Diskusi Pemilu dan Hak-Hak Kelompok Rentan
RADARNTT Kupang - Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM) menggelar diskusi dalam rangka penyempurnaan draf Standar Norma dan Pengaturan tentang Pemilu dan hak-hak kelompok rentan.
Diskusi tentang Pemilihan Umum (Pemilu) berlangsung di Aula Vidcon Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Rabu (24/5/2023).
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT), Darius Beda Daton mengapresiasi diskusi itu dan turut hadir memenuhi undangan Komnas HAM.
"Saya menghadiri undangan Komnas HAM dalam rangka penyempurnaan draf Standar Norma dan Pengaturan tentang Pemilu dan hak-hak kelompok rentan bertempat di aula vidcon Fakultas Hukum Undana Kupang," tutur Beda Daton.
Hadir pula dalam kegiatan tersebut, KPU Provinsi NTT, Bawaslu Provinsi NTT, Komisi Informasi Provinsi NTT, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Kesbangpol Provinsi NTT.
Darius Beda Daton menyampaikan beberapa isu HAM dalam Pemilu yang menjadi pokok bahasan yaitu, pertama; bertebaran berita bohong/hoaks yang akan mendistorsi informasi dan berpengaruh pada hak warga negara untuk mendapatkan informasi yang utuh mengenai penyelenggaraan pemilu.
Kedua; pada saat pemungutan suara, sejumlah hal bisa menghambat pemenuhan hak warga atas pemili Luber dan Jurdil misalnya TPS tidak aksesible bagi penyandang disabilitas, lansia, ibu hamil dll.
Ketiga; netralitas aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri dan inteligen serta maraknya politik uang.
Keempat; pelaksanaan pemilu bagi pasien di rumah sakit. Kelima; kelompok masyarakat adat dan terpencil yang terkendala memilih karena ber-KTP.
"Semoga pikiran-pikiran seluruh stakeholders yang disampaikan dalam diskusi ini bermanfaat untuk penyempurnaan draf Standar Norma dan Pengaturan tentang Pemilu dan hak-hak kelompok rentan," harap Beda Daton.
Dia mengharapkan agar draf yang akan ditetapkan tersebut menjadi panduan bagi penyelenggara Pemilu guna menghormati, melindungi dan memenuhi HAM bagi kelompok rentan.
"Terima kasih kepada Komnas HAM dan FH Undana atas diskusi ini," ucap Beda Daton.
Sejak tahun 2014 silam, Komnas HAM telah melakukan pemantauan terhadap penyelenggaraan Pemilu Presiden, Pemilu legislatif, maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Salah satu hal yang menjadi fokus utama Komnas HAM dalam pemantauan tersebut ialah terkait hak-hak kelompok rentan.
Kelompok rentan ini meliputi kelompok disabilitas, kelompok masyarakat adat, tahanan narapidana di Lembaga Permasyarakatan maupun rumah-rumah tahanan, hingga pasien-pasien yang berada di rumah sakit. Tidak hanya terkait hak dipilih, tetapi termasuk hak pilih, dan juga terkait dengan ikut serta dalam pemerintahan terutama menjadi bagian dari penyelenggara Pemilu.
Komnas HAM mencatat dalam pelaksanaan Pilkada tahun 2020 lalu, karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19, fokus pemantauan yang dilakukan Komnas HAM bertambah menjadi pemenuhan hak pilih, diskriminasi ras dan etnis, kemurnian pemilihan, serta hak atas kesehatan.
Sebelumnya, Komisioner Mediasi Komnas HAM, Hairansyah, menyampaikan untuk Pemilu 2024 mendatang, apabila pandemi belum berakhir, tingkat kerentanan akan tetap sama.
Tingkat kerentanan untuk kelompok rentan itu akan berlipat ganda, ketika memang situasi dan kondisinya tidak dalam kondisi yang cukup normal. Sehingga menjadi penting menyiapkan berbagai macam persiapan, antisipasi dalam rangka untuk memastikan seluruh proses pemilihan ini nanti terpenuhi hak-hak pilih dari setiap kelompok rentan yang dimaksud.
Hasil temuan tim pemantauan Pemilu Komnas HAM, beberapa diantaranya seperti kurang maksimalnya koordinasi serta sosialisasi penyelenggara Pemilu dengan kelompok rentan, kelengkapan logistik Pemilu yang terlambat tiba di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS), kekurangan surat suara, pendataan pemilih yang kurang maksimal.
Selain itu, pada penyelenggaraan pemilu 2019 lalu pemenuhan hak konstitusional bagi tahanan narapidana secara umum belum maksimal.Penyelenggaraan pemilu pun belum memiliki kebijakan khusus terkait pemenuhan hak pilih bagi pasien rumah sakit.
Temuan hak pilih bagi kelompok rentan seperti proses pendataan dan sosialisasi untuk penyandang disabilitas belum maksimal dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Serta kelompok masyarakat adat dan terpencil di beberapa wilayah juga masih mendapatkan kendala dalam pemenuhan hak pilihnya pada pemilu 2019.
Akses atau fasilitas di beberapa TPS belum ramah terhadap hak-hak penyandang disabilitas. Selain dalam hal pencatatan kelompok rentan dalam data pemilih, penyediaan TPS yang tidak akses terhadap kelompok disabilitas juga menjadi hal yang krusial dan penting untuk diperhatikan.
Catatan penting terkait temuan hak pilih bagi penyandang disabilitas mental. Salah satunya ialah, kemandirian mereka dalam menggunakan hak pilih. Unsur kerahasiaan dalam proses pemilihan umum bagi kelompok rentan penyandang disabilitas mental menjadi permasalahan yang serius, dan harus menjadi perhatian.
Keterbatasan yang dimiliki oleh penyandang disabilitas mental kerap kali mereka tidak mampu melakukannya secara mandiri. Artinya, penyelenggara pemilu perlu melakukan sosialisasi tidak hanya di hari H pemilu saja. Tetapi, harus ada simulasi yang dilakukan beberapa hari sebelumnya, sehingga mereka sudah terbiasa untuk menggunakan hak pilihnya.
Hak kelompok rentan dalam pemilihan umum ialah bagaimana negara dan penyelenggara memastikan, dan memaksimalkan seluruh potensi yang ada. Meliputi regulasi, hingga teknis pelaksaan implementasi bahwa kelompok rentan dapat menggunakan hak pilihnya.
Kiranya, beberapa kali pemilu yang sudah dilakukan secara langsung ini sudah cukup menjadi pelajaran. Kemudian, memberikan dorongan bagi negara terutama pemerintah dalam menyiapkan regulasi yang responsif dan progresif terhadap kelompok-kelompok rentan. (TIM/RN)