menjamin hak masyarakat untuk mengadukan pelayanan yang tidak sesuai standar dan mendapatkan penyelesaian yang layak. Meskipun kesadaran meningkat, data Ombudsman tahun 2023 menunjukkan bahwa tantangan pelayanan publik masih cukup besar. Pada tahun tersebut, terdapat 26.461 masalah pelayanan publik yang ditangani Ombudsman. Data ini terdiri dari 7.392 laporan masyarakat, 15.348 konsultasi non-laporan, 948 respons cepat, 118 investigasi atas prakarsa sendiri, dan 2.655 surat tembusan.

Sebagian besar laporan yang masuk berkaitan dengan maladministrasi seperti tidak diberikannya pelayanan, penundaan berlarut-larut, tidak kompetennya petugas, hingga penyimpangan prosedur. Ini menggambarkan bahwa meskipun kerangka hukum sudah jelas, implementasi di lapangan masih belum konsisten. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 mewajibkan setiap penyelenggara layanan untuk menyediakan Standar Pelayanan (SP) yang jelas dan mudah diakses masyarakat, mencakup prosedur, biaya, waktu penyelesaian, dan mekanisme pengaduan. Standar ini seharusnya menjadi alat bagi masyarakat untuk mengetahui haknya dan alat bagi pemerintah untuk menjaga kualitas layanan.

Penilaian Kepatuhan Ombudsman Tahun 2023 menunjukkan adanya kemajuan: 70,70 persen instansi yang dinilai berada di Zona Hijau, artinya telah memenuhi standar pelayanan. Namun, 22,66 persen instansi masih berada di Zona Kuning, dan 6,64 persen di Zona Merah. Angka ini menunjukkan bahwa meski banyak instansi yang telah memperbaiki layanan, sebagian lainnya masih tertinggal dan membutuhkan perhatian lebih serius dalam implementasi standar pelayanan yang konsisten.

Salah satu hak krusial yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 adalah hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jelas, akurat, dan mudah diakses. Informasi ini mencakup persyaratan pelayanan, biaya resmi, alur proses, hingga waktu penyelesaian. Ketika informasi tidak transparan, masyarakat menjadi bingung, rentan terhadap praktik pungutan liar, dan sering kali harus bolak-balik untuk mendapatkan layanan yang seharusnya bisa diselesaikan dalam satu kali kunjungan. Transparansi informasi bukan sekadar formalitas, melainkan kunci untuk memastikan bahwa pelayanan publik berjalan dengan adil dan bebas dari penyimpangan. Semakin terbuka informasi yang diberikan suatu instansi, semakin kecil peluang terjadinya praktik maladministrasi.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 juga menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan pengaduan dan ikut terlibat dalam evaluasi pelayanan. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah memperluas akses pengaduan melalui sistem SP4N-LAPOR!, yang kini terhubung ke lebih dari 679 instansi. Namun menyediakan kanal pengaduan saja tidak cukup. Tantangan sesungguhnya terletak pada bagaimana instansi pemerintah menindaklanjuti laporan tersebut. Hak masyarakat tidak berhenti pada kemampuan untuk melapor, tetapi juga pada memperoleh penyelesaian yang cepat, jelas, dan memenuhi rasa keadilan. Ketika laporan tidak direspons, hak masyarakat sesungguhnya telah diabaikan.

Hak masyarakat untuk memperoleh pelayanan tanpa diskriminasi adalah prinsip fundamental dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009. Pelayanan publik harus diberikan secara adil, tanpa memandang latar belakang ekonomi, agama, gender, pendidikan, atau hubungan personal. Kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, lansia, ibu hamil, dan masyarakat miskin berhak memperoleh fasilitas tambahan agar mereka dapat mengakses layanan dengan mudah. Ketika diskriminasi masih terjadi, kualitas pelayanan publik secara otomatis dipertanyakan. Negara harus memastikan bahwa semua masyarakat, tanpa kecuali, mendapatkan layanan sesuai hak mereka.

Pada akhirnya, hak masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tidak hanya berupa daftar pasal. Hak-hak tersebut adalah prinsip yang memastikan bahwa negara hadir untuk melayani. Namun, kepastian hukum tidak otomatis menjamin pelayanan publik yang baik. Implementasi sangat bergantung pada komitmen penyelenggara layanan, keberanian masyarakat dalam menggunakan haknya, dan pengawasan yang konsisten dari lembaga seperti Ombudsman RI. Data 2023 dan 2024 menunjukkan kemajuan yang patut diapresiasi, tetapi juga mengingatkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Pelayanan publik yang baik bukanlah kemewahan, melainkan hak setiap warga negara. Dan hak tersebut hanya akan terasa nyata ketika masyarakat menuntutnya, dan negara siap memenuhinya tanpa syarat.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...