• ,
  • - +

Kabar Perwakilan

Dua Surat Permohonan UKOM Pemkot Gorontalo Tidak Digubris Gubernur, Ombudsman: Potensi Maladministrasi
PERWAKILAN: GORONTALO • Jum'at, 18/07/2025 •
 
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Gorontalo Muslimin B. Putra. Foto: Utinews.id

Gorontalo, Utinews.id - Polemik permohonan uji kompetensi (UKOM) Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) yang diajukan Pemerintah Kota Gorontalo ke Gubernur Gorontalo hingga kini belum juga mendapatkan respons. Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Gorontalo Muslimin B. Putra, menilai hal ini berpotensi masuk kategori maladministrasi.

Dua surat resmi terkait pelaksanaan UKOM dikirimkan oleh Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea. Surat pertama tertanggal 6 Mei 2025, disusul surat kedua pada 5 Juni 2025. Namun, hingga pertengahan Juli ini, kedua surat tersebut belum juga ditandatangani Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Gorontalo, Muslimin B. Putra, menyatakan bahwa pihaknya belum melakukan pemeriksaan secara resmi, namun mengakui adanya potensi maladministrasi.

"Kita bisa tetapkan maladministrasi itu kalau melalui pemeriksaan. Nah, untuk isu JPT ini belum ada pemeriksaan dan juga belum dilaporkan ke Ombudsman. Tapi kalau potensi maladministrasi, itu jelas berpotensi," ungkap Muslimin kepada Utinews.id, Senin (14/7/2025).

Muslimin menambahkan, jika laporan resmi masuk, Ombudsman bisa melakukan klarifikasi terhadap mekanisme permohonan yang seharusnya berlaku, termasuk tahapan dari walikota ke gubernur.

"Kalau kasus ini bersifat masif, Ombudsman bisa turun langsung melalui pemeriksaan inisiatif atau investigasi. Tapi jika hanya satu-dua kasus, disarankan untuk dilaporkan terlebih dahulu," jelasnya.

Potensi Pengabaian Kewajiban

Ombudsman menilai bahwa sikap gubernur yang tidak menanggapi permohonan UKOM bisa berpotensi sebagai bentuk pengabaian kewajiban hukum, jika tidak disertai penjelasan atau alasan tertulis.

"Kalau surat resmi diabaikan tanpa alasan, maka ini berpotensi sebagai pelanggaran prosedur dan maladministrasi, karena gubernur sebagai pejabat publik memiliki kewajiban hukum menindaklanjuti," terang Muslimin.

Menurutnya, dalam standar pelayanan publik, surat resmi dari instansi pemerintah harus ditanggapi dalam waktu yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Ada standar pelayanan surat-menyurat antar instansi pemerintah. Umumnya dalam jangka waktu tertentu-apakah 1×24 jam atau maksimal 14 hari kerja-harus ada jawaban, minimal klarifikasi. Jika tidak, maka ini juga masuk potensi maladministrasi," tambahnya.

Jaga Netralitas, Hormati Hak ASN

Muslimin juga menyoroti pentingnya netralitas dalam birokrasi dan penghormatan terhadap hak Aparatur Sipil Negara (ASN). Ia mengingatkan bahwa pengembangan karier ASN termasuk melalui uji kompetensi telah diatur dalam perundang-undangan.

"Hak ASN untuk berkarier dan mengikuti UKOM diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003. Tidak boleh ada penghambatan, apalagi jika didasari oleh kepentingan politik," ujarnya.

Ombudsman menegaskan bahwa setiap pejabat negara, baik bupati, wali kota, maupun gubernur, memiliki tanggung jawab untuk menjalankan fungsi pelayanan publik secara adil, transparan, dan non-diskriminatif.

"Pelayanan yang diskriminatif-misalnya membeda-bedakan respons surat karena kepentingan politik-juga termasuk bentuk maladministrasi. Asas hukum dan netralitas harus ditegakkan," pungkasnya.





Loading...

Loading...
Loading...


Loading...
Loading...