Dugaan Praktik Maladministrasi SPMB: Ombudsman Jatim Soroti Kelalaian Sistem dan Manajemen

SUARA INDONESIA, SURABAYA - Proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang SMA/SMK daring di Jawa Timur tahun ajaran 2025 kembali diterpa isu tak sedap. Kisruh sistem pendaftaran online memicu kekecewaan sejumlah orang tua murid di Surabaya.
Mereka melayangkan keluhan serius, menuding adanya kejanggalan dalam sistem yang berujung pada hilangnya nama calon siswa dari daftar penerimaan. Dugaan manipulasi oleh pihak operator server pendaftaran pun mencuat.
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Timur menyoroti dugaan maladministrasi yang menyebabkan sejumlah calon siswa tidak terdaftar, baik di Banyuwangi maupun Surabaya. Kepala Ombudsman Jatim, Agus Muttaqien, mendesak dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap sistem dan manajemen PPDB.
Agus menjelaskan, laporan dan aduan dari wali murid banyak berkaitan dengan kendala pendaftaran daring, termasuk dugaan kesalahan input data oleh operator.
"Ada dugaan hilangnya data yang diakibatkan oleh operator yang salah input atau salah memberikan masukan," ujarnya.
Ombudsman Jatim sebagai pengawas eksternal meminta Kepala Dinas Pendidikan untuk segera melakukan evaluasi total terhadap penyelenggaraan PPDB daring. Evaluasi ini diharapkan tidak hanya melibatkan pengawas internal, tetapi juga pihak eksternal di luar Dinas Pendidikan.
Kasus di Banyuwangi menjadi perhatian khusus, di mana lebih dari 120 siswa "terkena prank" karena data mereka tidak difinalisasi. Agus menduga kuat adanya kelalaian dari kepala sekolah yang tidak segera melakukan klik finalisasi data.
"Kami mengindikasikan adanya human error dari kepala sekolah di Banyuwangi yang tidak segera melakukan klik finalisasi bahwa data yang masuk sudah bisa diterima dan diumumkan," tegasnya.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Ombudsman mendorong agar siswa-siswa yang terdampak segera dicarikan solusi.
"Apakah mereka bisa tetap diterima di sekolah negeri melalui jalur pengisian pagu, atau dialihkan ke sekolah swasta yang ikut dalam sistem PPDB," imbuh Agus.
Ia juga menekankan pentingnya menelusuri rantai kesalahan, mulai dari operator hingga manajerial tertinggi. Bila ada kesalahan di tingkat sekolah, kepala sekolah harus diperiksa. Begitu juga dengan Kepala Cabang Dinas (Kacabdin) apabila terbukti lalai dalam pengawasan atau mitigasi.
"Kalau ada kesalahan manajerial dari pimpinan Dinas Pendidikan, saya kira perlu ada penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui sejauh mana kesalahannya menyentuh aspek manajerial," jelas Agus.
Ombudsman turut mendesak Gubernur Jawa Timur memberikan peringatan keras kepada Dinas Pendidikan atas kekacauan pelaksanaan PPDB tahun ini.
"Gubernur harus memberikan peringatan bahwa kekacauan PPDB 2025 tidak lepas dari lemahnya pengawasan dan potensi kesalahan manajerial," katanya.
Agus Muttaqien menyampaikan, audit menyeluruh harus mencakup semua pihak yang terlibat, mulai dari operator IT di sekolah, kepala sekolah, Kacabdin, hingga pimpinan UPT dan Dinas Pendidikan.
"Kami mendorong audit secara menyeluruh. Bahkan, jika perlu sampai Kepala Dinasnya," tegasnya.
Audit juga harus melibatkan pihak ketiga, dalam hal ini Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), yang bertanggung jawab atas sistem PPDB.
"Meskipun menggunakan server pihak ketiga, bukan berarti mereka lepas dari tanggung jawab dan pengawasan," katanya.
Agus menambahkan, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Timur sama sekali tidak dilibatkan dalam penyusunan sistem oleh ITS, yang menimbulkan tanda tanya besar mengenai koordinasi antarinstansi.
"Diskominfo Jawa Timur ternyata tidak dilibatkan. Maka, sistem yang dibangun ITS ini perlu direviu ulang," pungkasnya.
Kekecewaan Wali Murid: Nama Anak Tiba-tiba Hilang
Salah satu orang tua yang berani bersuara adalah Yossy Chandra Kurniawarta, ayah dari Ananda Nussy Apriliano Putra Kurniawarta. Ia mengaku kecewa karena anaknya gagal masuk SMKN 3 Surabaya melalui jalur nilai prestasi Tahap IV, meski telah mengikuti prosedur dengan nilai cukup tinggi.
"Anak saya daftar jalur prestasi, dibuka tanggal 2-3 Juli 2025. Kami ikuti semua prosedur," ujar Yossy.
Ananda, lulusan SMK, mendaftar ke tiga jurusan di tiga sekolah berbeda: Teknik Mesin di SMKN 2, Tata Ruang/Pemanas di SMKN 7, dan Audiovisual di SMKN 3.
Jurusan audiovisual di SMKN 3 memiliki nilai masuk paling rendah pada tahun sebelumnya, yakni 87. Dengan nilai 88,26, Yossy yakin anaknya punya peluang besar.
Awalnya, nama Ananda tercatat di pilihan pertama. Namun, secara bertahap bergeser ke pilihan ketiga. Pada 3 Juli 2025 pukul 20.00 WIB, Ananda berada di posisi ke-20 dari 67 pendaftar. Satu jam kemudian, saat penutupan pukul 21.00 WIB, posisinya masih di urutan ke-27.
Namun, kejanggalan terjadi. Sistem masih berjalan setelah pukul 21.00 WIB. Bahkan pukul 22.00 dan 23.00 WIB, nama Ananda masih tercantum di sistem. Para orang tua sempat lega dan menyampaikan kabar baik kepada keluarga.
"Sekitar pukul 23.30 WIB, saat kami periksa kembali, nama anak saya dan anak-anak tetangga tiba-tiba hilang dari daftar. Padahal sebelumnya masih ada," ungkap Yossy dengan nada kecewa.
Ia menduga ada kejanggalan dalam sistem yang menyebabkan nama anaknya dan beberapa siswa lainnya tiba-tiba hilang, sementara nama siswa lain tetap berada di daftar.
Para orang tua kini mempertanyakan integritas dan transparansi sistem SPMB daring. Yossy mengaku memiliki tangkapan layar sebagai bukti bahwa nama anaknya sempat masuk dalam daftar penerimaan sebelum hilang secara misterius. (*)
Pewarta : Jefri Hadi
Editor : Mahrus Sholih